header_ads

DPRD Kota Bahas Nama Jalan Aksara Sunda


KOTA BOGOR - Dewan Perwakilan Rakyat Daerah Kota Bogor mempertimbangkan untuk memberikan penamaan jalan di Kota Bogor dengan Aksara Sunda. Selain demi konteks kearifan lokal, penggunaan aksara sunda dapat menjadi upaya melestarikan budaya sunda dan memberi pendidikan bagi generasi muda.

Usulan penamaan jalan dengan aksara sunda sudah digulirkan oleh Pemerintah Kota Bogor awal April lalu dalam usulan Rancangan Peraturan Daerah (Raperda) pedoman pemberian nama jalan. Untuk itu, dewan sepakat membentuk Panitia Khusus (Pansus) Raperda Pedoman Pemberian Nama Jalan yang diketuai oleh Agus Sulaksana.

Dalam pemandangan umum, Fraksi Partai Demokrat berpendapat agar perlunya memperhatikan dan memasukkan muatan lokal dalam menentukan pemberian nama.
”Kriteria kelas jalan perlu disinergikan dengan kriteria-kriteria utama pada penamaan jalan, dapat berupa kriteria tokoh nasional, regional, lokal terus berjenjang ataupun beragam ciri khas yang mempertimbangkan unsur sosial, budaya dan kultur yang ada,” ujar Dodi Setiawan.

Sementara, Fraksi Golkar Hanura mengapresiasi penamaan jalan arteri maupun nasional untuk diabadikan dengan nama pahlawan guna menghargai jasa para pahlawan lokal. Khususnya nama pahlawan lokal yang belum banyak diketahui publik. Demikian halnya penamaan jalan yang mengandung unsur kedaerahan.

“Namun demikian tentunya harus disesuaikan dengan pengabdian dan perannya bagi Kota Bogor, serta mengakomodir para tokoh masyarakat, tokoh pejuang dan organisasi kemasyarakatan. Terkait dengan masih banyak nama-nama jalan yang sama dengan nama tempat atau nama kelurahan perlu disesuaikan sebagaimana dimaksud pasal 5, pasal 6 dan pasal 7 Rancangan Peraturan Daerah yang kita bicarakan ini,” Faizal Alatas.

Terkait dengan pembuatan dan pemasangan nama jalan, Fraksi GABP mendukung adanya penulisan nama jalan dalam aksara sunda dalam rangka melestarikan nilai budaya bangsa. Hal ini dianggap mencerminkan bahwa masyarakat Kota Bogor menghargai budayanya dan senantiasa menjaga dan melestarikan budayanya.

“Namun terkait dengan tata cara pemberian nama jalan, perlu diperhatikan karakteristik dan kekhasan daerah. Juga perlu dipertimbangkan nilai historis dan sosiologisnya, sehingga pemberian nama jalan yang diusulkan oleh organisasi kemasyarakatan, tokoh masyarakat, keluarga tokoh pejuang dan perusahaan pengembang perumahan, memiliki dasar dan nilai filosofi yang dapat dijelaskan kepada generasi-generasi selanjutnya,” tambah Suparman Supandji.

Sementara itu, R Laniasari dari FPDIP mengingatkan agar pencatuman nama tokoh pejuang/masyarakat yang dianggap berjasa bagi Negara dan Bangsa benar-benar harus akurat dari sisi penulisan ejaan/huruf. Seperti pencatuman nama dr.SUMERU di Kecamatan Bogor Barat, bukan Jl. SEMERU seperti yang dikenal oleh masyarakat saat ini.

”Dr.SUMERU menurut sumber dari RS Marzuki Mahdi adalah dokter ahli jiwa pertama bangsa Indonesia (suku Jawa). Tradisi Jawa dalam memberI nama putera atau puterinya selalu diawali kata  “SU” (SOE) yang artinya “Baik/Bagus”, penulisan/pencatuman Jl. SEMERU, itu berarti menunjukkan bukan nama orang tapi nama gunung,” ingat Lania.
Sedangkan Ani Sumarni dari FPKS mengingatkan agar nama Jalan sebagai orientasi haruslah memudahkan masyarakat untuk segera mengenali wilayahnya.

“Fraksi Keadilan Sejahtera memandang pedoman pemberian nama jalan ini tidak hanya bertujuan untuk memudahkan pengenalan nama jalan, namun juga menjadi langkah penting untuk mengokohkan jatidiri Kota Bogor sebagai “Kota Beriman”. tambah Ani. (chris)

Tidak ada komentar

Diberdayakan oleh Blogger.