header_ads

Hj.Ade Munawaroh Ajak Masyarakat Peduli Lingkungan

CIBINONG - Ketua Komisi A DPRD Kabupaten Bogor, Ade Munawaroh, sangat konsisten terhadap pelestarian lingkungan hidup di wilayah kabupaten bogor.

Tata ruang di wilayah yang terbagi atas 40 kecamatan ini perlu diterapkan tanpa merusak keseimbangan alam dengan daya dukungnya.

Termasuk mendorong aparat penegak hukum untuk bertindak lebih keras kepada para pelaku penambangan liar. Ade beserta anggota Komisi A sering melakukan sidak ke lokasi-lokasi yang terbukti masuk kategori pertambangan ilegal.

Dalam beberapa Sidak yang pernah dilakukannya, Hj.Ade Munawaroh dan Komisi A belum dapat berbuat banyak dalam menghadapi aksi para pengusaha hitam yang menggerakkan roda usaha pertambangan liar di wilayah Kabupaten Bogor. Padahal  Ade telah menemukan puluhan pertambangan liar yang terus beroperasi sepeninggal rombongan Komisi A ke lokasi.

Menghadapi pertambangan liar di luar kawasan hutan pun, Ade seperti tidak berdaya. Apalagi kalau harus berhadapan dengan pertambangan liar yang lokasinya di areal yang dikelola Perum Perhutani, Ade sama sekali tidak berkutik. Komisi A seperti menyerahkan urusan pertambangan liar di dalam hutan kepada pemerintah pusat.

Ade mengeluhkan masih adanya kelompok warga yang berdiri di belakang pertambangan liar. Tidak peduli pertambangan itu tidak memiliki izin, warga membela habis-habisan keberadaannya dengan dalih menjaga keberlangsungan usaha mereka.

Beberapa waktu yang lalu, Ade dan rombongan Komisi A  melakukan kunjungan lapangan ke wilayah Kecamatan Gunungsindur Kabupaten Bogor . Di beberapa lokasi, Komisi A mendapati  kegiatan pengerukan tanah merah yang setelah diselidiki tidak memiliki izin pertambangan  dari dinas terkait. Ketika Komisi A menyampaikan ancaman penutupan, beberapa warga melakukan perlawanan.

Ketika  melakukan kunjungan itu, kami  dihadang oleh sejumlah warga yang mengaku sebagai pendukung pertambangan tersebut.  Beberapa warga mengacungkan senjata tajam. Tentu hal ini sangat memprihatinkan, apalagi  wilayah  Gunungsindur bukan merupakan kawasan tambang,” kata Ketua DPC PPP Kabupaten Bogor ini.

Atas kejadian tersebut,  Ade menyesalkan sikap aparat yang dianggapnya  lamban dalam menindaklanjuti temuan Komisi A. Dia telah melaporkan aktifitas penambangan liar di Gunungsindur dan ancaman fisik yang dihadapinya, namun aparat Polres Bogor tidak segera menanggapinya.

“Sampai sekarang belum ada tindakan dari kepolisian terhadap pertambangan di Gunungsindur itu.  Karena itu, melalui forum diskusi ini kami mendesak agar ada sikap yang tegas dari aparat untuk benar-benar serius mengambil langkah penegakan hukum,” kata Ade.

Pertambangan liar, ujar dia, bukan saja merugikan pemerintah karena pemiliknya tidak membayar pajak dan retribusi, melainkan juga menyusahkan masyarakat. Dalam hal ini, masyarakat jadi susah karena lingkungan tempat tinggalnya dirusak oleh kegiatan penambangan liar.

Sikap Ade inilah yang dikritisi Ketua GNPK Kabupaten Bogor M Sinwan MZ. Menurut Sinwan, tidak sepatutnya Ade curhat seperti itu. Sebagai wakil rakyat yang menangani urusan pemerintahan dan pertanahan, kata Sinwan, Ade dan Komisi A dapat berbuat banyak, misalnya segera menerbitkan Perda yang mengatur sanksi yang lebih keras dan tegas kepada pemilik pertambangan liar.

“Komisi A juga dapat mengusulkan pembentukan panitia khusus untuk membongkar habis jaringan pertambangan liar yang di dalamnya kemungkinan terdapat oknum pejabat dan aparat. Pokoknya segera berbuat, jangan cuma bisa mengeluh,” tandas Sinwan. (wahyudi)


Tata Ruang Puncak Inkonsistensi

Dekan Fakultas Pertanian IPB Ernan Rustiadi menilai, tata ruang Kawasan Puncak Kabupaten Bogor, mengalami inkonsistensi (tidak konsisten) dengan daya dukung lahan yang ada. Kondisi inilah yang menyebabkan terjadinya longsor dan banjir di wilayah Jabodetabek.

Menurut Ernan, kawasan Puncak seharusnya menjadi kawasan hutan, tapi kenyataannya saat ini justru menjadi hutan bangunan dan perkebunan.

“40 persen kawasan Puncak tidak sesuai dengan tata ruang. Di mana sejumlah kawasan tidak sesuai dengan peruntukannya, seperti wilayah hutan konservasi berubah menjadi perkebunan. Sementara lahan pertanian berubah fungsi menjadi lahan perumahan, villa dan bangunan lainnya,“ paparnya..   

Selain itu, lanjut Ernan, 39 persen lahan pemukiman di wilayah Puncak tidak sesuai dengan tata ruang. Begitu juga dengan perkebunan di kawasan tersebut 34 persen tidak sesuai RTRW.   

“Penyimpangan lahan terbesar terjadi pada lahan hutan lindung yang dijadikan perkebunan dengan luas lahan sebesar 900 hektar. Lahan hijau yang masih tersisa saat ini hanya 36 persen atau seluas 5.200 hektar. Tapi, jumlah ini tidak cukup untuk mengkoservasi wilayah hulu Jabodetabek," katanya.

Sementara itu, berdasarkan penilitian yang dilakukan Ernan, sejak 1999 hingga 2007 lahan hutan wilayah Puncak terus berkurang. Kini hanya tersisa 134 hektar.

Dia menambahkan, kondisi ini bila tetap dibiarkan akan menjadi ancaman besar bagi wilayah Jabodetabek.   

"Apalagi sekarang sedang musim hujan. Puncak musim hujan akan terjadi Februari. Diprediksikan, kondisi ini akan mengacam Jakarta, banjir bandang bisa saja terjadi dan longsor ikut mengancam," pungkasnya.   

Menanggapi hal tersebut, Bupati Bogor Rachmat Yasin mengatakan, masalah tata ruang memang merupakan persoalan utama Puncak. Selama ini Pemkab Bogor sudah berupaya untuk mengambil langkah-langkah strategis untuk mengatasinya walaupun masih terkendala beberapa hal.

“Kami sangat menyadari penataan kawasan Puncak merupakan hal yang sangat penting, namun langkah Pemkab masih banyak terkendala oleh hal-hal non teknis yang sudah ada sejak zaman orde baru dulu,“ katanya. (als)







Editor: Michelle
Email: beritabogor2002@ gmail.com



Tidak ada komentar

Diberdayakan oleh Blogger.