Serpihan Batu Situs Di Gunung Padang
BOGOR - Meski
belum dilakukan penggalian besar-besaran, situs Gunung Padang sudah memberi
banyak temuan menakjubkan.
Selain tembikar dan batuan unik, kini ditemukan juga batu-batu yang diduga memiliki gambar aksara kuno di dalamnya.
"Yang belum tersosialisasi ada batu beraksara, di batu itu seperti huruf atau kata," kata asisten staf khusus presiden bidang bantuan sosial dan bencana, Erick Ridzky, saat ditemui di kantornya, Jl Veteran, Jakarta, Senin (21/5/2012).
Menurut Erick, di batu tersebut ada gambar dan simbol yang diyakini memiliki makna tertentu. Belum jelas dari zaman apa batu itu berasal, yang pasti banyak dijumpai di situs Gunung Padang.
Dari gambar yang ditunjukkan, terlihat batu-batu itu berwarna hitam. Simbol-simbol yang terlihat hampir menyerupai gambar tertentu, seperti hewan atau bentuk bangunan.
"Di setiap batu ada garis di bagian pojok kanan bawah. Itu seperti semacam tanda untuk orang membaca," terangnya.
Meski begitu, Erick tak mau buru-buru membuat kesimpulan. Dia akan membawa temuan ini ke ahli yang bisa membaca tulisan kuno atau paleografi. Sementara temuan lain, kini masih diteliti di laboratorium geotek Universitas Indonesia.
"Kita akan lihat nanti hasilnya," ucap Erick.
Selain tembikar dan batuan unik, kini ditemukan juga batu-batu yang diduga memiliki gambar aksara kuno di dalamnya.
"Yang belum tersosialisasi ada batu beraksara, di batu itu seperti huruf atau kata," kata asisten staf khusus presiden bidang bantuan sosial dan bencana, Erick Ridzky, saat ditemui di kantornya, Jl Veteran, Jakarta, Senin (21/5/2012).
Menurut Erick, di batu tersebut ada gambar dan simbol yang diyakini memiliki makna tertentu. Belum jelas dari zaman apa batu itu berasal, yang pasti banyak dijumpai di situs Gunung Padang.
Dari gambar yang ditunjukkan, terlihat batu-batu itu berwarna hitam. Simbol-simbol yang terlihat hampir menyerupai gambar tertentu, seperti hewan atau bentuk bangunan.
"Di setiap batu ada garis di bagian pojok kanan bawah. Itu seperti semacam tanda untuk orang membaca," terangnya.
Meski begitu, Erick tak mau buru-buru membuat kesimpulan. Dia akan membawa temuan ini ke ahli yang bisa membaca tulisan kuno atau paleografi. Sementara temuan lain, kini masih diteliti di laboratorium geotek Universitas Indonesia.
"Kita akan lihat nanti hasilnya," ucap Erick.
Ditemukan Serpihan Batu Situs
Tim
arkelog menemukan jejak pra sejarah di Situs Gunung Padang, Cianjur. Selain
gerabah, tembikar, dan batu-batu punden berundak, ada batu kecil berukuran 3,5
cm yang menarik perhatian.
"Pada saat survei ketemu serpihan batu ukuran 3,5 cm. Batu berjenis silicified limestone ini cukup menarik karena bukit atau gunung ini tidak mengandung limestone (kapur)," kata Ketua Tim Arkeolog yang melakukan penggalian, Ali Akbar saat berbincang, Senin (21/5/2012).
Ali menjelaskan, temuan serpihan batu itu cukup signifikan. Dalam khasanah arkeologi, batu itu disebut sebagai limbah atau sisa buangan saat membuat alat batu prasejarah.
"Ada kemungkinan serpihan itu adalah sisa saat membuat beliung persegi, sejenis perkakas atau alat. Saat ini sedang diteliti di laboratorium," jelas arkeolog jebolan UI ini.
Tim arkeolog sudah melakukan penggalian sejak 15 Mei lalu. Rencananya penggalian akan dilakukan hingga 30 Juni mendatang. Situs Gunung Padang ini diperkirakan merupakan sebuah punden berundak di wilayah yang sangat besar meliputi area 75 hektar. Penggalian di bawah koordinasi Sekretariat Negara.
Manusia Atlantis dan piramida sempat dikait-kaitkan dengan Situs Gunung Padang, Cianjur. Tapi soal Atlantis dan piramida itu tegas ditepis Ketua Masyarakat Sejarawan Jawa Barat, Nina Herlina. Dia yakin, situs Gunung Padang merupakan situs megalitikum berupa punden berundak seperti halnya di wilayah lain di Nusantara.
"Kalau soal Atlantis itu mitos. Buku soal Atlantis itu pun perlu penelitian," kata Nina yang juga Guru Besar Sejarah Unpad saat berbincang, Senin (21/5/2012).
Nina menjelaskan, Indonesia tidak mengenal budaya piramida. Namun soal punden berundak ini, memang sudah ciri di Indonesia. Di Situs Lebak Sibedug, Banten pun ada punden berundak seperti halnya di Situs Gunung Padang. Punden berundak itu batu alam yang diatur di sebuah bukit dan menjadi tempat pemujaan.
"Kalau ada situs, ada tinggalan arkeologi di lokasi sekitar, pasti ada peradaban masyarakat pra sejarah," imbuh Nina.
Untuk membangun situs Gunung Padang yang besar itu tentu membutuhkan tenaga kerja yang banyak. Tapi tidak lantas kemudian bisa dipastikan ada ribuan orang yang terlibat, diperlukan penelitian.
Nina merujuk kepada sensus yang dilakukan Letnan Gubernur Rafles pada 1816. Di kawasan Desa di sekitar lokasi ada sekitar 565 orang. Lalu bagaimana dengan di masa pra sejarah?
"Dari gambaran itu, terlihat penduduknya di Cianjur tidak banyak. Di masa pra sejarah mungkin hanya seratus orang. Dan juga di masa pra sejarah, penduduknya kan juga berpindah-pindah," terangnya.
Nah, untuk situs punden berundak itu, Nina menganalisa bahwa penduduk sekitar memanfaatkan kontur alam. Di lokasi yang perbukitan banyak ditemukan bebatuan, kemudian mereka tinggal menatanya. Bagaimana caranya, itu yang perlu diselidiki.
"Jadi itu bukan seperti piramid yang dibangun," tegasnya.
Karenanya, selaku sejarawan di Jawa Barat, Nina berharap penelitian dan penggalian situs Gunung Padang dilakukan demi tujuan ilmiah. Tidak ditunggangi kepentingan politik apapun. Pendanaan dan anggarannya juga harus jelas.
"Harus melibatkan semua ahli, sejarawan, arkeolog, geolog, termasuk ahli filologi yang mengetahui mengenai mitos dalam naskah kuno. Karena konteks gunung di mata masyarakat Indonesia adalah tempat yang suci," ungkapnya.
Penggalian situs Gunung Padang dilakukan mulai 15 Mei. Rencananya akan dilakukan hingga 30 Juni. Tim arkelolog sudah menemukan gerabah dan tembikar di sekitar kawasan itu.
(ndr/nwk)
"Pada saat survei ketemu serpihan batu ukuran 3,5 cm. Batu berjenis silicified limestone ini cukup menarik karena bukit atau gunung ini tidak mengandung limestone (kapur)," kata Ketua Tim Arkeolog yang melakukan penggalian, Ali Akbar saat berbincang, Senin (21/5/2012).
Ali menjelaskan, temuan serpihan batu itu cukup signifikan. Dalam khasanah arkeologi, batu itu disebut sebagai limbah atau sisa buangan saat membuat alat batu prasejarah.
"Ada kemungkinan serpihan itu adalah sisa saat membuat beliung persegi, sejenis perkakas atau alat. Saat ini sedang diteliti di laboratorium," jelas arkeolog jebolan UI ini.
Tim arkeolog sudah melakukan penggalian sejak 15 Mei lalu. Rencananya penggalian akan dilakukan hingga 30 Juni mendatang. Situs Gunung Padang ini diperkirakan merupakan sebuah punden berundak di wilayah yang sangat besar meliputi area 75 hektar. Penggalian di bawah koordinasi Sekretariat Negara.
Manusia Atlantis dan piramida sempat dikait-kaitkan dengan Situs Gunung Padang, Cianjur. Tapi soal Atlantis dan piramida itu tegas ditepis Ketua Masyarakat Sejarawan Jawa Barat, Nina Herlina. Dia yakin, situs Gunung Padang merupakan situs megalitikum berupa punden berundak seperti halnya di wilayah lain di Nusantara.
"Kalau soal Atlantis itu mitos. Buku soal Atlantis itu pun perlu penelitian," kata Nina yang juga Guru Besar Sejarah Unpad saat berbincang, Senin (21/5/2012).
Nina menjelaskan, Indonesia tidak mengenal budaya piramida. Namun soal punden berundak ini, memang sudah ciri di Indonesia. Di Situs Lebak Sibedug, Banten pun ada punden berundak seperti halnya di Situs Gunung Padang. Punden berundak itu batu alam yang diatur di sebuah bukit dan menjadi tempat pemujaan.
"Kalau ada situs, ada tinggalan arkeologi di lokasi sekitar, pasti ada peradaban masyarakat pra sejarah," imbuh Nina.
Untuk membangun situs Gunung Padang yang besar itu tentu membutuhkan tenaga kerja yang banyak. Tapi tidak lantas kemudian bisa dipastikan ada ribuan orang yang terlibat, diperlukan penelitian.
Nina merujuk kepada sensus yang dilakukan Letnan Gubernur Rafles pada 1816. Di kawasan Desa di sekitar lokasi ada sekitar 565 orang. Lalu bagaimana dengan di masa pra sejarah?
"Dari gambaran itu, terlihat penduduknya di Cianjur tidak banyak. Di masa pra sejarah mungkin hanya seratus orang. Dan juga di masa pra sejarah, penduduknya kan juga berpindah-pindah," terangnya.
Nah, untuk situs punden berundak itu, Nina menganalisa bahwa penduduk sekitar memanfaatkan kontur alam. Di lokasi yang perbukitan banyak ditemukan bebatuan, kemudian mereka tinggal menatanya. Bagaimana caranya, itu yang perlu diselidiki.
"Jadi itu bukan seperti piramid yang dibangun," tegasnya.
Karenanya, selaku sejarawan di Jawa Barat, Nina berharap penelitian dan penggalian situs Gunung Padang dilakukan demi tujuan ilmiah. Tidak ditunggangi kepentingan politik apapun. Pendanaan dan anggarannya juga harus jelas.
"Harus melibatkan semua ahli, sejarawan, arkeolog, geolog, termasuk ahli filologi yang mengetahui mengenai mitos dalam naskah kuno. Karena konteks gunung di mata masyarakat Indonesia adalah tempat yang suci," ungkapnya.
Penggalian situs Gunung Padang dilakukan mulai 15 Mei. Rencananya akan dilakukan hingga 30 Juni. Tim arkelolog sudah menemukan gerabah dan tembikar di sekitar kawasan itu.
(ndr/nwk)