header_ads

Pemkot Tingkatkan Penataan Transportasi

KOTA BOGOR -Kota adalah cerminan masyarakat. Bila masyarakat berubah, maka kota akan berubah.

Begitu juga Bogor, kota yang memiliki sejarah panjang sejak jaman kerajaan Pakuan Pajajaran yang kini memasuki hari jadinya yang ke 530 tahun, tentunya telah banyak perubahan.

Namun di antara “landmark” kota tua ini, yang paling terkenal selain Batu Tulis peninggalan Kerajaan Pakuan Pajajaran, tentu saja Istana Bogor, Kebun Raya Bogor,  kampus  Institut Pertanian Bogor atau IPB dan sejumlah lembaga Penelitian dibidang Botani. Jadi tidak heran Kota ini memiliki moto juang “Dinukiwari ngancik nubihari, seuja ayeuna samperenjaga” (Apa yang kita nikmati sekarang adalah hasil karya para pendahulu, dan apa yang kita kerjakan kini untuk menyongsong masa depan).



Kota Bogor Terlambat Mengidentifikasi Diri
 
Banyak kalangan mengakui bahwa dalam kurun waktu 50 tahun, kota ini berkembang sangat pesat bila diukur dari meluasnya daerah daerah permukiman. Menurut data penduduk Kota Bogor sekitar tahun 1950-an hanya kisaran 200.000-an jiwa, namun sekarang ini jumlahnya sudah melampaui angka satu juta jiwa.  Kendati pesatnya perkembangan tersebut, pemkot Bogor tidak mampu membangun infrastruktur jalan. Oleh sebab itu, kota yang sempat mendapat Penghargaan Adipura ini dalam hal pembangunan infrastruktur jalan masih tertinggal dengan kota-kota lainnya di Jawa Barat.

Memang pembangunan infrastruktur memiliki peranan positif terhadap ekonomi, baik  dalam jangka pendek menciptakan lapangan kerja,maupun  dalam jangka menegah dan panjang akan mendukung peningkatan efisiensi dan produktivitas sektor-sektor terkait. Kebutuhan infrastruktur yang memadai menjadi sangat penting dalam upaya peningkatan kesejahteraan masyarakat. Infrastruktur merupakan fasilitas fisik   beserta layanannnya yang diadakan untuk  mendukung bekerjanya sistem sosial  ekonomi agar menjadi lebih berfungsi bagi  usaha memenuhi kebutuhan dasar dan memecahkan berbagai masalah.

Boleh jadi pembangunan infrastruktur merupakan salah satu aspek penting dan vital untuk  mempercepat proses pembangunan di Kota Bogor sekaligus mengurai kesemerawutan lalulitas. Infrastruktur juga memegang peranan penting sebagai salah satu roda penggerak pertumbuhan ekonomi. Ini mengingat gerak laju dan pertumbuhan ekonomi suatu daerah tidak dapat dipisahkan dari ketersediaan infrastruktur seperti transportasi, telekomunikasi, sanitasi, dan energi. Oleh karena itu, pembangunan sektor ini menjadi fondasi dari pembangunan ekonomi selanjutnya.

Walikota Bogor Diani Diani Budiarto, mengakui Kota Bogor terlambat mengidentifikasi diri. “Gedung kesenian yang respresentatif  kita enggak punya. Lapangan olahraga yang besar juga tidak punya,” katanya. Untung masih ada Kebun Raya Bogor.

Oleh sebab itu, ia pun menentukan visi kota Bogor sebagai kota jasa. Satu pembuktiannya, adalah meningkatnya pendapatan asli daerah dari  tahun ke tahun. Ia juga mengakui, bahwa Kota Bogor tidak memiliki lahan luas untuk mendesain industri. “Jadi, kami menerima jasa apa saja, seperti Singapura dan Hongkong,” kata Diani sambil tertawa renyah.
Namun, mengapa penataan kota masih semrawut? “Untuk mewujudkan visi kota jasa itu, prioritas utama memang penataan transportasi. Ini sulit karena pembenahan infrastruktur Kota Bogor selama lebih dari 20 tahun kebelakang  mandek,”ujarnya.

Memang, setiap pengunjung Kota Bogor, selalu mengeluhkan kesemerawutan, terutama dengan banyaknya angkutan kota yang ngetem di sembarang tempat. Oleh sebab itu, penataan transportasi dan infrastruktur di Bogor sangat mendesak, terutama dengan adanya pemekaran wilayah kota ini dari hanya 2.165 hektar menjadi 11.850 hektar.

Melihat luas wilayah Kota Bogor yang membengkak tersebut, sudah seharusnya penataan kota tidak terpusat di jantung kota. Sebab, ibarat sebuah toko, jalan raya adalah etalase sebuah kota. Artinya apa-apa yang terjadi disana merupakan cerminan dari apa yang dimiliki masyarakat kota tersebut. Semakin beradab perilaku pengguna jalan sama artinya masyarakat di tempat tersebut makin beradab, jika tidak tanya kenapa.

Bogor, sebagai kota penopang Jakarta, dari tahun ke tahun Kota Bogor terus menggeliat. Terus tumbuh dan berkembang, menopang geliat Jakarta sebagai pusat pemerintahan dan perdagangan. Berdasarkan data BPS, laju pertumbuhan ekonomi kota hujan ini terpacu mencapai 6,02%. Produk Domestik Regional Bruto (PDRB) mencapai Rp. 12,2 Triliun, atau naik Rp 2 Triliun dari tahun sebelumnya.

Tumbuhnya perekonomian beriringan dengan tumbuhnya jumlah penduduk. Pada kuartal pertama tahun 2010, penduduk Kota Bogor sudah mendekati angka 1 juta jiwa (Data BPS). Begitu banyaknya penduduk dengan berbagai kebutuhan dan mobilitasnya, memicu munculnya berbagai permasalahan sosial dan juga lingkungan.

Mengurai masalah transportasi di Kota Bogor merupakan pekerjaan pelik. Terjadinya kemacetan lalu lintas ditengarai disebabkan oleh tingginya jumlah angkutan umum dan terkonsentrasinya kegiatan di pusat kota. Di samping itu banyaknya PKL yang memakan badan jalan, kurang disiplinnya pengguna jalan, terbatasnya sarana prasarana transportasi dan belum terpadunya sistem managemen transportasi regional.

Berdasarkan kenyataan itu, pihak pemkot Bogor dalam penanganan masalah transportasi dilakukan dengan menata angkutan umum dan pembangunan jalan. Langkah yang telah diakukan untuk menata angkutan umum antara lain, pengorasian Bus Trans Pakuan sebagai rintisan konversi dari jenis angkutan umum terbatas menjadi angkutan umum masal.

Selain itu, menurut Walikota Bogor Diani Budiarto, usaha-usaha yang sudah dilakukan adalah mengoptimalkan sarana serta prasarana yang sudah tersedia, antara lain dengan pemeliharaan jalan dan peningkatan kapasitas simpang, pemeliharaan fasilitas lalu lintas dan pengendalian lalu lintas serta peningkatan layanan angkutan umum.

Sampai dengan akhir tahun 2011 lalu, panjang ruas jalan di Kota Bogor memang belum mengalami pertambahan signifikan, karena  masih mencapai 627,251 km atau 5,292% dari luas wilayah Kota Bogor. Kenyataan tersebut menjadi salah satu alasan untuk terus memprioritaskan usaha mengurai kepadatan lalu lintas, karena pertambahan panjang jalan tidak sejalan dengan pertambahan jumlah kendaraan di Kota Bogor.

Kondisi itulah, tambah Diani,  yang perlu diatasi antara lain dengan melanjutkan pembangunan Bogor Inner Ring Road, dilaksanakan secara bertahap dengan membaginya menjadi lima bagian atau lima seksi. Pembangunan tersebut adalah, Section 1, sepanjang  2,1 Km menghubungkan Raya Tajur – Detur, Section 1a  Akses Tol Bocimi dan Section I b  Detur. Section 2, sepanjang 2,35 Km mulai dari Detur sampai dengan  Jalan Sumantadiredja. Section 3 sepanjang 2,55 Km dari jalan Sumantadiredja sampai dengan  Cibeureum, Section 4   sepanjang 3,96 Km dari Cibeureum sampai dengan  Cikaret dan  Section 5    sepanjang 1,325 km dari Cikaret sampai dengan jalan RE. Abdullah, jadi total seluruhnya sepanjang 12,285 Km.      

Selain itu, jelasnya, telah pula dilakukan pelebaran Simpang Pomad  dari semula lebarnya hanya 6 meter  menjadi 14 meter, sehingga diharapkan dapat membantu memperpendek panjang antrian kendaraan yang melintas di persimpangan tersebut dan memperpendek waktu tunda perjalanan.

Hal yang sama juga dilakukan di Simpang Yasmin – Semplak, hal itu dilakukan  untuk mengurai kemacetan kendaraaan pada ruas jalan Semplak maupun pada ruas Jalan Abdullah Bin Nuh. Persimpangan tersebut perlu diperlebar secara bervariasi dari 2,5 meter  hingga 12 meter. Kegiatan ini memang masih dalam tahap pembebasan lahan yang sampai akhir Desember 2011 telah mencapai luas 463 meter persegi  atau sekitar 7,9% dari total lahan yang akan dibebaskan, papar Diani Budiarto.

Pembebasan lahan, kata Diani, sudah dilakukan untuk memperlebar Jalan Karel Sasuit Tubun dari 6 meter  menjadi 16 meter  dengan sisi kiri 5 meter dan sisi kanan 5 meter, sehingga nantinya dapat meningkatkan kecepatan kendaraan yang melintas di ruas jalan tersebut yang selama ini terkendala akibat penyempitan jalan. Sejauh ini pembebasan lahan untuk kebutuhan itu baru mencapai 937 meter persegi  atau sekita 55% dari luas yang dibutuhkan.

Ia mengakui, penanganan masalah transportasi juga perlu menyentuh aspek keamanan dan keselamatan berlalu lintas di Kota Bogor. Dalam rangka itulah maka telah dilakukan pemasangan rambu-rambu lalu lintas, pengecatan marka jalan, pengadaan dan pemasangan  pagar pengaman jalan dan beberapa fasilitas pendukung lainnya. Juga telah dibangun kawasan Zona Selamat Sekolah seperti di kawasan SDN Polisi 1 Jalan Paledang Bogor. Selain itu, juga sudah dibuat Detail Engineering Design (DED) untuk jembatan penyeberangan di depan Masjid Raya Bogor, depan RS PMI, dan depan PT Muara Krakatau (Tajur), serta kajian penempatan lokasi dan DED fasilitas pemberhentian angkutan umum atau shelter untuk bus non Trans Pakuan.

Menghadapi jumlah kendaraan bermotor yang terus bertambah serta mobilitas masyarakat yang demikian tinggi, maka penanganan masalah transportasi juga dilakukan dengan mengelola manajemen lalu lintas dalam bentuk pembangunan dan pemeliharaan fasilitas lalu lintas, operasi penertiban, serta pengendalian operasional lalu lintas, ungkap Walikota Diani.

Terkait dengan hal itu, tambahnya, saat ini sudah dipasang CCTV Streaming di 13 lokasi, antara lain di Simpang Pasar Bogor, Simpang Gunung Batu, Tanjakan Empang, Tugu Kujang, Terminal Baranangsiang, Simpang BORR (Bogor Outer Ring Road), Simpang BTM (Bogor Trade Mall), dan di Jembatan Merah, papar Walikota Diani Budiarto.


Dukungan Kesadaran Masyarakat

Kondisi lalu lintas yang aman dan lancar memerlukan dukungan kesadaran masyarakat dalam berlalu lintas yang tertib dan taat aturan. “Dalam rangka itulah maka pemkot mengikut sertakan sebanyak 4.230 warga masyarakat, mulai dari pelajar, mahasiswa sampai dengan tokoh masyarakat dalam workshop sekaligus sosialisasi sadar tertib berlalu lintas beberapa waktu lalu,” kata Walikota Bogor Diani Budiarto.

Memang, sudah keharusan masyarakat diajak berpikir bersama untuk menentukan sarana transportasi apa yang layak digunakan, kemudian dimana saja lokasi yang tepat dan strategis untuk dibangun bus stop (Halte). Kemudian dalam evaluasi kebijakan, masyarakat juga dilibatkan aktif untuk mengontrol perilaku sopir transportasi umum di jalanan. Dan satu hal yang tak kalah pentingnya adalah penguatan supremasi hukum menjadi kunci sistem transportasi di Kota Bogor.

Menurut Prof. Selo Soemardjan dalam tulisannya berjudul Good Governance (Jurnal Ekonomi Rakyat, No. 4/Juni/2002) menggambarkan pelibatan masyarakat dalam berbagai proses pemerintahan dengan memperhatikan aspek budaya lokal adalah karakter utama good governance. Pertanyaannya kemudian, sudahkah kebijakan pengembangan dan pengelolaan transportasi publik di Kota Bogor melibatkan masyarakat. Baik itu masyarakat pengguna jalan, maupun aktor dalam pelaksanaan pelayanan transportasi publik. Seperti, sopir angkutan umum, pemilik armada, dan sebagainya.

Bisa jadi penyediaan bus Trans Pakuan adalah jalan keluar, namun permasalahan terletak pada proses perencanaannya. Sudahkah masyarakat secara luas dilibatkan dalam penyusunan perencanaan, sudahkah pula aspek sosio-ekonomi dipertimbangkan. Karena, setiap kebijakan seputar transportasi publik juga menyangkut nasib ribuan pelaku di sektor ini. Maka, mereka juga harus dilibatkan dalam penyusunan rencana. Tentu saja pelibatan partisipasi publik dalam perencanaan akan memberi kerja tambahan bagi pemerintah. Namun, jika pemerintah Kota Kota Bogor  ingin konsisten dalam upaya mewujudkan clean and good governance, hal ini menjadi mutlak. Tidak hanya berhenti pada level perencanaan, masyarakat juga harus dilibatkan secara aktif dalam implementasi kebijakan dan evaluasi.

Menurut para ahli, sekurang-kurangnya ada tiga hal penting yang kemudian harus menjadi konsen semua komponen warga Kota Bogor, jika ingin mengatasi masalah transportasi, yaitu ; pertama, perencanaan, implementasi dan evaluasi kebijakan yang berbasis partisipasi masyarakat. Kedua, sustainable effort dalam upaya membangun kesadaran publik dalam penggunaan jalan secara bermartabat dan beradab. Ketiga, penegakan aturan hukum secara berkeadilan, transparan dan tegas. Boleh jadi langkah walikota Bogor mengajak semua komponen warga  dalam workshop tertib berlalu lintas  tersebut adalah sebuah tindakan yang sangat tepat.

Memang mentalitas pengguna jalan di Kota Bogor secara umum cukup memprihatinkan. Hal ini terlihat dari pola penggunaan jalan yang semena-mena dan sering kali mengbaikan faktor ketertiban dan keselamatan. Hal ini disadari atau tidak telah berkontribusi menambah masalah kesemerawutan Kota.

Menurut Diani, terkait dengan penerapan shift angkutan kota (Angkot), sampai akhir tahun 2011 uji coba pengoperasian angkutan umum dengan sistem shift sudah dilaksanakan di 15 trayek. Sedangkan sistem shift yang sudah diberlakukan hingga 2011 sebanyak  5 trayek, hal itu telah berhasil mengurangi jumlah angkot yang beroperasi  sebanyak 449 unit/hari dari jumlah keseluruhan angkot yang beroperasi di trayek tersebut, sebanyak 1.080 unit.

Sedangkan tentang Bus Trans Pakuan, pada tahun kelima pengoperasiannya, Trans Pakuan sudah melayani penumpang pada tiga trayek, yaitu Bubulak – Baranangsiang, Baranangsiang – Ciawi dan Baranangsiang – Sentul City dengan kendaraan siap guna sebanyak 20 armada dari 30 armada yang ada.
Sepanjang tahun 2011 penumpang yang telah diangkut berjumlah 1.031.081 orang yang berarti mengalami peningkatan dari tahun 2010 yang mencapai 982.676 orang. Jumlah penumpang terbanyak berada pada rute Baranangsiang – Bubulak yang jumlahnya mencapai 917.871  orang.

Plakat Wahana Tata Nugraha


Dari berbagai kegiatan yang sudah dilakukan untuk mnegurai kesemerawutan transportasi tersebut, Kota Bogor akhirnya memperoleh Plakat Wahana Tata Nugraha Tingkat Nasional Tahun 2011. Plakat ini tentunya merupakan pengakuan pemerintah pusat terhadap kinerja dan hasil dari upaya-upaya yang dilakukan Pemerintah Kota Bogor sepanjang tahun 2011. Hal ini paling tidak  diharapkan dapat menjadi motivasi semua pihak untuk bahu membahu mewujudkan kondisi  lalu lintas di Kota Bogor yang tertib, rapi aman dan nyaman.

Berkat keberhasilan pemkot Bogor membangun sekaligus mengurai sistem transportasi tersebut, Kementerian Perhubungan memilih Kota Bogor sebagai kota percontohan pembenahan sistem transportasi umum. Berkaitan dengan itu, selain operasional angkutan kota (angkot) dilakukan penggiliran, juga bahan bakar angkot akan diubah dari bensin menjadi gas (masih dalam perencanaan).

Dipilihnya Kota ini menjadi percontohan, karena Dinas Lalu Lintas dan Angkutan Jalan Raya (DLLAJ)  Kota Bogor memiliki rencana dan acuan perubahan sistem transportasi umum. Sekarang ini desain besar bentuk pembenahannya sedang dibuat. Yang membuatnya GTZ, sebuah perusahaan konsultan nirlaba dari Jerman. Ahli-ahlinya dari mereka, tapi mereka harus membuat atau mendesain sesuai dengan kebutuhan.

Selain perubahan bahan bakar angkot, Pemkot Bogor sebagai kota percontohan perubahan sistem transportasi umum akan diberi bantuan alat untuk menghisap karbon (C02), yang akan dipasang pada kendaraan. Menurut rencana untuk program ini, akan mendapat bantuan dari Australia.

Penulis:
M.Samhudi Tanara
Public Policy Berbasis Partisipasi

Tidak ada komentar

Diberdayakan oleh Blogger.