Erosi Dan Abrasi Penyebab Kerusakan Tanah Di Bogor
Kondisi tanah pada beberapa wilayah di Kabupaten Bogor memperihatinkan. Dari data Balai Lingkungan Hidup (BLH) Kabupaten Bogor 2010, enam dari tujuh tanah di beberapa kecamatan dikategorikan telah mengalami kerusakan.
"Dari penelitian yang dilakukan, tanah di beberapa titik di Kecamatan Megamendung, Sukaraja, Citerep, Gunung Putri, setengah Kecamatan Babakan Madang dan setengah Ciawi, tergolong cukup rusak," kata Kepala Bidang (Kabid) Pengendalian Kerusakan Lingkungan (PKL) BLH Bogor, Yularso, kepada Republika, Rabu (22/12).
Kerusakan dilihat dari beberapa unsur. Diantaranya dari bobot isi tanah, porositas tanah, jenis batuan, unsur hara dalam tanah, vegetasi dan tingkat keasaman. Ia mengaku, hal ini terjadi karena beberapa penyebab.
Di Babakan Madang misalnya, tanah menjadi rusak karena terkontaminasi limbah industri. Sementara di Citerep, tanah rusak karena tercemar limbah domestik dari perumahan.
Di Gunung Putri, tanah menjadi rusak karena banyaknya wilayah pertambangan. Sementara di Megamendung, kondisi tanah menjadi labil karena dijadikan areal persawahan. Meski demikian, dari penelitian tersebut, ditemukan pula dua wilayah yang tanahnya masih amat baik. Meliputi sebagian Cisarua dan wilayah Bojong Gede.
'' Untuk itu, kami akan segera menghubungi dinas terkait seperti tata ruang. Upaya pemulihan kondisi tanah harus bisa dilakukan,'' katanya.
Selain tanah, sebelumnya, kondisi Daerah Aliran Sungai (DAS) di sekitar Kali Ciliwung yang melintasi Bogor- dari wilayah Puncak, Kabupaten Bogor, ke wilayah Depok- juga memperihatinkan. Dari data BLH Kabupaten Bogor, sekitar 36 persennya kini dalam kondisi rusak.
Hal ini terjadi karena faktor alam seperti erosi dan abrasi. Selain itu, kerusakan ini juga akibat pemanfaatan ruang yang salah, di mana areal resapan akhir dijadikan pemukiman warga.
Kondisi yang sama juga dialami DAS Kali Cisadane- dari Pasir Kuncir, Kabupaten Bogor hingga Tangerang Selatan- dan Kali Cilengsi- dari Puncak bagian timur hingga Bekasi. Di Cisadane kerusakan mencapai 34 persen.
Sementara di Cilengsi, sama seperti Ciliwung , tingkat kerusakan hingga 36 persen. Menurut Yularso, penyebabnya relatif sama. Banyak pepohonan di sekitar sungai yang ditebang dan wilayah yang beralih fungsi.
Namun, ia mengaku pihaknya telah melaporkan hal ini ke Pemerintah Kabupaten (Pemkab) Bogor. "Kami pun sudah menganggarkan dana untuk melakukan penghijauan secara intensif di wilayah tersebut," jelasnya.
Kedepannya, ia mengatakan BLH akan memeriksa lima DAS lainnya. Mulai DAS Kali Cibeet di wilayah Cariu, DAS Kali Cipamingkis di wilayah Jonggol, DAS Kali Cikeas di wilayah Cikeas, DAS Kali Baru di sepanjang Jalan Raya Bogor, dan DAS Kali Cikaniki di wilayah Cibadak hingga Nanggung.
"Kemungkinan hal yang sama juga akan ditemukan. Namun kami belum tahu pasti, karena 2011, penelitian baru akan dilakukan," tegasnya.
DAS merupakan suatu ekosistem yang berfungsi sebagai pengumpul, penyimpan dan penyalur baik air, sedimen, serta unsur hara lainnya. Kerusakan DAS dapat berpengaruh pada luapan debit air sungai. (als)
"Dari penelitian yang dilakukan, tanah di beberapa titik di Kecamatan Megamendung, Sukaraja, Citerep, Gunung Putri, setengah Kecamatan Babakan Madang dan setengah Ciawi, tergolong cukup rusak," kata Kepala Bidang (Kabid) Pengendalian Kerusakan Lingkungan (PKL) BLH Bogor, Yularso, kepada Republika, Rabu (22/12).
Kerusakan dilihat dari beberapa unsur. Diantaranya dari bobot isi tanah, porositas tanah, jenis batuan, unsur hara dalam tanah, vegetasi dan tingkat keasaman. Ia mengaku, hal ini terjadi karena beberapa penyebab.
Di Babakan Madang misalnya, tanah menjadi rusak karena terkontaminasi limbah industri. Sementara di Citerep, tanah rusak karena tercemar limbah domestik dari perumahan.
Di Gunung Putri, tanah menjadi rusak karena banyaknya wilayah pertambangan. Sementara di Megamendung, kondisi tanah menjadi labil karena dijadikan areal persawahan. Meski demikian, dari penelitian tersebut, ditemukan pula dua wilayah yang tanahnya masih amat baik. Meliputi sebagian Cisarua dan wilayah Bojong Gede.
'' Untuk itu, kami akan segera menghubungi dinas terkait seperti tata ruang. Upaya pemulihan kondisi tanah harus bisa dilakukan,'' katanya.
Selain tanah, sebelumnya, kondisi Daerah Aliran Sungai (DAS) di sekitar Kali Ciliwung yang melintasi Bogor- dari wilayah Puncak, Kabupaten Bogor, ke wilayah Depok- juga memperihatinkan. Dari data BLH Kabupaten Bogor, sekitar 36 persennya kini dalam kondisi rusak.
Hal ini terjadi karena faktor alam seperti erosi dan abrasi. Selain itu, kerusakan ini juga akibat pemanfaatan ruang yang salah, di mana areal resapan akhir dijadikan pemukiman warga.
Kondisi yang sama juga dialami DAS Kali Cisadane- dari Pasir Kuncir, Kabupaten Bogor hingga Tangerang Selatan- dan Kali Cilengsi- dari Puncak bagian timur hingga Bekasi. Di Cisadane kerusakan mencapai 34 persen.
Sementara di Cilengsi, sama seperti Ciliwung , tingkat kerusakan hingga 36 persen. Menurut Yularso, penyebabnya relatif sama. Banyak pepohonan di sekitar sungai yang ditebang dan wilayah yang beralih fungsi.
Namun, ia mengaku pihaknya telah melaporkan hal ini ke Pemerintah Kabupaten (Pemkab) Bogor. "Kami pun sudah menganggarkan dana untuk melakukan penghijauan secara intensif di wilayah tersebut," jelasnya.
Kedepannya, ia mengatakan BLH akan memeriksa lima DAS lainnya. Mulai DAS Kali Cibeet di wilayah Cariu, DAS Kali Cipamingkis di wilayah Jonggol, DAS Kali Cikeas di wilayah Cikeas, DAS Kali Baru di sepanjang Jalan Raya Bogor, dan DAS Kali Cikaniki di wilayah Cibadak hingga Nanggung.
"Kemungkinan hal yang sama juga akan ditemukan. Namun kami belum tahu pasti, karena 2011, penelitian baru akan dilakukan," tegasnya.
DAS merupakan suatu ekosistem yang berfungsi sebagai pengumpul, penyimpan dan penyalur baik air, sedimen, serta unsur hara lainnya. Kerusakan DAS dapat berpengaruh pada luapan debit air sungai. (als)
Tidak ada komentar