header_ads

SPSB Bogor Kritisi Eksploitasi Pekerja Anak


CIBINONG - Eksploitasi anak yang mempekerjakan anak dibawah umur di wilayah Kabupaten Bogor masih terjadi di berbagai sektor usaha, home industri maupun lingkungan keluarga.

Hal ini menuai kritik dari kalangan aktifis Gabungan Serikat Pekerja dan Serikat Buruh (SPSB) Bogor saat dialog Ketenagakerjaan Untuk Menghapus Pekerja Anak "Ayo Kembali Ke Sekolah".

Dialog ini digelar Konfederasi Serikat Pekerja Indonesia (KSPI) kerjasama International Labaor Organization - International Programme on the Elimination of Child Labour (ILO-IPEC), di Hotel Cibinong II, Sabtu (26/5/2012). 

Dalam dialog itu Perwakilan KSPI, Marmin Hartono menjelaskan bentuk pekerjaan terburuk untuk anak yang rentan terhadap perbudakan atau praktek yang mirip seperti penjualan dan perdagangan anak, perekrutan secara paksa, prostitusi atau pornografi, maupun kegiatan yang melawan hukum.
Menurutnya, definisi pekerjaan yang membahayakan itu yang berdampak kekerasan fisik, psikologis dan seksual

“Sedangkan pekerjaan yang membahayakan bagi anak dapat berdampak pada kesehatan, keselamatan dan moral anak dan jenis-jenis pekerjaan yang membahayakan fisik, psikis dan mental,” jelas dia. 

Sementara Kepala Bidang Kesejahteraan Sosial, Yuliati Kamsuri, mewakili Dinas Sosial Tenaga Kerja dan Transmigrasi Kabupaten Bogor, memaparkan pihaknya telah melakukan pemantauan pada titik –titik home industri yang masih mempekerjakan anak dibawah umur. 

Bila ditemukan adanya eksploitasi maka pihaknya melakukan pendekatan secara psikologis kepada si anak maupun orangtua melalui Program Keluarga Harapan (PKH) .


“Melalui PKH dibantu para sukarelawan Pekerja Sosial disetiap kecamatan dan sejumlah pendampingnya guna menghapus ekspolitasi anak dan meningkatkan kesejahteraan keluarga,” katanya.  

Dia menegaskan bahwa semua ini menjadi tanggung jawab semua pihak guna menghapus eksploitasi anak di wilayah Kabupaten Bogor. 

Sebab, sebagian besar anak yang di eksploitasi berasal dari latar belakang keluarga pra sejahtera yang kemungkinan dorongan dari orang tua atau kemauan anak itu sendiri untuk membantu ekonomi keluarga.
Dipenghujung acara siang itu, Ketua Penyelenggara, Sukmayana, S.Pd meyampaikan hasil perumusan dialog yang disepakati oleh seluruh peserta yang hadir, yakni Pembentukan Tim Aksi Nasional Penghapusan Bentuk-bentuk Pekerjaan Terburuk untuk Anak dan mendesak Pemkab Bogor untuk mengagendakan misi tersebut dalam Program Prioritas.

Hal ini mengacu pada UU no. 20 tahun 1999 tentang peratifikasian Konvensi ILO No.138 usia minimum dan dideklarasikan usia minimum memasuki dunia kerja adalah 15 tahun. UU No.1 tahun 2000 tentang peratifikasian Konvensi ILO No. 182 tentang pelarangan dan tindakan segera penghapusan bentuk terburuk pekerja anak. UU No.13 tahun 2003 mengenai Ketenagakerjaan.  

Selain itu pula KepMen No.KEP.235/MEN/2003 mengenai jenis-jenis pekerjaan yang membahayakan fisik, mental dan moral anak. KepMen No.KEP.115/MEN/VII/2004 Perlindungan Anak yang bekerja untuk mengembangkan bakat dan minat.

Termasuk Keputusan Presiden No.12 tahun 2001 tentang Pembentukan Komite Aksi Nasional Penghapusan Bentuk-bentuk Pekerjaan Terburuk untuk Anak, serta Keputusan Presiden No.59 tahun 2002 mengenai Rencana Aksi Nasional Penghapusan Bentuk-bentuk Pekerjaan Terburuk untuk Anak. 

Sedangkan peserta dialog meliputi perwakilan unsur SPSI, SBSI-FKUI, SBN, FSP-KEP, FSP-LEMSPSI, FSP-MI, PPMI’98, FSP-PARREF, FSP-IN, FSP-RTMM, FSP-TSK, GASPERMINDO, FSP-FARKES, FSP-KAHUTINDO, FSB-DSI, SBJP, dan PPMI Bogor Raya.(als)

Tidak ada komentar

Diberdayakan oleh Blogger.