header_ads

Menyoal Nasib Petani

KOTA - Achmad Ruyat mengkritisi hubungan petani dengan pemerintahan.

Guna mewujudkan pembangunan yang berkelanjutan atau lebih populer disebut Sustainable Development, Wakil Walikota Bogor Achmad Ruyat mengharapkan hubungan Petani dan Pemerintah dapat berjalan lebih seimbang.  

Para petani didesak untuk dapat memiliki bargaining position dan nilai tambah. Hal ini dikatakan Ruyat dalam kesempatan Workshop Evaluasi Pola Hubungan Kemitraan Petani dan Pemerintah, Kamis (30/5/2013), di IPB ICC Bogor, Jalan Pajajaran Bogor. 

Workshop yang diselenggarakan oleh Kementrian Pertanian dihadiri oleh sekitar 50 petani yang tergabung dalam Kelompok Tani dan Kelompok Wanita Tani se-Kota Bogor.

Pola hubungan petani dan pemerintah yang ada, mulai dari vertical dominative dan diagonal, pola hubungan yang paling tepat adalah equal atau egaliter dan sederajat dalam konteks pembangunan yang berkelanjutan.

Pada jaman orde baru di mana strategi kebijakan ekonomi pertanian lebih mengarah pada trickle down effect. Yang mana mengakibatkan pertumbuhan ekonomi lebih dinikmati oleh golongan atas. Sehingga, mengakibatkan ketimpangan dan ketidakmerataan.



Petani tidak boleh lagi hanya menjadi buruh. Lahan-lahan pertanian menjadi kawasan industri dan petani tidak memiliki nilai tambah.

“Dalam konteks pembangunan berkelanjutan di Kota Bogor, dari waktu ke waktu lahan pertanian sudah terkonvensi menjadi lahan-lahan lainnya. Dari 1040 Hektar lahan pertanian kini hanya menyisakan sekitar 790 Hektar,” kata Wakil Walikota Bogor. (eka)






Editor: MICHELLE
Email: redaksiberitabogor@gmail.com

Tidak ada komentar

Diberdayakan oleh Blogger.