header_ads

Perbukitan Ditepi Sungai Cisadane Bogor Mulai Dikikis

Kerjasama Pemerintah Kota Bogor dengan PT. Speedtrust Berkah Persada (PT.SBP) dalam Pembangunan dan Pengelolaan Sebagian Tanah di RPH Bubulak mulai dilaksanakan.

Pekerjan yang sempat dipertanyakan Anggota Komisi B DPRD Kota Bogor itu dapat dilihat dengan kasat mata dari atas jembatan penghubung jalan KH.Abdullah bin Nuh (Yasmin-Bubulak).

Deru mesin pengeruk tanah (excavator) ini dengan angkuhnya merengkuh tetumbuhan dan tebing diperbukitan tepian sungai Cisadane. Lokasinya terletak persis dibelakang lokasi UPTD RPH Terpadu Bubulak Kota Bogor.

Walikota Bogor Diani Budiarto mengatakan, Pemerintah Kota Bogor selama ini bersikap tertutup untuk bekerjasama dengan pihak ketiga dan hanya mengandalkan dari Anggaran Pendapatan Belanja Daerah (APBD).

Hal ini diungkapkan Diani Budiarto saat menyaksikan Penandatanganan Mou antara Pemerintah Kota Bogor dengan PT Speedtrust Berkah Persada.

“Pemerintah Kota Bogor melakukan terobosan-terobosan melalui pemanfaatan aset dan sumber daya yang ada, termasuk aset lahan di samping RPH Terpadu Bubulak,” ungkap Diani Budiarto kepada wartawan.

Penandatanganan Mou dilakukan oleh Pihak Pemerintah Kota Bogor yang diwakili Sekretaris Daerah Kota Bogor Bambang Gunawan dan Pihak PT Speedtrust Berkah Persada (SBP) Setyono Wibowo di Ruang Tengah Balaikota Bogor, Senin (2/5/2011) lalu.

Amanat Selama 30 Tahun

Komisaris Utama PT.SBP Rennier Abdulrahman Latief mengatakan, pihaknya meminta kepada Direksi secepatnya melakukan action untuk merealisasi kepercayaan yang sudah diberikan Pemkot Bogor.

Beberapa isi perjanjian disebutkan, PT.SBP berhak memanfaatkan tanah seluas 19.275m persegi.

Tanah tersebut berada di sebelah utara RPH Terpadu Bubulak. Tanah dengan nilai Rp 4,24 milyar tersebut akan dimanfaatkan dalam bentuk Bangun Guna Serah (BGS) berupa kandang sapi, berikut sarana dan prasarana penunjangnya selama 30 tahun, terhitung sejak ditandatanganinya MoU tersebut.

Disebutkan, PT.SBP berkewajiban membangun kandang sapi berikut sarana dan prasarananya sebesar Rp3,5 milyar. PT.SBP juga berkewajiban mengelola kandang sapi tersebut, termasuk melakukan pengadaan impor sapi sebagaimana diatur dalam penetapan kuota impor oleh Pemerintah Pusat.

PT.SBP juga berkewajiban melakukan proses penggemukan sapi dan penjualan sapi sebagaimana rencana bisnis yangsudah disepakati. PT.SBP juga berkewajiban membayar retribusi atas pemanfaatan kandang sapi berikut sarana dan prasarana penunjangnya.

Pengelolaan tersebut juga harus memenuhi syarat pengelolaan yang baik dengan di dukung oleh manajemen yang profesional. Setelah tanggal 1 Mei 2041, tanah beserta seluruh aset diatasnya, wajib diserahkan kepada Pemerintah Kota Bogor dalam keadaan baik. Pembangunan ditetapkan paling lama tanggal 2 Mei 2012. Sedangkan pengelolaan ditetapkan sampai waktu perjanjian berakhir.

Belum Minta Ijin DPRD

Anggota Komisi B DPRD Kota Bogor Budi Sulistio mempertanyakan kerjasama antara RPH Terpadu Bubulak dengan PT .SBP yang ditandatangani. “Kerjasama dalam bentuk pembangunan dan pengelolaan tanah seluas 19.275 m2 itu belum meminta izin ke DPRD,” kata Budi Sulistio kepada wartawan.

Dirinya mengungkapkan, anggota Komisi B belum pernah menerima permohonan izin dari Pemerintah Kota Bogor terkait kerjasama RPH itu. Padahal, sesuai Pasal 9 Peraturan Pemerintah (PP) No 50 Tahun 2007 tentang Kerjasama Daerah, rencana kerjasama pemerintah daerah dengan pihak ketiga harus mendapat persetujuan DPRD.

Bukan hanya itu, kerjasama juga diduga melanggar prosedur karena tidak melakukan proses tender dalam memilih pihak ketiga. “Sesuai Permendagri No 17 Tahun 2007 pada Pasal 41, untuk memilih pihak yang akan diajak bekerjasama haruslah melalui proses tender atau lelang,” tambah Budi Sulistio, Selasa (10/6/2011).

Sudah Sesuai Prosedur

Kerjasama Pemerintah Kota Bogor dengan PT Speedtrust Berkah Persada tentang Pembangunan dan Pengelolaan Sebagian Tanah di RPH Bubulak sudah prosedural. Hal itu ditegaskan Kepala Bagian Hukum, Sekretariat Daerah Kota Bogor, Ida Priatni SH, menanggapi pandangan anggota Komisi B DPRD Kota Bogor yang menyatakan kerjasama tersebut telah melanggar prosedur, karena tidak ada izin dari DPRD.

“Sebelum kerjasama itu disepakati, kami sudah berkonsultasi dengan Kementrian Dalam Negeri RI,” katanya, Senin (16/6/2011).

Pada konsultasi tersebut diperoleh penjelasan, kerjasama pemanfaatan aset barang milik daerah memang tidak memerlukan izin DPRD. Izin dimaksud diperlukan hanya dalam konteks pemindahtanganan aset/barang milik daerah, melalui mekanisme jual beli, hibah, tukar menukar dan penyertaan modal daerah.

Sedangkan dalam konteks pemanfaatan aset seperti sewa, pinjam pakai, bangunan guna serah dan bangunan serah guna serta kerjasama pemanfaatan, tidak memerlukan persetujuan DPRD.

Ketentuan tersebut adalah ketentuan yang tertuang di dalam Permendagri Nomor 17 tahun 2007 tentang Pedoman Teknis Pengelolaan Barang Milik Daerah yang merupakan turunan dari PP Nomor 38 Tahun 2008 tentang Perubahan atas PP Nomor 6 tahun 2007 tentang Pengelolaan Barang Milik Negara/Daerah.

Mengenai PP 50 Tahun 2007 yang dianggap telah dilanggar, menurut Ida adalah peraturan perundang-undangan yang bersifat umum tentang tatacara pelaksanaan kerjasama daerah..

Sedangkan untuk kerjasama bidang barang/aset daerah, harus merujuk pada perundangan yang bersifat khusus, yaitu PP Nomor 38 Tahun 2008 tentang Perubahan atas PP Nomor 6 tahun 2007 tentang Pengelolaan Barang Milik Negara/Daerah yang kemudian dilengkapi dengan Permendagri Nomor 17 Tahun 2007 tentang Pedoman Teknis Pengelolaan Barang Milik Daerah.

Ida juga menjelaskan, Panitia Lelang BGS TPH Terpadu Bubulak sudah menempuh tahapan sebagaimana diamanatkan PP 6/2006 jo PP38/2008 dan Permendagri 17/2007, mulai dari tahap perencanaan sampai dengan tahap pemenang lelang.

“Semua itu dilengkapi bukti-bukti surat, hasil studi kelayakan, berita acara, dokumen lelang dan hasil penaksiran,” tambahnya kepada beritabogor. (als)

Tidak ada komentar

Diberdayakan oleh Blogger.