header_ads

Bogor Presidential Palace

Bogor Presidential Palace is located in the Village Paledang, Middle District of Bogor City, the City of Bogor, West Java, around 60 kilometers from Jakarta or 43 kilometers from Cipanas.
The palace is on the ground berkultur flat, covering an area of approximately 28.86 acres, at an altitude of 290 meters above sea level, belong to the city is temperate, with cool air is very suitable for resort. Nature around the palace is beautiful and comfortable, laid out pages made to appear like a green carpet spread out around the palace buildings.
After the eye could see, stretched a fresh verdant expanse of grass, which dirindangi by the thick leaves of various trees consists of 346 species of trees; Five hundred and ninety-one spotted deer (Axis-axis) sweet clustered here and there; swimming-pool decorated with lotus flowers and water tinge.

Historical Presidential Palace in Bogor originated from the Governor General of the Netherlands named GW Baron van Inhoff, seeking a resting place and managed to find a guesthouse (August 10, 1744), named Buitenzorg (meaning free of problems / difficulties). He himself sketched and built (1745-1750) modeled after the architecture Blehheim Palace, residence of the Duke of Malborough, near the city of Oxford in England.

However, disaster struck on October 10, 1834 earthquake that shook the palace was heavily damaged. During the administration of Governor-General Albert van Twist Duijmayer Yacob (1851-1856) the old building was demolished and the rest of the quake was built by taking the IX century European architecture. Then in 1870, Buitenzorg Palace designated as the official residence of the Governor-General of the Netherlands.

Buitenzorg palace's last occupant was the Governor-General van Starkenborg Tjarda Stachourwer who was forced to hand over the palace to General Imamura, pemeritah Japanese occupation. However, history has recorded as many as 44 Dutch governor-general had been a resident of this palace. After independence, the Presidential Palace in Bogor (1950) came into use by the government of Indonesia.


Istana Bogor

Istana Kepresidenan Bogor terletak di Kelurahan Paledang, Kecamatan Kota Bogor Tengah, Kotamadya Bogor, Jawa Barat, di sekitar 60 kilometer dari Jakarta atau 43 kilometer dari Cipanas.

Istana ini berada di atas tanah berkultur datar, seluas sekitar 28,86 hektar, di ketinggian 290 meter dari permukaan laut, tergolong ke dalam kota beriklim sedang, dengan hawa sejuk sangat sesuai untuk peristirahatan.

Alam disekitar istana ini indah dan terasa nyaman, halamannya ditata seakan-akan tampak laksana permadani hijau yang terhampar mengelilingi bangunan istana. Selepas mata memandang, terbentang hamparan rumput yang segar menghijau, yang dirindangi oleh lebatnya aneka daun pepohonan terdiri dari 346 jenis pohon; Lima ratus sembilan puluh satu ekor rusa tutul (Axis-axis) manis bergerombol kesana-kemari; kolam-kolamnya berhias bunga teratai dan air semburat.

Riwayat Istana Kepresidenan Bogor bermula dari Gubernur Jenderal Belanda bernama G.W. Baron van Inhoff, yang mencari tempat peristirahatan dan berhasil menemukan sebuah pesanggrahan (10 Agustus 1744) yang diberi nama Buitenzorg (artinya bebas masalah/kesulitan). Dia sendiri membuat sketsa dan membangunnya (1745-1750) mencontoh arsitektur Blehheim Palace, kediaman Duke of Malborough, dekat kota Oxford di Inggris.

Namun, musibah datang pada tanggal 10 Oktober 1834 gempa bumi berat mengguncang sehingga istana tersebut rusak berat. Pada masa pemerintahan Gubernur Jenderal Albertus Yacob Duijmayer van Twist (1851-1856) bangunan lama sisa gempa itu dirubuhkan dan dibangun dengan mengambil arsitektur Eropa Abad IX.

Kemudian pada tahun 1870, Istana Buitenzorg ditetapkan sebagai kediaman resmi para Gubernur Jenderal Belanda. Penghuni terakhir Istana Buitenzorg itu adalah Gubernur Jenderal Tjarda van Starkenborg Stachourwer yang terpaksa harus menyerahkan istana ini kepada Jenderal Imamura, pemeritah pendudukan Jepang.

Akan tetapi, riwayat telah mencatat sebanyak 44 gubernur jenderal Belanda pernah menjadi penghuni istana ini. Setelah masa kemerdekaan, Istana Kepresidenan Bogor (1950) mulai dipakai oleh pemerintah Indonesia.

Gedung Induk Ruang Kerja

Ruang Kerja Istana BogorFungsi utama Istana Kepresidenan, pada masa penjajahan Belanda istana berfungsi sebagai tempat peristirahatan. Namun setelah jaman kemerdekaan berubah menjadi kantor kepresidenan dan kediaman resmi Presiden Republik Indonesia.


Sejalan dengan fungsinya pernah terjadi di Istana Kepresidenan Bogor, antara lain :

  1. Konferensi Lima Negara (28-29 Desember 1954)
  2. Penandatanganan Surat Perintah Sebelas Maret 1966 lebih dikenal dengan Supersemar.
  3. Pembahasan masalah konflik Kamboja yaitu Jakarta Informal Meeting (JIM)
  4. Pertemuan Para Pemimpin APEC (15 November 1994).

Bagian-bagian Istana Kepresidenan Bogor, Gedung Induk terdiri dari Ruang Garuda sebagai Ruang Resepsi; Ruang Teratai berfungsi sebagai Ruang Penerima Tamu; Ruang pemutaran film; Ruang Kerja Presiden; Ruang Perpustakaan; Ruang Famili dan Kamar Tidur; Ruang Tunggu Menteri yang akan mengikuti acara.

Gedung Utama Saya Kiri terdiri dari Ruang Panca Negara pernah berfungsi sebagai persiapan Konfrensi Asia Afika di Bandung; Kemudian Ruang Tidur dan Ruang Tengah sebagai tempat menginap Presiden, Tamu Negara, dan Tamu Agung.

Gedung Utama Sayap Kanan berfungsi sebagai tempat menginap para Presiden sebagai tamu Negara berikut tamu Negara dan tamu lainnya. Paviliun Sayap Kiri berfungsi sebagai kantor Rumah Istana Bogor, sedangkan Paviliun Sayap Kanan sebagai tempat menginap para pejabat dan staf tamu Negara.

Bahkan pada tahun 1964 dibangun khusus untuk istirahat Bapak Presiden dan keluarganya, yang dikenal dengan nama Dyah Bayurini. (BBC)

Tidak ada komentar

Diberdayakan oleh Blogger.