Kisah Dibalik Kebun Teh Puncak
CISARUA - Keberadaan makam-makam Belanda yang sudah berusia ratusan tahun ternyata tidak
menjadi perhatian bagi warga dan pemerintah setempat. Seperti yang Nampak di
pemakaman di Kebon Jahe, Desa Citeko, Kecamatan Cisarua ini.
Terbengkalai dan
tidak tidak terawat. Dinding tembok tidak terawat Bahkan batas luar pagarnya
pun sudah penuh dengan warung dan hunian warga. Jemuran baju warga pun
bergelantungan di sela-sela tiang Makam. Area kosong yang mestinya rapi,
sekarang malah di tanami Singkong dan Pisang. Makam – makam itu rata-rata di
bangun pada tahun 1800-an, ada kurang lebih 7 makam di lokasi ini.
Bangunannya
sudah banyak yang retak dan bengkah. Hanya ada satu yang kelihatan terawat. Patung
marmer yang menghiasi makam pun sudah banyak yang patah dan hilang, Padahal
menurut cerita patung Marmer itu berasal dari Italy. Begitu pula dengan tiang besi yang menjadi tiang dan
atapnya.
Menurut
salah satu warga yang tinggal di sekitar makam, pihak keluarga masih sering
datang ke makam. “ menjelang Lebaran kemarin salah satu keluarga ada yang
kesini” terang Wahyu, salah satu pemuda yang tinggal di depan pintu masuk
Makam. “Makam ini adalah makam para pendiri Kebun Teh” tambahnya. Hal senada
juga di sampaikan oleh Bapak Iman, salah seorang warga Citeko yang banyak tahu
tentang sejarah keluarga pendiri Kebun Teh tersebut. “Sebagian keluarganya
masih banyak yang tinggal di seputaran Cisarua, khususnya di Desa Paragajen,
Dekat Taman Safari ” terangnya.
Icank,
Salah satu staff AgroWisata Gunung Mas yang dihubungi melalui Selular
menyampaikan “ Kalau Makam pendiri PTPN VIII ada di Arca Domas, kalau yang di
Kebun Jahe Desa Citeko kemungkinan pendiri Kebun Teh Cisarua Selatan yang dulu
pabriknya dekat Pasar Cisarua, sekarang Menjadi Pafesta”. Namun menurut Icank
itu perlu di perdalam lagi supaya lebih valid Informasinya.” Karena kalau
Perkebunan Teh Cisarua Selatan sekarang sudah tidak ada” tambahnya.
Bagi
sebuah tempat wisata, tentu produk-produk / bangunan-bangunan yang sudah
berusia ratusan tahun itu bisa dijadikan asset pariwisata. Apalagi dalam cerita
masyarakat bahwa makam-makam itu adalah makam para pendiri Perkebunan Teh yang
sekarang menjadi ikon wisata Puncak. Belum ada perhatian khusus dari pihak perkebunan
selaku penerus perusahaan terhadap keberadaan makam-makam bersejarah itu.
Seperti yang disampaikan Irsan Utoyo, Budayawan Puncak yang tinggal di Cipayung
Datar, Kecamatan Mega Mendung, Kabupaten Bogor “ Ternyata di Puncak ada ya
bangunan – bangunan tua seperti makam itu, sangat disayangkan peninggalan yang
begitu bersejarah bagi keberadaan Puncak, khususnya kebun Teh, tapi tidak ada
yang memperhatikan sama sekali”.
Meski
tempatnya kecil, namun bila di tata dengan baik tentu akan mempunyai warna tersendiri
tersendiri bagi obyek/situs-situs budaya di wilayah Puncak. Apalagi sekarang
sedang banyak orang yang menjadikan bangunan-bangunan tua sebagai obyek wisata.
Beberapa Komunitas berdiri, seperti yang ada di ibukota. Nah sudah semestinya
dan saatnya kita semua mulai menghargai situs-situs yang ada di sekitar kita.
Kenalilah budaya dan alam di sekitar kita. (cj)
Bangsa yang besar adalah yang mampu menghargai peninggalan sejarahnya
BalasHapus