header_ads

Sunyoto: "Kang..."


Kang...
Sebuah kata yang menjadi asing saat ini. Modernisasi dan industrialisasi menghilangkan arti kesederhanaan kata itu. Kasta  didunia demokrasi yang kita dewakan  saat ini dianggap  haram, ternyata justru menyumpal mulut kita sehari-hari. Sehingga kita tidak sadar  bahwa kita hidup di dunia yang mendewakan sebuah Kasta dan batas. Kita terbelenggu, kita menjadi kaku dan kita kadang menjadi gagu.

Kang...
Hanya sebuah kata, sederhana, dan mestinya tidak pula asing di telinga kita. Sunda dan jawa hampir tak jauh beda. Hanya kesederhanaan dan kerumitan yang membuat kelihatan berbeda. Jawa dengan kata Mas, Sunda dengan kata kang. Namun dari sisi lain jawa lebih rumit dalam sebuah alat dan hasil, sementara sunda lebih sederhana terhadap keduanya. Namun keduanya mempunyai cita rasa dan nilai tinggi yang tidak bisa saling disandingkan.

Kang...
Bagi seorang Daday Iskandar, Tokoh masyarakat Cisarua, mempunyai arti khusus. Arti tentang kesederhanaan, arti tentang keakraban dan arti tentang keterbukaan. Dengan keyword kang,  seseorang akan nampak lebih akrab, seseorang akan lebih dekat dan seseorang akan terasa menghargai. Tapi orang tidak terbayang, betapa rumitnya membongkar kata kang dalam kehidupan sehari-hari.

Bahkan, mungkin juga terasa asing pula bila kita bayangkan setiap hari,  khususnya generasi muda saling sapa dengan kata “ kang”. Padahal dengan saling sapa dengan “kang” sauasana lebih cair dan gaul. Dengan “kang” , luntur bahkan hilang, sekat-sekat kesungkanan, sekat-sekat kecanggungan, sekat-sekat strata sosial dan lain sebagainya.

Arti kang dalam bahasa sunda hanyalah  panggilan buat kakak laki-laki.  Maka pada saat kita memakai kata ” kang” sebagai panggilan pada teman/saudara maka itu sudah bermakna penghormatan dan persaudaraan. Sangat sederhana, tapi, cobalah, maka suasana pun akan lebih akrab dan cair. Hilang semua batas.

Saat ini kita terjebak pada kata-kata dan perilaku “dunia lain”. kita lupa dengan kesepakatan yang di buat para leluhur. Bahkan sebutan “kang” pun hampir tidak kita dengar  dalam kehidupan sehari-hari. Orang merasa lebih kelihatan  nyaman dengan panggilan “balutan” status yang berasal dari budaya lain. Padahal kita memiliki budaya yang jauh lebih membumi, hasil karya para leluhur kita sendiri. Kenapa tidak kita gali kembali  harta karun itu.

Kang...
Hanyalah sebagian kecil dari harta karun itu. Kang bisa jadi  satu kata yang bisa memberikan sentuhan persahabatan. Masih banyak lagi makna dari kata “kang”. Saya hanya bisa merasakan kedahsyatan kata “ kang “ dalam berkomunikasi sehari-hari bersama teman. Tapi itu luar biasa, dengan kang saya sudah tidak melihat lagi jabatan teman saya itu apa. Dengan sebutan “kang”, saya sudah tidak melihat lagi usia mereka berapa. Semua bisa cair dalam komunikasi dan percakapan yang hangat.

Itulah kekuatan dan kedahsyatan serta kenyamanan kata “kang “ yang saya rasakan. hidup terasa lebih bebas. Tapi “ kang”  akan terasa hambar bila tidak disertai dengan sentuhan perasaan dan jiwa. Lalu knapa tidak kita budayakan kembali kekayaan Budaya para leluhur kita. Agar kita tahu jati diri kita. Agar kita tahu siapa diri kita.

Kang....



(sunyoto)

Tidak ada komentar

Diberdayakan oleh Blogger.