Vila Liar Nodai Program Konservasi
Kementerian Kehutanan (Kemenhut) mengakui banyaknya vila liar di Taman Nasional Gunung Halimun Salak (TNGHS) yang disewakan pemiliknya. Hal tersebut berdasarkan penyelidikan Ditjen Perlindungan Hutan dan Konservasi Alam Kemenhut.
Adanya aktivitas sewa-menyewa vila liar yang dianggap telah melanggar kesepakatan antara Kemenhut dan pemilik vila, membuat Menteri Kehutanan Zulkifli Hasan berang. Ia menilai, pemilik vila tak konsisten terhadap kesepakatan.
Ia menjelaskan, kendati banyak pelanggaran di kawasan TNGHS, Kemenhut tak bisa sporadis memberikan sanksi kepada pemilik vila liar. Ada proses dan pemberian sanksi yang harus dijalani sesuai peraturan yang ada.
“Kita tetap akan menertibkan, tapi secara bertahap,” tegas Zulkifli Hasan kepada Radar Bogor, saat menghadiri peresmian pembangunan pusat konservasi keanekaragaman hayati di kawasan PT Antam Pongkor, Kecamatan Nanggung.
Ia menegaskan, Kemenhut sangat serius menanggapi masalah ini. Pasalnya, kawasan yang kini banyak dihuni vila liar di TNGHS, khususnya di Kecamatan Pamijahan, akan dijadikan konservasi hutan lindung.
Lebih lanjut Zulkifli mengungkapkan, dalam proses penertiban, Perhutani tak bisa berjalan sendiri. Tapi butuh dukungan berbagai pihak, terutama pemda dan masyarakat sekitar.
Sementara itu, Ditjen Perlindungan Hutan dan Konservasi Alam Kemenhut, Darori mengungkapkan, saat ini vila liar di kawasan TNGHS masih diselidiki.
Darori mengaku, banyaknya vila liar yang disewakan bukan karena lemahnya pengawasan. Melainkan sikap pemilik vila yang tak juga mengindahkan keputusan Menhut.
“Kita selalu cek dan awasi serta menempatkan intel guna penyelidikan. Bila terbukti, akan ditindak,” pungkasnya.
Reboisasi
Menteri Kehutanan Zulkifli Hasan meresmikan pembangunan Pusat Konservasi Keanekaragaman Hayati Taman Nasional Gunung Halimun Salak (TNGHS) di kawasan TNGHS, Pongkor, Kecamatan Nanggung, Kabupaten Bogor, kemarin.
Pembangunan pusat konservasi ini karena pertimbangan TNGHS merupakan satu dari 51 taman nasional di Indonesia yang memiliki potensi keragaman hayati sangat tinggi. Selain itu, TNGHS sebagai perwakilan ekosistem hutan tropis pegunungan terluas di Pulau Jawa.
Pengelolaan TNGHS berdasarkan surat keputusan Menteri Kehutanan No.175/Kpts-II/20m3 tentang Penunjukan Kawasan TNGHS seluas kurang lebih 113.357 hektare.
“Penjabaran master plan pengembangan pengelolaan lebih detailnya akan didesain pada 2011,” ujar Zulkifli.
Pengelolaan keanekaragaman hayati pada TNGHS terdiri dari empat program. Yakni, program yang terkait status dan pemulihan degradasi lahan, pelestarian keanekaragaman hayati, pemberdayaan masyarakat dan pengembangan pemanfaatan keanekaragaman hayati serta kawasan.
Turunan dari empat kelompok program tersebut, menurut Zulkifli, mencakup subprogram berkelanjutan. Antara lain masterplaning, pembenihan, penanaman, pemberdayaan ekonomi sosial dan budaya masyarakat, konservasi flora fauna serta air, lingkungan, penelitian dan pendidikan yang penjadwalannya dibagi menjadi jangka pendek menengah dan panjang.
“Ini merupakan langkah konkret mudah-mudahan dalam dua tahun ke depan sudah bisa terwujud,”harapnya.
Sementara itu, Kepala Pusat Konservasi Keanekaragaman Hayati TNGHS, David Makers, menuturkan, peresmian dimulai dengan pembangunan Unit Pusat Penelitian dan Pendidikan Pohon dan Tanaman Asli (P4TA).
Diharapkan tak hanya sebagai pusat penelitian pohon dan tanaman asli, tapi juga dapat menjadi lokasi semacam “summer camp”, baik bagi mahasiswa dari berbagai institusi pendidikan ataupun luar negeri.
Anggaran pembangunan tersebut berasal tidak hanya dari Kementerian Kehutanan, namun juga berbagai donatur. “Dari Kementerian (Kehutanan) kita anggarkan Rp50 miliar,” jelas David.
Lahan yang digunakan tersebut disediakan PT Antam Tbk. Direktur Utama PT Antam, Alwin Syahlubis, berharap program ini bisa dijadikan contoh bagi perusahaan lain dengan mengembangkan wilayah tambangnya menjadi wisata alam dan tambang.
“Kami siap menyukseskan program ini bersama pemerintah, khususnya sebagai pusat biodiversity terbesar di Asia,”tandasnya.
Kegiatan konservasi ini, selain dilakukan penanaman pohon, juga diikuti dengan pelepasan elang jawa dan owa ke habitat aslinya di hutan hujan tropis. (bac/als)
Sumber: Radar Bogor
Foto: Inzet
Adanya aktivitas sewa-menyewa vila liar yang dianggap telah melanggar kesepakatan antara Kemenhut dan pemilik vila, membuat Menteri Kehutanan Zulkifli Hasan berang. Ia menilai, pemilik vila tak konsisten terhadap kesepakatan.
Ia menjelaskan, kendati banyak pelanggaran di kawasan TNGHS, Kemenhut tak bisa sporadis memberikan sanksi kepada pemilik vila liar. Ada proses dan pemberian sanksi yang harus dijalani sesuai peraturan yang ada.
“Kita tetap akan menertibkan, tapi secara bertahap,” tegas Zulkifli Hasan kepada Radar Bogor, saat menghadiri peresmian pembangunan pusat konservasi keanekaragaman hayati di kawasan PT Antam Pongkor, Kecamatan Nanggung.
Ia menegaskan, Kemenhut sangat serius menanggapi masalah ini. Pasalnya, kawasan yang kini banyak dihuni vila liar di TNGHS, khususnya di Kecamatan Pamijahan, akan dijadikan konservasi hutan lindung.
Lebih lanjut Zulkifli mengungkapkan, dalam proses penertiban, Perhutani tak bisa berjalan sendiri. Tapi butuh dukungan berbagai pihak, terutama pemda dan masyarakat sekitar.
Sementara itu, Ditjen Perlindungan Hutan dan Konservasi Alam Kemenhut, Darori mengungkapkan, saat ini vila liar di kawasan TNGHS masih diselidiki.
Darori mengaku, banyaknya vila liar yang disewakan bukan karena lemahnya pengawasan. Melainkan sikap pemilik vila yang tak juga mengindahkan keputusan Menhut.
“Kita selalu cek dan awasi serta menempatkan intel guna penyelidikan. Bila terbukti, akan ditindak,” pungkasnya.
Reboisasi
Menteri Kehutanan Zulkifli Hasan meresmikan pembangunan Pusat Konservasi Keanekaragaman Hayati Taman Nasional Gunung Halimun Salak (TNGHS) di kawasan TNGHS, Pongkor, Kecamatan Nanggung, Kabupaten Bogor, kemarin.
Pembangunan pusat konservasi ini karena pertimbangan TNGHS merupakan satu dari 51 taman nasional di Indonesia yang memiliki potensi keragaman hayati sangat tinggi. Selain itu, TNGHS sebagai perwakilan ekosistem hutan tropis pegunungan terluas di Pulau Jawa.
Pengelolaan TNGHS berdasarkan surat keputusan Menteri Kehutanan No.175/Kpts-II/20m3 tentang Penunjukan Kawasan TNGHS seluas kurang lebih 113.357 hektare.
“Penjabaran master plan pengembangan pengelolaan lebih detailnya akan didesain pada 2011,” ujar Zulkifli.
Pengelolaan keanekaragaman hayati pada TNGHS terdiri dari empat program. Yakni, program yang terkait status dan pemulihan degradasi lahan, pelestarian keanekaragaman hayati, pemberdayaan masyarakat dan pengembangan pemanfaatan keanekaragaman hayati serta kawasan.
Turunan dari empat kelompok program tersebut, menurut Zulkifli, mencakup subprogram berkelanjutan. Antara lain masterplaning, pembenihan, penanaman, pemberdayaan ekonomi sosial dan budaya masyarakat, konservasi flora fauna serta air, lingkungan, penelitian dan pendidikan yang penjadwalannya dibagi menjadi jangka pendek menengah dan panjang.
“Ini merupakan langkah konkret mudah-mudahan dalam dua tahun ke depan sudah bisa terwujud,”harapnya.
Sementara itu, Kepala Pusat Konservasi Keanekaragaman Hayati TNGHS, David Makers, menuturkan, peresmian dimulai dengan pembangunan Unit Pusat Penelitian dan Pendidikan Pohon dan Tanaman Asli (P4TA).
Diharapkan tak hanya sebagai pusat penelitian pohon dan tanaman asli, tapi juga dapat menjadi lokasi semacam “summer camp”, baik bagi mahasiswa dari berbagai institusi pendidikan ataupun luar negeri.
Anggaran pembangunan tersebut berasal tidak hanya dari Kementerian Kehutanan, namun juga berbagai donatur. “Dari Kementerian (Kehutanan) kita anggarkan Rp50 miliar,” jelas David.
Lahan yang digunakan tersebut disediakan PT Antam Tbk. Direktur Utama PT Antam, Alwin Syahlubis, berharap program ini bisa dijadikan contoh bagi perusahaan lain dengan mengembangkan wilayah tambangnya menjadi wisata alam dan tambang.
“Kami siap menyukseskan program ini bersama pemerintah, khususnya sebagai pusat biodiversity terbesar di Asia,”tandasnya.
Kegiatan konservasi ini, selain dilakukan penanaman pohon, juga diikuti dengan pelepasan elang jawa dan owa ke habitat aslinya di hutan hujan tropis. (bac/als)
Sumber: Radar Bogor
Foto: Inzet
Tidak ada komentar