header_ads

Pemkot Ajak Warga Partisipasi Tangani Sampah

KOTA BOGOR - Tumbuhnya perekonomian beriringan dengan tumbuhnya jumlah penduduk. Pada kuartal pertama tahun 2011, penduduk Kota Bogor sudah menembus angka diatas 1 juta jiwa.

Begitu banyaknya penduduk dengan berbagai kebutuhan dan mobilitasnya diseantero Kota yang hanya luasnya sekitar 11.850 hektar,  hal itu memicu munculnya berbagai persoalan sosial dan juga lingkungan.

Setidaknya ada empat masalah yang oleh Pemerintah Kota Bogor diprioritaskan penangananya sejak tahun 2004 silam, yaitu transportasi, kebersihan, pedagang kaki lima (PKL) dan kemiskinan. Hingga tahun 2014 nanti, Pemkot Bogor akan terus menerus berusaha mengurai satu per satu permasalahan tersebut, agar seluruh warganya dapat lebih menikmati hidup nyaman di Kota Bogor.

Menghadapi setumpuk persoalan yang dihadapi sehari-hari, Kota Bogor memang membutuhkan antibodi yang didukung kreativitas dan inovasi warga dan pemerintah setempat dalam menata  kota, mendorong pertumbuhan ekonomi hijau yang ramah lingkungan, meningkatkan kualitas kehidupan dan kesejahteraan warga, mempresentasikan kreatifitas warga masyarakat. Boleh jadi kemudian, dalam menyambut Hari Jadi Bogor  Ke-530  tahun ini,  Kota Bogor mengusung tema “Bogor Motekar”(Kreaif dan inofatif). Sebuah ajakan yang simpati kepada masyarakat Kota Bogor agar berkomitmen untuk sama-sama menjaga dan membangun kota Bogor.

Sebagai kota yang kerap dikunjungi tamu manca negara, tidak hanya berperan sebagai pusat aktivitas manusia berinteraksi dan bertransaksi. Bogor juga tidak hanya berperan sebagai pusat ekonomi, politik, sosial bagi wilayah sekitarnya, tapi juga berperan dalam menyebar nilai-nilai budaya. Jadi, memang sejatinya Bogor  adalah juga pusat kebudayaan di tatar sunda,  Selamat Ulang Tahun  Bogor, “Dinukiwari Ngancik Nu Buhari, Seuja Ayeuna Sampeureun Jaga.”

Banyak kalangan mengakui, Kota Bogor sejak beberapa tahun terakhir ini memang telah merubah paradigma pembangunan, dari analisis dampak lingkungan (abad ke 20) ke analisis  keberlanjutan (abad ke 21). Pembangunan kota Bogor yang berkelanjutan jelas akan meningkatkan kualitas lingkungan kota dan memberikan keadilan sosial bagi masyarakat. Setidaknya ada sejumlah strategi yang  dikembangkan pemkot Bogor menuju Kota Jasa. 

Menurut catatan, setrategi itu antara lain pengelolaan sumber daya alam secara berkelanjutan. Warga harus dididik hidup dalam keterbatasan  sumber daya alam dan mengurangi tapak ekologis, sehingga menjadi masyarakat yang bijak dan hemat dalam menggunakan air, penggunaan lahan secara proporsional, menggunakan energi elternatif, memilih bahan ramah lingkungan, serta, memilih, dan memilah sampah. Perlindungan terhadap lingkungan, bukan menentukan di mana boleh membangun tapi sebaliknya di mana kita tidak boleh membangun. Tujuannya untuk melindungi dan meningkatkan kualitas lingkungan dengan cara melindungi ekosistem di ruang terbuka hijau kota, meningkatkan kualitas air dan udara bersih.

Selain itu menciptakan tempat dan ruang kota yang berkualitas  untuk aktivitas kehidupan, kerja dan bermain, seperti keberadaan taman-taman kota, warisan budaya (kampung tradisional, kawasan kota tua, bangunan bersejarah, kesenian tradisional, kearifan lokal), pemandangan lanskap kota yang indah, fasilitas lingkungan pejalan kaki dan jalur sepeda yang aman dan nyaman. Disamping itu tentunya tata pemerintahan yang lebih baik (good governance) dengan menjamin perencanaan dan pengambilan keputusan yang efektif, adil, dan efisien dalam bidang tata perencanaan kota, mekanisme pembiayaan, melalui proses yang transparan dan terpenting pelibatan masyarakat.

Pemeliharaan Kebersihan Kota

Banyak warga kota yang masih terlelap tidur menikmati dinginya malam, pasukan kuning pengangkut sampah sudah mulai melakukan aksinya, terutama di tempat-tempat keramaian seperti pasar-pasar tradisional di seantero Kota Bogor. Selain itu, di jalan-jalan protokol  sudah nampak penyapu jalan  dan pengangkutan sampah pun dimulai. Begitulah keseharian para petugas kebersihan untuk menyelamatkan warga Kota Bogor dari ancaman dan bahaya akibat yang ditimbulkan sampah.

Ada sekitar 2.402,4 M3/hari  sampah yang harus dibuang ke tempat pembuangan akhir (TPA). Menangani sampah sebanyak itu setiap hari, bukanlah tugas yang mudah dan sederhana. Pemerintah membutuhkan sistem pengelolaan, manajemen, dana, sarana dan prasarana, serta SDM dan teknologi. Untuk itu maka masyarakat juga diminta berpartisipasi dengan mengolah sampah dengan konsep Reduce, Reuse, Recycle (3R). dan mengembangkan pengelolaan sampah skala lingkungan.

Memang masalah sampah sudah menjadi persoalan universal, karena sudah menjadi bagian tak terpisahkan dari dinamika perkembangan sebuah kota. Masalah itu dialami juga oleh negara-negara maju maupun negara berkembang, termasuk di kota-kota di Indonesia, seperti Jakarta dan Bogor serta kota lainya.

"Pemerintah Kota (Pemkot) Bogor menempatkan masalah kebersihan sebagai salah satu penanganan dari empat prioritas pembenahan, selain tiga masalah lainnya, yaitu transportasi, pedagang kaki lima, dan kemiskinan," kata Wali Kota Bogor, Diani Budiarto.  Ia juga menjelaskan adanya tiga masalah yang dihadapi dalam menangani pembangunan fisik kota, yakni bagaimana mengatur masalah transportasi, kebersihan kota dan tata ruang kota.

Wali Kota Bogor mengaku prihatin dengan persoalan sampah dan masalah kebersihan kota. "Kita bisa lihat di beberapa lokasi tumpukan sampah masih berserakan. Jadi, perlu pemikiran bersama bagaimana mengatasi persoalan sampah ini," katanya.

Menurut dia, kalau melihat ke belakang, yakni sekitar tahun 1980 hingga 1990-an, di Kota Bogor gencar dikampanyekan program pemeliharaan kebersihan Kota, di mana ketika itu warga sangat peduli akan kebersihan kotanya. Namun dalam beberapa tahun terakhir, program itu menjadi sirna. "Buktinya, dapat dilihat dari ketidakteraturan yang dilakukan oleh sebagian elemen masyarakat dalam membuang sampah," katanya.

"Saya melihat berhasilnya Kota Bogor pada saat itu, tidak terlepas dari kepedulian berbagai komponen masyarakat, mulai dari ibu-ibu rumah tangga. Mereka begitu teratur membuang sampah ke tempat-tempat pembuangan sampah (TPS) pada jam-jam tertentu, yang telah diatur pengangkutan sampahnya. Jadi, tidak terlihat penumpukan sampah, baik di TPS maupun di luar TPS di luar dari jam-jam tersebut," tuturnya.

Diakui, budaya bersih sekarang ini relatif sirna akibat ketidaktertiban masyarakat. Hal itu terjadi bukan oleh orang yang tidak mengerti saja. Buktinya bisa dilihat, kadang-kadang pengendara mobil-mobil mewah dan orang terpelajar pun kurang peduli terhadap kebersihan. "Mereka dengan seenaknya membuang sampah dari jendela mobilnya sehingga jalan raya sepertinya menjadi TPS terpanjang," katanya.

Oleh karena itu, ia mengajak warganya untuk kembali pada komitmen, yakni ditumbuhkannya kembali budaya bersih. Pemkot sendiri, kata wali kota, menghadapi keterbatasan, baik dalam personel maupun sarana dan prasarananya, apalagi dengan perluasan kota yang sudah lima kali lipat dibandingkan tahun 1980-an.

Menurut Walikota Diani Budiarto, volume sampah Kota Bogor tahun 2011 lalu, diperkirakan mencapai 2.402,4 M3 atau naik sebanyak 2,8% dari 2.337 m3 pada tahun sebelumnya. Perkiraan kenaikan volume sampah berdasarkan asumsi kenaikan jumlah penduduk sebesar 2,8%.

Kenaikan volume sampah ini, sambungnya, telah disikapi dengan menambah wilayah layanan sebesar 0,14% yang dilakukan dengan memperluas wilayah layanan ke Kelurahan Cimahpar yang mencakup 7 RW. Juga dengan meningkatkan kemampuan pengangkutan sampah sampai dengan 1.685 m³/hari atau meningkat 49 m³/hari dari kemampuan yang ada pada tahun 2010.  Jika dibandingkan dengan perkiraan timbulan sampah, maka rasio sampah terangkut mencapai 70,14% atau lebih besar dari target 70,1% berdasarkan asumsi tidak ada kenaikan volume sampah karena pertumbuhan penduduk. Penambahan armada pengangkutan tersebut akan menambah kapasitas volume sampah terangkut minimal sebesar 70 m3/hari.  Asumsi kenaikan volume sampah karena pertumbuhan penduduk adalah sebesar 65,6 m3/hari sehingga realisasi volume sampah tertangani dapat melampaui target sebesar 4,4 m3/hari, ungkap Diani.

Peningkatan rasio sampah terangkut dan perluasan cakupan wilayah layanan tersebut,  merupakan hasil dari penambahan armada pengangkutan sampah, berupa 1 unit truk compactor, 10 unit mobil pick up, 10 unit container dan penyebaran 60 unit gerobak sampah di seluruh wilayah Kota Bogor serta 4 unit motor.

Dengan penambahan tersebut, maka kegiatan pengangkutan dan pembuangan sampah ke TPA Galuga sampai saat ini didukung oleh jumlah armada efektif sebanyak 63 unit Dump Truck, 28 unit Arm roll, 1 unit compactor truck, 7 unit kijang pick up, 15 unit  gerobak motor, dan 100 unit container yang tersebar diwilayah pelayanan kota Bogor.

Menyinggung perjanjian dengan Pemerintah Kabupaten Bogor tentang penggunaan lahan TPA Galuga yang sudah berakhir pada tanggal 24 Juli 2011 lalu, Diani Budiarto, menyebutkan bahwa, sebelum batas waktu itu berakhir, pemkot telah dilakukan perpanjangan berdasarkan Perjanjian Kerjasama Pengelolaan TPA Galuga antara Pemerintah Kota Bogor dan Pemerintah Kabupaten Bogor dengan Nomor 658.1/2/PRJN/KS/2011 dan 658.1/Perj.199-DKP/2011 tertanggal 16 Juni 2011. “Perjanjian tersebut berlaku selama 4 tahun enam bulan, terhitung mulai tanggal 25 Juli 2011 sampai dengan 31 Desember 2015 yang akan datang,” katanya.

Selain itu, kata Walikota, sudah dilakukan pembebasan lahan di areal sekitar TPA Galuga seluas 10,184 Ha dengan jumlah bidang lahan yang dibebaskan sebanyak 77 bidang dengan total biaya sebesar Rp. 5.518.737.000,-. Bersamaan dengan itu, untuk penyediaan lahan Tempat Pengolahan dan Pemrosesan Akhir Sampah (TPPAS) Kayu Manis telah dilakukan pembebasan lahan seluas 1.959 Ha dengan jumlah bidang lahan yang dibebaskan sebanyak 28 bidang dengan total anggaran sebesar Rp. 8.524.245.000,- Dengan demikian total luas lahan untuk TPPAS Kayu Manis sudah mencapai  10,99 Ha, karena pada tahun 2010 silam sudah dilakukan pembebasan lahan seluas 9,03 Ha.

Menurutnya, mengandalkan sepenuhnya kemampuan untuk terus meningkatkan kapasitas angkut dan buang sampah ke TPA Galuga sebetulnya harus dihindari, karena akan terus memberatkan kegiatan penanganan kebersihan dalam berbagai aspek.

Oleh karena itu, tambah Diani, telah ditingkatkan peran serta masyarakat dalam mengelola sampah di lingkungannya secara mandiri. Antara lain melalui pengelolaan sampah yang mengedepankan konsep 3R (Reduse, Reuse, Recycle) baik untuk skala kawasan atau lingkungan, maupun skala individu mulai dikembangkan secara sistematis melalui pendekatan berbasis masyarakat.

Untuk skala kawasan telah dialokasikan penyediaan sarana dan prasarana pengelolaan sampah dengan konsep 3R di 6 lokasi sebagai lokasi TPST 3R yaitu di Kelurahan Kertamaya, Kelurahan Mulyaharja, Kelurahan Katulampa dengan 2 lokasi, Rusunawa Menteng, dan Kelurahan Ciparigi. Pengelolaan sampah dengan konsep 3R diperkirakan dapat mengurangi volume sampah dan terolahnya sampah di sumber sekitar 2,5%  dari timbulan sampah Kota Bogor atau sekitar  60 m3/hari.

Sedangkan untuk skala individu, pembinaan pengelolaan sampah bermitra dengan PKK melalui penyediaan sarana pengolahan sampah organik atau komposter dan pelatihan pembuatan kompos di 6 lokasi sebagai lokasi TPST 3R yaitu di Kelurahan Kertamaya, Kelurahan Mulyaharja, Kelurahan Katulampa (2 lokasi), Kelurahan Ciparigi dan Rusunawa Menteng.

Program 3 R yang selama ini sulit dilakukan atau belum memberikan hasil yang bermakna, lanjut Diani, merupakan tantangan yang memerlukan kesungguhan semua pihak.

Langkah yang sudah dilakukan untuk meningkatkan peran serta masyarakat dalam hal ini adalah dengan menyelenggarakan kampanye di Radio Sipatahunan dan sosialiasi serta penyuluhan dilaksanakan di 6 Lokasi 3R Skala Kawasan dan 3 lokasi skala individu.

Pendidikan Pelatihan Pengelolaan Sampah dengan Konsep 3R juga diberikan untuk 30 orang Kelompok Kerja Masyarakat yang akan menjadi operator di 6 lokasi TPST 3R, ungkap Walikota Bogor Diani Budiarto. (M.Samhudi Tanara) als-/(Bersambung)

Tidak ada komentar

Diberdayakan oleh Blogger.