header_ads

Keberpihakan Pemerintahan Kepada Rakyat?

Memaknai Harkitnas dan Hari Lahir Pancasila untuk kedaulatan rakyat hakiki.

Kita semua mengetahui bahwa media massa, terutama televisi dan radio siaran memiliki tujuan utama mencerdaskan kehidupan bangsa.

Disamping bersikap netral, sudahkah peran itu dilaksanakan secara benar dan baik, benarkah penyiarannya selama ini membawa dampak positif terhadap kedaulatan rakyat?. 

Dalam momentum Hari Kebangkitan Nasional dan Hari Lahir Pancasila ini, marilah kita memaknainya dengan melakukan perubahan total pada diri kita untuk menjadi lebih amanah, bijaksana dan berkorban untuk sesama.

Sejarah panjang negeri ini mencatat perjuangan rakyat Indonesia belum usai, sementara cita - cita bangsa sebagaimana termaktub dalam Pembukaan Undang Undang Dasar (UUD) 1945 dan nilai - nilai Pancasila belum sepenuhnya terwujud.

Kata Pancasila berasal dari bahasa Sanskerta, Pañca berarti lima dan sila berarti prinsip atau asas. Pancasila merupakan rumusan dan pedoman kehidupan berbangsa dan bernegara bagi seluruh rakyat Indonesia.

Lima sendi utama penyusun Pancasila adalah Ketuhanan Yang Maha Esa, kemanusiaan yang adil dan beradab, persatuan Indonesia, kerakyatan yang dipimpin oleh hikmat kebijaksanaan dalam permusyawaratan/perwakilan, dan keadilan sosial bagi seluruh rakyat Indonesia, dan tercantum pada paragraf ke-4 Pembukaan Undang-undang Dasar 1945.

Pada era kemerdekaan terkenal dengan perjuangan merebut kekuasaan dari penindasan kaum kolonial yang telah mengorbankan jiwa dan raga serta darah para pejuang demi terlepas dari belenggu kesengsaraan rakyat selama lebih dari 350 tahun.

Memasuki era Orde Lama dibawah kepemimpinan Presiden Soekarno, perjuangan nasib rakyat belum terhenti melalui gerakan aktifis dan mahasiswa KAMI yang gencar memperjuangkan taraf kesejahteraan hidup rakyat dengan mengusung Tiga Tuntutan Rakyat, Tritura, yakni Bubarkan PKI beserta ormas-ormasnya, Perombakan kabinet Dwikora, Turunkan harga dan perbaiki sandang-pangan.

Selanjutnya diikuti oleh kesatuan-kesatuan aksi yang lainnya seperti Kesatuan Aksi Pelajar Indonesia (KAPI), Kesatuan Aksi Pemuda Pelajar Indonesia (KAPPI), Kesatuan Aksi Buruh Indonesia (KABI), Kesatuan Aksi Sarjana Indonesia (KASI), Kesatuan Aksi Wanita Indonesia (KAWI), dan Kesatuan Aksi Guru Indonesia (KAGI), serta didukung penuh oleh Angkatan Bersenjata.

Berlanjut di masa Orde Baru, Presiden Soeharto yang berlatar belakang militer juga belum menjawab tuntutan pada Pembukaan UUD 1945. Selama kurun waktu 32 tahun, pemerintahan bersikap otoriter dan wakil rakyat di DPR ketika itu diduga hanya bisa duduk, diam, duit. 

Sementara penegakan hukum dan pelanggaran HAM sarat mewarnai kehidupan berbangsa dan bernegara pada masa orde ini. Mulai dari pembungkaman mahasiswa dan aktifis melalui pembatasan kegiatan diskusi dan aksi, penculikan dan penangkapan mahasiswa dan aktifis, penembakan misterius, pemberedelan media massa, serta pemerintahan terpusat.

Kesengsaraan rakyat yang mulai tak terbendung saat krisis medera negeri ini mendorong aktifis dan mahasiswa untuk menggelar diskusi dan menggencarkan aksi, sehingga pecahlah Gerakan Reformasi. Dalam perjalanannya, proses reformasi yang berhasil digulirkan itu ternyata mulai disusupi oleh kepentingan orde baru dan politik yang hanya memperebutkan kekuasaan, sementara cita - cita reformasi berupa perubahan hidup rakyat dan pemerintah yang aspiratif belum terwujud.

Kini, selama 15 tahun terakhir ini cita - cita reformasi "mati suri". Pelanggaran HAM, pemerintah yang tidak aspiratif, perlindungan aparat keamanan teritorial dan rakyat masih mengkhawatirkan, lemahnya kualitas dan fungsi DPR, serta minimnya fungsi kontrol media massa menambah panjang penderitaan rakyat.  

Padahal, belum optimalnya fungsi pemerintahan terhadap keberpihakan kepada rakyat ini, tak terlepas dari peran media massa dan lembaga penyiaran televisi dan radio siaran guna menyampaikan berita – berita sesuai faktanya bukan lagi berita katanya. Artinya, menyampaikan berita tentang kehidupan rakyat yang masih terhimpit perekonomiannya maupun membongkar penyelewengan aparat yang merugikan Negara tanpa takut dibredel atau dimusuhi oleh oknum aparat pemerintahan. 

Jika, pada kenyataannya kedaulatan rakyat hanya sebatas retorika dan hanya me-ninabobo-kan rakyat, maka media massa yang berpeluang lebih dalam peran menyuarakan selantang - lantangnya untuk menegakkan kedaulatan rakyat.

Mengutip pepatah Presiden Soekarno, "Jangan Sesekali Melupakan Sejarah" dalam pengertian yang lebih mendalam mengenai hakikat kehidupan berbangsa dan bernegara. Dimana pemerintahan lahir melalui amanat rakyat, maka pemerintahan wajib berpihak kepada rakyat di Negara Kesatuan Republik Indonesia. 


Penulis: 
SABILILLAH
Pemerhati Radio dan Televisi (RTV

Tidak ada komentar

Diberdayakan oleh Blogger.