header_ads

HAMBALANG GATE: Penggarap Lahan Hanya Terima Uang Kerohiman

HAMBALANG GATE - Pembangunan proyek Sport Center di Bukit Hambalang, Desa Hambalang, Kecamatan Citeureup, semakin mengentalkan kesan korupsi. 

Bukan hanya proses lelang dan pengerjaannya, tapi tahapan pembebasan lahan juga beraroma korupsi.

Sebagian penggarap yang menerima uang pembebasan lahan hanya menerima kompensasi Rp 1.000 per meter.

Pantauan dilapangan, transaksi pembebasan lahan hanya buat  membayar ganti rugi lahan garapan, sebab penggarap lahan hanya mendapat dana kompensasi senilai hasil bumi yang selama ini didapat.

Lahan garapan  di kawasan Hambalang dipatok berkisar Rp1.000 - Rp5000 per meter.  Tapi sejak adanya Sport Center, harganya langsung menjulang tinggi. Kini harga tanah di kawasan ini mencapai harga Rp200.000-Rp300.000 per meter. 

“Sebelumnya harga lahan warga yang memiliki akta dan girik, harganya Rp5.000-20.000 per meter, ” kata Ade Hidayat, Ketua RT 02/0 2, Desa Hambalang. Dia mengaku tidak tahu pasti soal pembebasan lahan itu.  

Sedangkan AW Ganjar, Kasi Hak Tanak dan HTBP  BPN Kabupaten Bogor mengatakan, sejak zama kolonila Belanda lahan di kawasan ini dikelola warga. Pada 1977 pengelolaan berubah saat PT Buana Estate milik Probosutedjo  mendapatkan sertifikat Hak Guna Usaha (HGU) seluas 7.050 ha.

Penguasaan lahan itu berdasarkan Keputusan Mendagri melalui Dirjen Agraria No. SK.I/HGU/DA/77 yang berakhir  31 Desember 2002. Pada 2008 Probustedjo kembali mengurus perpanjangan  HGU, namun tidak lagi seluas 7.050 ha. Pengurangan lahan sekitar seluas 32  ha ternyata  diambil alih Kementerian Pemuda dan Olah Raga (Kemenpora).

“Sesuai dengan surat permohonan Kemenpora ke BPN untuk membangun gedung Pendidikan dan Latihan Olahraga Pelajar,” katanya. Namun digugat Buana Estate di Pengadilan Tata Usaha Negara (PTUN) yang lalu memutuskan membatalkan permohonan perpanjangan HGU dan semua HGU.  Artinya Probosutedo dan Kemenpora juga harus mengembalikan lahan itu ke negara dan dapat digarap warga. Tapi,  Buana Estate ngotot minta dana kompensasi sesuai NJOP Rp 20.000 pe rmeter persegi. 

“Namun, penggantian 60 persen dari NJOP yang kala itu berkisar Rp 1.000-Rp5.000 bagi penggarap sudah sesuai ketentuan. Sedangkan untuk PT Buasa Estate tetap ngotot minta kompensasi  sesuai NJOP Rp 20.000,” katanya. 

Dia menampik jika pihaknya kala itu menghambat proses pembuatan sertifikat. Tapi, entah bagiamana pada era Menpora Andi Malarangeng sertifikat itu bisa keluar dan Buana Estate tifdak lagi mempermasalahkan tuntutan ganti ruginya.

Pasalnya, anggaran pembebasan lahan sekitar Rp 500 miliar. Sebab kala itu panitia pembebasan menetapkan harga tanah Rp 1 juta-Rp 2 juta per meter. Bila menurut harga lahan bagi penggarap berkisaran Rp 5.000 per meter dan bagi yang memiliki surta kepemilikan Rp 20.000 per meter seharusnya hanya berkisar Rp 10 miliar, bukan Rp 500 miliar. 


Anggota DPRD Kabupaten Bogor Angkat Bicara


Lantaran panitia menetapkan harga tanah dengan kisaran nilai jual obyek pajak (NJOP) tanah Rp1-2 juta. Anggaran pembebasan lahan tersebut masih aman, karena pagu anggaran pembangunan Sport Center yang disediakan pemerintah mencapai Rp1,52 triliun. 

Bila merunut harga tanah Rp200 ribu, maka panitia pengadaan mestinya cukup mengeluarkan biaya hanya sekitar Rp64 miliar. Bukan Rp500 miliar. Pembangunan pembinaan dan pengembangan olahraga di Desa Hambalang, Kecamatan Citeureup, terus mengundang perhatian berbagai pihak, tak terkecuali DPRD Kabupaten Bogor.

Wakil Ketua DPRD KabupatenBogor, Ade Ruhandi, mendesak  agar Komisi A dan C mengusut status lahan yang digunakan untuk proyek tersebut. “Statusnya harus jelas, apakah hibah dari PT Buana Estate lalu diserahkan terlebih dahulu kepada pemda, atau langsung ke pusat,” ungkapnya kepada Radar Bogor, kemarin

Menurut dia, Komisi A DPRD harus menelusuri status hukum lahan. Sedangkan, Komisi C fokus terhadap letak bangunan yang diduga berada di atas lahan serapan air.

Ia mengaku, tak ingin Pemkab Bogor menjadi tumbal dalam proyek pusat. “Harus ada antisipasi sejak dini untuk menghindari halhal yang tak diinginkan,” kata politisi Partai Golkar itu.

Dikatakannya, Kades Hambalang HM Encep Dani pernah mengirimkan surat pada 9 Agustus 2010 kepada DPRD Kabupaten Bogor agar membantu menindaklanjuti surat rekomendasi HGU PT Buana Estate

Dalam surat nomor 02/RKM/ VII/2010, kata dia, maksud dan tujuan pengajuan tanah HGU kepada PT Buana Estate dengan luas sekitar 220 hektare yakni untuk sarana pendidikan, keagamaan, kesehatan, pertanian dan pemakaman umum, karena mayoritas warga hidup sebagai petani.

Lebih lanjut, ia mengatakan, lahan yang dikuasai dan digarap masyarakat seluas 250 hektare berada di Desa Hambalang 220 hektare, Tangkil 10 hektare dan Sukahati 20 hektare. Ia menambahkan, lahan yang dikuasai PT Buana Estate seluas 455,05 hektare berada di Desa Hambalang seluas 312,85 hektare, Tangkil 80,20 hektare dan Sukahati 62 hektare. 


Kronologi Hambalang dan Perjalanan Anas
Besar Kecil Normal

Anas Urbaningrum dituding oleh M. Nazaruddin sebagai dalang proyek pusat pelatihan atlet di Bukit Hambalang, Sentul, Jawa Barat. Duit dari proyek Hambalang disebut oleh Nazar digunakan Anas untuk memenangi pemilihan sebagai Ketua Umum Partai Demokrat di Bandung pada 2010.

Mei 2009
Nazar, Anas, Dudung Puwadi, dan M. El Idris dari PT Duta Graha Indah menggelar pertemuan di kawasan Casablanca, Jakarta Selatan. Pertemuan membahas proyek Hambalang.

1 Oktober 2009
Anas ditunjuk menjadi Ketua Fraksi Demokrat di DPR pada 2009-2014.

Desember 2009
Di pengadilan, Nazar mengaku dipanggil Anas dalam kapasitas sebagai Bendahara Umum Demokrat. Nazar diminta berkoordinasi dengan Angelina Sondakh, selaku koordinator anggaran di Komisi Olahraga DPR, dan Mahyuddin, Ketua Komisi Olahraga.

Awal 2010
Rapat di Kantor Menteri Pemuda dan Olahraga Andi Mallarangeng diikuti Nazar, Mahyuddin, dan Angie. Hasil pertemuan disampaikan kepada Anas.

Januari 2010
Anas meminta Nazar mempertemukan Angie dengan Mindo Rosalina Manulang, Direktur Marketing PT Anak Negeri. Keduanya diharapkan bekerja sama menggarap proyek Hambalang.
Mindo Rosalina melaporkan hasil pertemuan kepada Anas.

Februari 2010

Anas meminta Nazar memanggil Ignatius Mulyono, anggota Komisi Pemerintahan DPR, dan Kepala Badan Pertanahan Nasional Joyo Winoto untuk mengurus tanah Hambalang. Joyo disebut ikut melancarkan penerbitan sertifikat tanah Hambalang yang bermasalah.

April 2010
Nazar mengatakan, Anas menyebut pemenang proyek Hambalang adalah PT Adhi Karya, bukan PT Duta Graha Indah. Alasannya, PT Duta Graha tidak mampu membantu Anas membiayai Kongres Demokrat sebesar Rp 100 miliar.

>>23 Mei 2010
Anas terpilih menjadi Ketua Umum Demokrat.

(iwan/als)


sumber lain:  TEMPO.CO, Jakarta

Tidak ada komentar

Diberdayakan oleh Blogger.