header_ads

Raperda CSR Masih Dibahas DPRD


CIBINONG – Dewan Perwakilan Rakyat Daerah (DPRD) Kabupaten Bogor segera merancang Peraturan Daerah (Perda) tentang Corporate Social Responsibility (CSR).

Nantinya Perda ini diperlukan tidak saja untuk men­jawab adanya perusahaan yang mengabaikan kewajiban CSR, te­tapi juga untuk menjawab masih adanya ketidakjelasan mengenai penyaluran CSR.

Informasi ini dikemukakan ang­gota Komisi D DPRD Kabupaten Bo­gor, Muhamad Romly kepada PAKAR, di Cibinong.

“Dalam beberapa hari kedepan Rancangan Perda (Ranperda) tentang CSR ini akan kami bahas di DPRD untuk di-perdakan,” kata Muhamad Romly.

Menurut dia, ranperda tersebut sangat dibutuhkan untuk mem­berikan warning kepada para pe­ngu­saha yang selama ini kurang mem­perhatikan lingkungan sekitar yang seharusnya menjadi tanggung jawab setiap perusahaan. “Ini akan jadi warning, karena dalam raperda tersebut akan diatur secara pasti tentang sanksi bagi perusahaan yang tidak perduli CSR,” ujar politisi Partai Persatuan Pembangunan (PPP).

Selama ini, lanjut dia, sering tersiar kabar dan keluhan masyarakat terkait kurang perhatiannya perusahaan kepada lingkungan. Padahal CSR sudah diatur dalam undang undang.
“Undang-undang tentang CSR tertuang dalam UU PT No. 40 tahun 2007 pasal 74 ayat 1, yang mengatur, per­se­roan yang menjalankan kegiat­an usahanya di bidang dan atau ber­kaitan dengan sumber daya alam wajib melaksanakan tanggung jawab sosial (CSR) dan lingkungannya. Per­seroan yang tidak melaksanakan ke­wajiban dikenai sanksi sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan,” ungkapnya.

Romly menambahkan, peraturan lain yang menyentuh CSR adalah UU No.25 Tahun 2007 tentang Pena­naman Modal. Pada pasal 15 (b) dinyatakan bahwa setiap penanam modal berkewajiban melaksanakan tanggung jawab sosial perusahaan.

Dengan adanya raperda, diha­rap­kan akan meningkatkan kepe­dulian perusahaan kepada ling­ku­ng­an sekitar, sehingga akan ter­j­alin keharmonisan antara pe­ngu­saha dengan warga sekitar.

“Jika perusahaan memiliki per­ha­tian kepada warga sekitar, saya ya­kin, hubungan antara peru­sa­ha­an dengan warga akan lebih har­monis,” ujar Romly lagi.

Salah satu yang disorot Romly adalah CSR pengembang peru­ma­han. “Banyak pengembang pe­ru­mahan di Kabupaten Bogor yang be­lum menyerahkan program CSR. Ini yang memicu wakil rakyat yang duduk di DPRD Kabupaten Bogor mengambil sikap dengan me­ngu­sulkan Ranperda CSR. Sebab, dalam Peraturan Menteri Dalam Negeri (Permendagri) Nomor 1 Tahun 1987, dinya­takan, peru­sahaan pe­ngem­bang wajib menye­rah­kan fasos-fa­sum sebagai bagian dari CSR ke­pada pemerintah dae­rah de­ngan pro­porsi sebesar 40 persen dari luas la­han yang akan dija­dikan hunian.

Fasos-fasum dimaksud antara lain adalah ja­ringan jalan, jaringan saluran pem­buang­an air limbah, drai­nase, tempat pem­buangan sam­pah, rek­reasi dan olahraga, pemakaman, pertaman­an, ruang terbuka hijau, sarana parkir, jaring­an listrik, telepon, gas, trans­portasi, pe­madam kebakaran dan sarana pe­ne­rangan jalan umum.(ujg/als)

Tidak ada komentar

Diberdayakan oleh Blogger.