Alhamdulillah, Warga Kompak Pencemaran Berkurang

Warga disepanjang aliran sungai Kaligede, termasuk Desa Citeko bisa berlega hati lantaran Camat Cisarua telah melayangkan surat penghentian kegiatan peternakan yang selama ini dituding sebagai biang keladi pencemaran Sungai Kaligede.
Tak hanya itu, surat tersebut sekaligus menginstruksikan untuk segera merelokasi usaha peternakan milik Sriyanto di RT 04/05 Desa Cibeureum, .
Kepada BeritaBogorCom, Sunyoto, Budayawan Bale Seni Budaya Puncak mengaku bersyukur mendengar kabar itu. Dia pun berharap warga Citeko juga dapat menyatukan persepsi untuk pelestarian lingkungan hidup.
Kepada BeritaBogorCom, Sunyoto, Budayawan Bale Seni Budaya Puncak mengaku bersyukur mendengar kabar itu. Dia pun berharap warga Citeko juga dapat menyatukan persepsi untuk pelestarian lingkungan hidup.
“alhamdulilah warga sudah kompak, setidaknya sudah ada pencerahan bagi masyarakat akan arti lingkungan yang bersih dan sehat,” tandasnya, Jum’at (16/12/2011).
Menurut dia, pihak peternakan yang mencemari sungai sudah sejak lama diberikan saran untuk merealisasikan penyaringan, pengolahan biogas, maupun pengolahan pupuk kandang agar kotoran sapi tidak mencemari sungai, Namun tidak digubris.
"Apalagi air sungai itu kerap digunakan warga sepanjang aliran sungai untuk pemandian umum, bahkan berwudhu yang airnya mengalir ke bak penampungan belasan mushola dan masjid serta beberapa pondok pesantren," tambahnya.
Diberitakan Radar Bogor kemarin, Camat Cisarua, Teddy Pembang mengatakan, kebijakan ini merupakan tindak lanjut dari instruksi Bupati Bogor, Rachmat Yasin yang meminta tempat tersebut segera ditutup apabila terbukti melakukan pencemaran lingkungan.
Selain itu, jumlah sapi perah yang dimiliki lebih dari 20 ekor, sehingga tak termasuk ke dalam usaha skala standar industri. “Sesuai instruksi, kalau terbukti langsung tutup jadi keputusan ini adalah bentuk realisasi,” ujarnya.
Menurut dia, peternakan tak memiliki perizinan yang berlaku sesuai dengan undang-undang, seperti, melanggar garis sempadan sungai (GSS) yang seharusnya berjarak 25 meter dari kandang. Sedangkan, tempat itu (peternakan, red) hanya terpaut 6 meter ke bibir sungai, serta lahan yang digunakan berstatus tanah garapan. “Jelas banyak yang dilanggar, jadi kami ambil tindakan tegas,” ungkapnya.
Lebih lanjut ia mengatakan, dasar penutupan peternakan mengacu kepada UU No 32 Tahun 2009 tentang Perlindungan dan Pengelolaan Lingkungan Hidup, Peraturan Pemerintah RI No 41 Tahun 1999 yang berisi Pengendalian serta Pencemaran Udara.
Kemudian, Peraturan Menteri Lingkungan Hidup No 13 Tahun 2010, terkait unit pengelolaan lingkungan hidup dan upaya pemantauan lingkungan hidup. Selain itu, SK Gubernur Jabar No 660/sk/694-BKPMD/82, tentang tata cara pengendalian dan kriteria pencemaran akibat industri, serta Perda No 4/2003 yang membahas pembuangan limbah.
Ia menambahkan, apabila pemilik tak mengindahkan aturan tersebut maka pihaknya akan meminta bantuan Satpol PP untuk menutup peternakan. “Saya sudah melimpah-kan berkas ke Satpol PP, jadi kalau pemilik tetap membandel pembongkaran dapat dilakukan,” te-gasnya. Menanggapi hal tersebut, Sriyanto mengaku, pasrah atas keputusan itu dan siap menutup usaha peternakan miliknya. Namun ia meminta agar pemerintah memberikan waktu untuk menjual 80 ekor ternaknya.
“Tak mungkin kalau sehari saya jual semuanya, jadi tolong minta waktu. Tapi saya heran kenapa hanya peternakan saya yang ditutup? Padahal yang di atas lebih keruh,” paparnya.
Ia mengaku, sebenarnya telah lama ingin menutup peternakan karena beberapa pertimbangan. “Usia saya sudah 68 tahun, dan lokasinya juga berada di kawasan macet. Dan saya tegaskan sekali lagi peternakan ini akan saya tutup,” tuturnya. (fb/int)
Menurut dia, peternakan tak memiliki perizinan yang berlaku sesuai dengan undang-undang, seperti, melanggar garis sempadan sungai (GSS) yang seharusnya berjarak 25 meter dari kandang. Sedangkan, tempat itu (peternakan, red) hanya terpaut 6 meter ke bibir sungai, serta lahan yang digunakan berstatus tanah garapan. “Jelas banyak yang dilanggar, jadi kami ambil tindakan tegas,” ungkapnya.
Lebih lanjut ia mengatakan, dasar penutupan peternakan mengacu kepada UU No 32 Tahun 2009 tentang Perlindungan dan Pengelolaan Lingkungan Hidup, Peraturan Pemerintah RI No 41 Tahun 1999 yang berisi Pengendalian serta Pencemaran Udara.
Kemudian, Peraturan Menteri Lingkungan Hidup No 13 Tahun 2010, terkait unit pengelolaan lingkungan hidup dan upaya pemantauan lingkungan hidup. Selain itu, SK Gubernur Jabar No 660/sk/694-BKPMD/82, tentang tata cara pengendalian dan kriteria pencemaran akibat industri, serta Perda No 4/2003 yang membahas pembuangan limbah.
Ia menambahkan, apabila pemilik tak mengindahkan aturan tersebut maka pihaknya akan meminta bantuan Satpol PP untuk menutup peternakan. “Saya sudah melimpah-kan berkas ke Satpol PP, jadi kalau pemilik tetap membandel pembongkaran dapat dilakukan,” te-gasnya. Menanggapi hal tersebut, Sriyanto mengaku, pasrah atas keputusan itu dan siap menutup usaha peternakan miliknya. Namun ia meminta agar pemerintah memberikan waktu untuk menjual 80 ekor ternaknya.
“Tak mungkin kalau sehari saya jual semuanya, jadi tolong minta waktu. Tapi saya heran kenapa hanya peternakan saya yang ditutup? Padahal yang di atas lebih keruh,” paparnya.
Ia mengaku, sebenarnya telah lama ingin menutup peternakan karena beberapa pertimbangan. “Usia saya sudah 68 tahun, dan lokasinya juga berada di kawasan macet. Dan saya tegaskan sekali lagi peternakan ini akan saya tutup,” tuturnya. (fb/int)
Wabup Karyawan Faturachman
berpose bersama Sunyoto, dkk
Usai Penanaman Pohon
di Taman Safari (1/12/2011)
berpose bersama Sunyoto, dkk
Usai Penanaman Pohon
di Taman Safari (1/12/2011)

Tidak ada komentar