header_ads

AS Belajar Program Ramah Lingkungan Di Kota Bogor

KOTA BOGOR terpilih sebagai salah satu kota di Indonesia yang memiliki program penanganan perubahan iklim yang mumpuni.  
Untuk itu, Delegasi Proffesional Fellow untuk perubahan iklim dari Amerika Serikat, Rabu (14/3/2012) melakukan studi banding terhadap program-program penanganan perubahan iklim yang sudah diterapkan di Kota Bogor, seperti bio diesel, shift angkot dan lubang biopori.
Kunjungan Delegasi Proffesional diterima langsung oleh Sekretaris Daerah Kota Bogor Bambang Gunawan di Ruang Rapat III Balaikota Bogor, Jalan Juanda 10 Bogor. Ketua Delegasi Sean H. McLendon beserta tiga peserta delegasi disambut sejumlah pejabat terkait yang menangani masalah perubahan iklim di Kota Bogor. Seperti Kepala Dinas Kesehatan Kota Bogor dr. Rubaeah, Kepala Dinas Kebersihan dan Pertamanan Kota Bogor Daud Nedo Daneroh, Kepala Badan Pengelolaan Lingkungan Hidup Kota Bogor Lilis Sukartini, dan Kepala Dinas Lalu Lintas dan Angkutan Jalan Kota Bogor Suharto.  
“Merupakan penghargaan bagi kami bisa hadir di sini. Kami merupakan anggota Climate Change Fellowship untuk mengetahui lebih lanjut sambil menimba ilmu tentang lingkungan hidup dan perubahan iklim,” kata Sean. 
Dalam kunjungan, Koordinator Lingkungan Hidup dari Michigan Matthew Naud tertarik dengan penanganan transportasi di Kota Bogor, seperti penerapan bio diesel, shift angkot, juga kondisi perparkiran di Kota Bogor. “Kalau di Amerika, sudah tidak ada lagi parkir di pinggir jalan. Bila ada yang melanggar, maka akan dikenakan denda US$ 300. Mahalnya harga bahan bakar  juga membuat warga di sana tidak memakai kendaraan pribadi, tetapi memilih transportasi umum,” ungkap Matthew. 
Suharto menjelaskan bahwa perilaku parkir di pinggir jalan belum dapat direduksi karena minimnya sarana gedung parkir. Suharto juga menjelaskan sejumlah kebijakan yang sudah dilakukan di Kota bogor untuk mengurangi jumlah kendaraan di jalan. Seperti program shift angkot, penerapan bus transpakuan, hingga rencana kenaikan tarif parkir menjadi tiga kali lipat. “Bus tranpakuan akan mengakomodasi kebutuhan masyarakat akan transportasi. Di mana keberadaan satu bus transpakuan akan mensubsitusi enam angkutan umum yang ada di Kota Bogor,” ujar Suharto. 
Perwakilan Asosiasi Pemerintah Kota Seluruh Indonesia (Apeksi) Ahmad Suhijiah mengatakan bahwa dari 98 Kota di Indonesia, Kota Bogor dan Yogjakarta yang lolos seleksi. Kedua kota tersebut merepresentasikan kota yang memiliki program penanganan perubahan iklim yang menarik.  “Banyak program penanganan perubahan iklim di Kota Bogor yang menarik dan mendukung,” kata Ahmad. (dian)

Ahmad menjelaskan sejumlah program penanganan perubahan iklim yang menarik di Kota Bogor, yang tidak ditemukan di kota lainnya. Seperti pemakaian bio diesel sebagai bahan bakar pengganti untuk menjalankan bus transpakuan. Atau program pengeboran lubang biopori yang diterapkan di perumahan. (ice) 

Tidak ada komentar

Diberdayakan oleh Blogger.