HAMBALANG GATE: Penggarap Lahan Hanya Terima Uang Kerohiman
HAMBALANG GATE -
Pembangunan proyek Sport Center di Bukit Hambalang, Desa Hambalang, Kecamatan
Citeureup, semakin mengentalkan kesan korupsi. Bukan hanya proses lelang dan pengerjaannya, tapi tahapan pembebasan lahan juga beraroma korupsi.
Sebagian penggarap yang
menerima uang pembebasan lahan hanya menerima kompensasi Rp 1.000 per meter.
Pantauan dilapangan, transaksi pembebasan lahan hanya buat membayar ganti rugi lahan garapan, sebab penggarap lahan hanya mendapat dana kompensasi senilai hasil bumi yang selama ini didapat.
Pantauan dilapangan, transaksi pembebasan lahan hanya buat membayar ganti rugi lahan garapan, sebab penggarap lahan hanya mendapat dana kompensasi senilai hasil bumi yang selama ini didapat.
Lahan
garapan di kawasan Hambalang dipatok berkisar Rp1.000 - Rp5000
per meter. Tapi sejak adanya Sport
Center, harganya langsung menjulang tinggi. Kini harga tanah di kawasan ini
mencapai harga Rp200.000-Rp300.000 per meter.
“Sebelumnya harga lahan warga yang memiliki akta dan girik, harganya Rp5.000-20.000 per meter, ” kata Ade Hidayat, Ketua RT 02/0 2, Desa Hambalang. Dia mengaku tidak tahu pasti soal pembebasan lahan itu.
Sedangkan AW Ganjar, Kasi Hak Tanak dan HTBP BPN Kabupaten Bogor mengatakan, sejak zama kolonila Belanda lahan di kawasan ini dikelola warga. Pada 1977 pengelolaan berubah saat PT Buana Estate milik Probosutedjo mendapatkan sertifikat Hak Guna Usaha (HGU) seluas 7.050 ha.
“Sebelumnya harga lahan warga yang memiliki akta dan girik, harganya Rp5.000-20.000 per meter, ” kata Ade Hidayat, Ketua RT 02/0 2, Desa Hambalang. Dia mengaku tidak tahu pasti soal pembebasan lahan itu.
Sedangkan AW Ganjar, Kasi Hak Tanak dan HTBP BPN Kabupaten Bogor mengatakan, sejak zama kolonila Belanda lahan di kawasan ini dikelola warga. Pada 1977 pengelolaan berubah saat PT Buana Estate milik Probosutedjo mendapatkan sertifikat Hak Guna Usaha (HGU) seluas 7.050 ha.
Penguasaan lahan itu
berdasarkan Keputusan Mendagri melalui Dirjen Agraria No. SK.I/HGU/DA/77 yang
berakhir 31 Desember 2002. Pada 2008
Probustedjo kembali mengurus perpanjangan
HGU, namun tidak lagi seluas 7.050 ha. Pengurangan lahan sekitar seluas
32 ha ternyata diambil alih Kementerian Pemuda dan Olah Raga
(Kemenpora).
“Sesuai dengan surat
permohonan Kemenpora ke BPN untuk membangun gedung Pendidikan dan Latihan
Olahraga Pelajar,” katanya. Namun digugat Buana Estate di Pengadilan Tata Usaha
Negara (PTUN) yang lalu memutuskan membatalkan permohonan perpanjangan HGU
dan semua HGU. Artinya Probosutedo dan Kemenpora juga harus
mengembalikan lahan itu ke negara dan dapat digarap warga. Tapi, Buana Estate ngotot minta
dana kompensasi sesuai NJOP Rp 20.000 pe rmeter persegi.
“Namun, penggantian 60
persen dari NJOP yang kala itu berkisar Rp 1.000-Rp5.000 bagi penggarap sudah
sesuai ketentuan. Sedangkan untuk PT Buasa Estate tetap ngotot minta
kompensasi sesuai NJOP Rp 20.000,”
katanya.
Dia menampik jika pihaknya kala itu menghambat proses pembuatan
sertifikat. Tapi, entah bagiamana pada era Menpora Andi Malarangeng sertifikat
itu bisa keluar dan Buana Estate tifdak lagi mempermasalahkan tuntutan ganti
ruginya.
Pasalnya, anggaran
pembebasan lahan sekitar Rp 500 miliar. Sebab kala itu panitia pembebasan
menetapkan harga tanah Rp 1 juta-Rp 2 juta per meter. Bila menurut harga lahan
bagi penggarap berkisaran Rp 5.000 per meter dan bagi yang memiliki surta
kepemilikan Rp 20.000 per meter seharusnya hanya berkisar Rp 10 miliar, bukan
Rp 500 miliar.
Anggota DPRD Kabupaten Bogor Angkat Bicara
Lantaran
panitia menetapkan harga tanah dengan kisaran nilai jual obyek pajak (NJOP)
tanah Rp1-2 juta. Anggaran pembebasan
lahan tersebut masih aman, karena pagu anggaran pembangunan Sport Center yang
disediakan pemerintah mencapai Rp1,52 triliun.
Bila merunut harga
tanah Rp200 ribu, maka panitia pengadaan mestinya cukup mengeluarkan biaya
hanya sekitar Rp64 miliar. Bukan Rp500 miliar. Pembangunan pembinaan dan
pengembangan olahraga di Desa Hambalang, Kecamatan Citeureup, terus mengundang
perhatian berbagai pihak, tak terkecuali DPRD Kabupaten Bogor.
Wakil Ketua DPRD KabupatenBogor,
Ade Ruhandi, mendesak agar Komisi A dan C mengusut status lahan yang
digunakan untuk proyek tersebut. “Statusnya harus jelas, apakah hibah dari PT
Buana Estate lalu diserahkan terlebih dahulu kepada pemda, atau langsung ke
pusat,” ungkapnya kepada Radar Bogor, kemarin
Menurut dia, Komisi A DPRD harus
menelusuri status hukum lahan. Sedangkan, Komisi C fokus terhadap letak
bangunan yang diduga berada di atas lahan serapan air.
Ia mengaku, tak ingin Pemkab
Bogor menjadi tumbal dalam proyek pusat. “Harus ada antisipasi sejak dini untuk
menghindari halhal yang tak diinginkan,” kata politisi Partai Golkar itu.
Dikatakannya, Kades Hambalang HM
Encep Dani pernah mengirimkan surat pada 9 Agustus 2010 kepada DPRD Kabupaten
Bogor agar membantu menindaklanjuti surat rekomendasi HGU PT Buana Estate
Dalam surat nomor 02/RKM/ VII/2010, kata dia, maksud dan tujuan pengajuan tanah HGU kepada PT Buana Estate dengan luas sekitar 220 hektare yakni untuk sarana pendidikan, keagamaan, kesehatan, pertanian dan pemakaman umum, karena mayoritas warga hidup sebagai petani.
Dalam surat nomor 02/RKM/ VII/2010, kata dia, maksud dan tujuan pengajuan tanah HGU kepada PT Buana Estate dengan luas sekitar 220 hektare yakni untuk sarana pendidikan, keagamaan, kesehatan, pertanian dan pemakaman umum, karena mayoritas warga hidup sebagai petani.
Lebih lanjut, ia mengatakan, lahan yang dikuasai dan digarap masyarakat seluas
250 hektare berada di Desa Hambalang 220 hektare, Tangkil 10 hektare dan
Sukahati 20 hektare. Ia menambahkan, lahan yang
dikuasai PT Buana Estate seluas 455,05 hektare berada di Desa Hambalang seluas
312,85 hektare, Tangkil 80,20 hektare dan Sukahati 62 hektare.
Kronologi Hambalang dan Perjalanan Anas
Besar Kecil Normal
Anas Urbaningrum dituding oleh M. Nazaruddin sebagai dalang
proyek pusat pelatihan atlet di Bukit Hambalang, Sentul, Jawa Barat.
Duit dari proyek Hambalang disebut oleh Nazar digunakan Anas untuk
memenangi pemilihan sebagai Ketua Umum Partai Demokrat di Bandung pada
2010.
Mei 2009
Nazar,
Anas, Dudung Puwadi, dan M. El Idris dari PT Duta Graha Indah menggelar
pertemuan di kawasan Casablanca, Jakarta Selatan. Pertemuan membahas
proyek Hambalang.
1 Oktober 2009
Anas ditunjuk menjadi Ketua Fraksi Demokrat di DPR pada 2009-2014.
Desember 2009
Di
pengadilan, Nazar mengaku dipanggil Anas dalam kapasitas sebagai
Bendahara Umum Demokrat. Nazar diminta berkoordinasi dengan Angelina
Sondakh, selaku koordinator anggaran di Komisi Olahraga DPR, dan
Mahyuddin, Ketua Komisi Olahraga.
Awal 2010
Rapat
di Kantor Menteri Pemuda dan Olahraga Andi Mallarangeng diikuti Nazar,
Mahyuddin, dan Angie. Hasil pertemuan disampaikan kepada Anas.
Januari 2010
Anas
meminta Nazar mempertemukan Angie dengan Mindo Rosalina Manulang,
Direktur Marketing PT Anak Negeri. Keduanya diharapkan bekerja sama
menggarap proyek Hambalang.
Mindo Rosalina melaporkan hasil pertemuan kepada Anas.
Februari 2010
Anas
meminta Nazar memanggil Ignatius Mulyono, anggota Komisi Pemerintahan
DPR, dan Kepala Badan Pertanahan Nasional Joyo Winoto untuk mengurus
tanah Hambalang. Joyo disebut ikut melancarkan penerbitan sertifikat
tanah Hambalang yang bermasalah.
April 2010
Nazar
mengatakan, Anas menyebut pemenang proyek Hambalang adalah PT Adhi
Karya, bukan PT Duta Graha Indah. Alasannya, PT Duta Graha tidak mampu
membantu Anas membiayai Kongres Demokrat sebesar Rp 100 miliar.
>>23 Mei 2010
Anas terpilih menjadi Ketua Umum Demokrat.
(iwan/als)
sumber lain: TEMPO.CO, Jakarta
Tidak ada komentar