header_ads

Unjuk Kabisa Seni Budaya Tujuh Gunung

Untuk pertama kali, masyarakat di daerah 7 gunung di Jawa Barat akan berkumpul dan menampilkan seni budaya mereka masing-masing di satu acara yang bernama Unjuk Kabisa 7 Gunung. 

Acara tersebut akan berlangsung di Kampung Budaya Sindangbarang, Bogor selama dua hari, 16-17 Juni 2012. 

Seni budaya yang akan tampil berasal dari masyarakat adat 7 gunung di Sunda yaitu Gunung Halimun, Salak, Gede, Pangrango, Tampomas, Galunggung dan Papandayan. Alam pegunungan yang tersebar di tatar Sunda tidak hanya memberi bumi parahyangan alam yang cantik mempesona, namun juga menciptakan kekayaaan adat dan seni tradisi yang adiluhung dari masyarakatnya.

Tujuh Masyarakat Adat Sunda Unjuk Kebisaan

Kampung Budaya Sindangbarang (KBS) tidak hanya menjadi lokasi dari helaran budaya tersebut, tapi juga berperan aktif sebagai inisiator nya. 

“Gunung merupakan kabuyutan, yang harus dijaga kelestariannya. Dan di kaki gunung terdapat masyarakat adat yang masih memelihara kesenian dan budayanya,“ demikian penjelasan dari Achmad Maki Sumawijaya, pupuhu atau ketua adat KBS. 

Selama ini kekayaaan dan ragam seni budaya masyarakat di ketujuh gunung tersebut masih jarang tampil dan dilihat oleh orang lain. “Karenanya, kami memberi ruang agar seni budaya tersebut dapat tampil dan diperkenalkan kepada khalayak umum, selain sebagai upaya pelestarian, juga agar orang Sunda makin mengenal jati dirinya sendiri,” demikian uraian pupuhu yang akrab dipanggil Pak Maki tersebut. 

Ragam seni budaya yang akan tampil antara lain Sintren dari Gunung Tampomas, Angklung Gubrak dari Gunung Manik, Silat Cimande dari Gunung Pangrango, Gondang dari Gunung Salak, Karinding Wangi dari Gunung Gede, Lais dari Gunung Papandayan dan Ronggeng Gunung dari Gunung Galunggung. Berbagai sajian kuliner khas juga disajikan. 

Untuk memeriahkan acara juga diadakan lomba foto yang dikoordinir oleh Komunitas Fotografi Bogor.

Direncanakan helaran budaya ini akan menjadi event tahunan untuk untuk memperkenalkan, mempromosikan dan melestarikan keanekaragaman budaya daerah-daerah di sekitar 7 Gunung di Jawa Barat.

Tentang Sindangbarang

Kampung Budaya Sindangbarang adalah kampung adat tertua di wilayah Bogor, terletak hanya sekitar 5 km dari pusat kota yaitu di Desa Pasir Eurih Kecamatan Tamansari Kabupaten Bogor. Berdasarkan sumber naskah Pantun Bogor dan Babad Pajajaran, diyakini Sindangbarang merupakan tempat kebudayaan Sunda Bogor bermula dan bertahan hingga kini dalam wujud Upacara Adat Seren Taun.

Di Kampung Budaya Sindangbarang terdapat 8 macam kesenian Sunda yang telah direvitalisasi dan  dilestarikan oleh para penduduknya. Disini terdapat pula situs-situs purbakala peninggalan kerajaan Pajajaran berupa bukit-bukit berundak.

KBS kini telah berkembang menjadi salah satu destinasi wisata unggulan di Bogor. Untuk melestarikan peninggalan budaya Pajajaran, KBS menjalin kerjasama dengan Fakultas Ilmu Budaya UI; sementara pengembangan pariwisatanya dibantu oleh STP Trisakti. 

Dalam Rangka HJB Ke- 530

Dalam rangka Hari Jadi Bogor (HJB) Ke- 530, Dinas Kebudayaan dan Pariwisata (Disbudpar) Kabupaten Bogor menyelenggarakan helaran "Unjuk Kabisa Seni Budaya Tujuh Gunung".

Rencananya kegiatan ini akan dilangsungkan di Kampung Budaya Sindang Barang, 16 - 17 Juni 2012 mendatang.

Acara ini akan menampilkan helaran kesenian Singa Depa, Angklung Gubrag, Pencak Silat, Ronggeng Gunung, Pameran Kuliner, Pameran Hasil Bumi dan atraksi seni tari dari beberapa sanggar kesenian dari Kabupaten Bogor.

Kepala Disbudpar, Rudi Gunawan, menjelaskan kegiatan ini menyambut HJB Ke- 530 yang lebih menampilkan kreasi seni dan budaya serta bercorak Bogor. "Rencananya akan ada Lisung Edan, Karinding Wangi, Tepak Se'eng, Tarawangsa, Beluk, Sintren, Lais, Wayang Golek, Lomba Foto serta kreasi seni lainnya," katanya kepada beritabogor.

Kegiatan ini bekerjasama Kampung Budaya Sindang Barang, Organizer Komediputer dan beberapa mediapartner MGS TV, KISI FM, RRI Bogor, Jurnal Bogor, www. beritabogor. com


Persiapan Helaran


Pihak Kampung Budaya Sindangbarang yang dipimpin oleh Ahmad Mikami selaku pemilik Kampung Budaya dan Event Organizer, mengadakan pertemuan di Kampung Budaya Sindangbarang Desa Pasir Eurih Kec. Tamansari Kab. Bogor pada Kamis (14/6/2012). 

Pertemuan ini diadakan dalam rangka persiapan acara  pertunjukkan kesenian yaitu Unjuk Kabisa 7 Gunung yang akan dilaksanakan tiga hari mendatang. Persiapan tersebut meliputi publikasi, persiapan logistik, persiapan kru dan persiapan lokasi serta simulasi acara.

Unjuk Kabisa 7 Gunung itu sendiri dimulai dari publikasi yang telah dilaksanakan sejak beberapa minggu lalu berupa pemasangan iklan di media cetak dan beberapa banner, penayangan iklan di Televisi dan radio-radio lokal, serta penyebaran undangan dan flyer di sejumlah tempat.

Persiapan logistik seperti pemasangan panggung, sound, dan perangkat listrik sudah mulai akan dipasang pada Jumat (15/6/2012) untuk memenuhi kebutuhan pementasan kesenian nanti. (ALS)


RUNDOWN ACARA

Sabtu , 16 Juni 2012
PUKUL
JADWAL PEMENTASAN KESENIAN
19.30 – 20.00
Karinding Wangi dari wilayah Gn. Gede
20.00 – 20.30
Gondang dari wilayah Gn. Salak
20.30 – 21.30
Sintren dari wilayah Gn. Tampomas
21.30 – selesai
Wayang Golek dari wilayah Gn Manik
Minggu, 17 Juni 2012
PUKUL
JADWAL PEMENTASAN
08.00 – 09.00
Helaran Kesenian
09.00 – 09.20
Sambutan – sambutan
09.20 – 09.40
Tarian Pembukaan dari wilayah Gn. Salak
09.40 – 10.00
Beluk dari wilayah Gn. Tampomas
10.00 – 10.15
Angklung Gubrag Cipining dari wilayah Gn. Manik
10.15 – 10. 45
Silat khas sukabumi dari wilayah Gn. Pangrango
10.45 – 11.15
Lisung Edan dari wilayah Gn. Gede
11.15 – 11.45
Singa Depa, Angklung Gubrag, Pencak Silat dari wilayah Gn. Manik
11.45 – 12.30
BREAK
12.30 – 13.30
Tarawangsa dari wilayah Gn. Tampomas
13.30 – 14.30
Parebut Se’eng khas Cimande dari wilayah Gn. Pangrango
14.30 – 15.30
Lais dari wilayah Gn. Papandayan
15.30 – 16.30
Ronggeng Gunung dari wilayah Gn. Galunggung


Deskripsi Kesenian 



Angklung Gubrag
Yang ada di kp. Bagoang, Hibahan dari Kp. Budaya.

Singa Depa
Kesenian khas kab subang, yang dirintis di kp. Bagoang kec jasinga bogor yang sering dipakai untuk arak-arakan anak yang disunat.

Karinding Wangi
Awalnya Karinding adalah alat yang digunakan oleh para karuhun untuk mengusir hama di sawah, bunyinya yang low desible sangat merusak konsentrasi hama karena ia mengeluarkan bunyi tertentu, maka disebutlah ia sebagai alat musik bukan hanya digunakan untuk kepentingan bersawah. Para karuhun memainkan karinding ini dalam ritual atau upacara adat, maka tak heran jika sekarang pun karinding masih digunakan sebagai pengiring rajah. 
Beberapa sumber menyatakan bahwa karinding telah ada sebelum adanya kecapi yaitu diperkirakan telah ada semenjak 6 abad yang lampau, dan ternyata karinding pun bukan hanya di jawa barat saja, melainkan dimiliki berbagai suku di bangsa lainpun memiliki alat musik ini hanya berbeda namanya saja. Di Bali namanya genggong, Jawa Tengah rinding, karimbi di Kalimantan, dan beberapa tempat diluar menamainya dengan Zuesharpt (harpanya dewa Zeus).

Silat Sukabumian
Terlahir pada tahun 1970-an dan pelopornya adalah Mama H. Sadikin diteruskan oleh Mama Shaleh, silat ini, pada dasarnya sama dengan silat silat yang lain namun mempunyai cirri yang mandiri yaitu :
Pertama dari gerak disebut gerak handapan dengan ibingan tepak satu (pamacan), kedua dari lagu pengiring yaitu lagu kembang bereum, onde-onde, engko. Satu lagi khas silat sukabumian adalah  yang disebut tepak gonjing dengan lagu dan gerak yang mempunyai keunikan sendiri yang mungkin tidak akan ditemukan di daerah-daerah lain.

Ngageulis / ngagotong Lisung dan maen boles
Bola lengeun seuneu, kesenian ini adalah salah satu peninggalan padjajaran, yang saat ini dilestarikan oleh ponpes Al Fath. Kesenian ini menjadi ikon kota sukabumi dan mulai diminati bangsa-bangsa lain untuk menggali dan mempelajarinya.

Parebut seeng
merupakan suatu aksi pertunjukkan seni yang ada di kab bogor. Dalam peragaannya kesenian ini memperlihatkan gerak atau jurus dasar silat awalnya kesenian ini tumbuh di Cimande kec caringin kab bogor yang merupakan pusat seni bela diri yang terkenal. Di tempat tumbuhnya sendiri kesenian ini disebut tepak seeng dan ditampilkan pada acara-acara pernikahan. 

Kesenian ini kemudian menyebar ke berbagai tempat seiring dengan penyebaran ilmu bela diri pencak silat itu sendiri. Sekitar tahun 1925-an salah seorang warga sindangbarang desa pasir eurih kec tamansari (waktu itu termasuk kec ciomas) yang bernama bapak ujang aslah bermukim di cimande belajar pencak silat aliran cimande dari H. Hasbullah.

Tarawangsa
Tarawang the mangrupi kes adat nu ngawitan ti jaman pajajaran secara turun menurun, mangrupi hiburan dimana tatanen pare tos kaala hasilna

Beluk
Kesenian beluk ini lahir ditengah-tengah masyarakat Jawa Barat (sunda) yang berlatar belakang agraris peladang disesuaikan dengan kebutuhan masyarakat. Tampilan kesenian beluk ini merambah ke segala aspek kehidupan yang memerlukan hiburan, namun masih dalam koridor yang religious, seperti merayakan 40 hari kelahiran bayi, perkawinan yang dianggap sacral, sunatan bagi anak laki-laki ruwatan rumah.

Sintren
Berasal dari kisah Sulandono sebagai putera Baurekso hasil perkawinannya dengan dewi rantamsari. Raden sulandono memadu kasih dengan Sulasih seorang putr dari desa kalisalak. Namun hubungan asamara tersebut tidak dapat restu dari ki baurekso, akhirnya raden sulandono pergi bertapa dan sulasih memilih menjadi penari. Meskipun demikian, pertemuan diantaranya keduanya masih terus berlangsung melalui alam gaib. 

Pertemuan tersebut diatur oleh dewi rantamsari yang memasukkan roh bidadari ke tubuh sulasih dan terjadilah pertemuan antara sulasih dan raden sulandono. Sejak saat itulah diadakan pertunjukkan sintren sang penari pasti dimasuki roh bidadari oleh pawangnya, dengan catatan bahwa hal tersebut dilakukan apabila sang penari masih dalam keadaan suci (perawan).

Lais
Seni tradisional lais pertama kali lahir pada jaman colonial belanda di kampung nangka pait , kec. Sukawening,kab. Garut. Lais diambil dari nama seorang laisan yang pandai atau / terampil memanjat pohon kelapa yang sehari hari di panggil pak lais. Pak lais lahir di Kampung Nangkapait ia terampil memanjat pohon kelapa. 
Cara memanjat untuk memetik buah kelapa berlainan dengan kebanyakan orang, untuk memanjat berpulu puluh pohon kelapa itu ia cukup satu kalinaik saja.dipilihnya salah satu pohon yang letak satu sama lainnya berdekatan, setelah memetik buah kelapa di satu pohon, ia menggelayun ke pohon kelapa yang lain melalui pelepah daun kelapa berikutnya kemudian memetik buah kelapa pada pohon yang lainnya. Karena keahliannya itu setiap kali pak lais disuruh memetik buah kelapa ia selalu menjadi tontonan masyarakat sekelilingnya terutama anak anak sambil menonton bersoraksorai menari nari dan memukul mukul benda yang mereka bawa seperti potongan bamboo, kaleng bekas, tempurung. 
Atas pemikiran beberapa tokoh seni di daerah itu agar keterampilan ini dapat dipertontonkan di berbagai keramaina, mulai saat itulah SENI TRADISIONAL LAIS tercipta dan sebagai pengganti pohon / batang kelapa dipergunakanlah 2 buah batang bamboo dengan diameter sedang , dengan ukuran panjang 12m sampai 13 m. dengan jarak satu sama lain6 meter, sebagai pengganti pelepah kelapa digunakanlah seutas tali atau tambang yang besar untuk bermain /atraksi pak lais tersebut. 
Untuk menyemarakan atraksi itu sajiannya diiringi dengan berbagai tetabuhan; dog dog, terompet , gendang, kempul dan ditambah seorang bodor yang secara langsung berdialog dengan pemain lais. Itulah sekilas sejarah laihirnya seni tradisional LAIS dari Garut.

Ronggeng Gunung
Sebuah bentuk kesenian yang awal mula berdirinya kesenian ini merupakan suatu strategi penyamaran seorang permaisuri raja kerajaan pananjung yang tertitik diwilayah pantai pangandaran, rajanya bernama prabu anggalarang, permaisurinya bernama putri siti samboja dalam rangka membelaskan dendam suaminya yang gugur di medan perang putrid samboja mengatur siasat untuk menumpas musuh-musuhnya dengan cara menyamar menjadi seorang penari ronggeng diiringi para pengawalnya yang menjadi penabuh gamelan. Beliau berkelana melanglang buana dari satu daerah ke daerah lain berpindah-pindah tempat bahkan sampai ke gunung-gunung maka terbentuklah sebuah kesenian

(doc)

Tidak ada komentar

Diberdayakan oleh Blogger.