header_ads

BPPKB Kabupaten Bogor

CIBINONG - Badan Pemberdayaan Perempuan dan Keluarga Berencana (BPPKB) Kabupaten Bogor telah menyerap program kerja tahun 2012 mencapai 98 persen. 

Selanjutnya merupakan program nasional yang baru diterapkan di Kabupaten Bogor tahun ini dan akan diteruskan hingga awal tahun 2013 mendatang sebagai program rutin sehingga akan optimal hingga mencapai 100 persen. 

Diantara kegiatannya meliputi sosialisasi kegiatan pencegahan, penanganan, serta perlindungan korban trafficking di wilayah Kabupaten Bogor. Kegiatan sosialisasi ini untuk meningkatkan sinergitas dalam penanganan tindak kejahatan trafficking hingga di pemerintahan desa.

Diharapkan para Kepala Desa dapat melindungi dan mengayomi warganya dari kejahatan trafficking. Sangat dibutuhkan kepedulian para Kades untuk melindungi warganya dari tindak kejahatan trafficking karena itu merupakan pelayanan bagi warganya.

Informasi yang dihimpun dari Bidang Pemberdayaan Perempuan BPPKB Kabupaten Bogor menyebutkan terdapat 15 Kecamatan di Kabupaten Bogor yang warganya menjadi TKI ke luar negeri serta wilayahnya rawan bencana.

10 Kecamatan merupakan wilayah yang rawan akan tindak kejahatan trafficking dikarenakan 10 Kecamatan ini merupakan wilayah yang paling banyak warganya yang menjadi TKI di luar negeri, dan 5 Kecamatan merupakan daerah yang rawan bencana, dimana warga yang terkena bencana itu sangat rentan akan kemiskinan yang dapat memicu timbulnya tindak kejahatan trafficking.


Tak hanya itu, Kabupaten Bogor berkomitmen untuk mendukung Bogor menuju Kabupaten Layak Anak, sebagaimana Peraturan Menteri Negara Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak Nomor 12 Tahun 2012 tentang Indikator Kabupaten/Kota Layak Anak.

Komitmen tersebut dituangkan dalam Surat Pernyataan dan ditandatangani oleh wakil dari SKPD, Kepolisian, Guru, LSM, dan Dunia Usaha, pada Rapat Koordinasi Kabupaten Layak Anak Kabupaten Bogor, Provinsi Jawa Barat di Aula BAPEDA Kabupaten Bogor yang bertujuan untuk memperkuat komitmen masing-masing Satuan Kerja Perangkat Daerah (SKPD), masyarakat, dan dunia usaha dalam mempercepat Kabupaten Bogor menuju Kabupaten Layak Anak dan memastikan setiap SKPD, masyarakat, dan dunia usaha memperhatikan kepentingan terbaik anak dan mendengar pandangan anak dalam menyusun kebijakan, program, dan kegiatan. Selain itu untuk memperkenalkan lokasi ujicoba Kecamatan Layak Anak di Kabupaten Bogor.
 
Kabupaten Bogor juga memperhatikan pembangunan anak, melalui upaya mengikutsertakan anak dalam Musrembang di tingkat kecamatan dan permasalahan anak menjadi isu strategi, karena anak memiliki hak tumbuh dan berkembang serta   Kabupaten Layak Anak memotivasi untuk gaya hidup yang ramah anak.
 

Kabupaten/kota bisa dikatakan Layak Anak yaitu kab/kota yang mempunyai sistem pembangunan berbasis hak anak melalui pengintegrasian komitmen dan sumber daya pemerintah, masyarakat dan dunia usaha (industri) yang terencana secara menyeluruh dan berkelanjutan dalam kebijakan, program dan kegiatan untuk menjamin terpenuhinya hak-hak anak. 

Berbagai upaya yang telah dilakukan untuk mempercepat Bogor menuju Kabupaten Layak Anak, diantaranya Pembentukan Gugus Tugas Kabupaten Layak Anak. Untuk mempercepat Kabupaten Bogor Menuju Kabupaten Layak Anak, semua indikator Kabupaten Layak Anak masuk dalam dokumen perencanaan RKPD dan SKPD memiliki peran sesuai dengan tugasnya.

Badan Pemberdayaan Perempuan dan Keluarga Berencana (BPPKB) melakukan sosialisasi Penanganan Kekerasan Terhadap Perempuan dan Anak Dalam Rangka Fasilitasi Pengembangan Pusat Pelayanan Terpadu Perlindungan Perempuan dan Anak (P2TP2A)


Kerjasama dengan berbagai pihak diharapkan dapat membangun kesepahaman bersama dalam menangani kasus KDRT mengingat banyak hal yang harus sama - sama dipahami dalam menangani kasus - kasus KDRT, seperti faktor hukum, dan sosial.

Pemerintah Kabupaten Bogor beserta aparat penegak hukum di wilayah Kabupaten Bogor menangani KDRT yang terjadi di Kabupaten Bogor. Pola dan sistem penanganan kekerasan tersebut harus dilakukan secara tepat.




PROGRAM KB

Pada tahun 80 an, Keluarga Berencana menjadi program primadona. Pencapaian Indonesia dalam bidang KB sangat luar biasa. Sejumlah prestasi Internasional diraih pemerintah. 

Presiden Soeharto meraih 'Global Statement Award' dari Population Institute, AS di tahun 1988. Penghargaan ini selanjutnya diberi nama 'Soeharto Award' untuk menunjukkan betapa besarnya pencapaian kesuksesan KB Indonesia. 

Setahun setelahnya, pada 1989, Presiden Soeharto menerima penghargaan teringgi di bidang kependudukan dan KB, yaitu ' United Nations Population Award' dari PBB. Ini semacam peneguhan yang luar biasa pada kesuksesan pengendalian penduduk Indonesia.

Dukungan terhadap pegiat KB, dalam hal ini BKKBN, mengalir sejurus dengan Kemampuan mereka mengordinasikan berbagai program. Baby Boom yang menjadi ancaman di dasawarsa 1970 memasuki tahap pengereman pada periode 1980-1990. 


Di mata internasional, kesuksesan ini berdampak pada ditunjuknya Indonesia jadi satu dari empat negara Center of Excellence, selain Thailand, Mexico dan Tunisia oleh lembaga bentukan PBB, UNFPA. Kisah sukses itu tak berakhir di sana. Selanjutnya, di tahun 1994 kisah sukses itu diangkat dalam Konferensi Internasional tentang Kependudukan dan Pembangunan (ICPD).

Kesuksesan di tahun 90 an itu bahkan sempat membuat beberapa lembaga donor bersiap menarik perwakilannya dalam memantau program di Indonesia, karena menganggap pekerjaannya selesai. Bahkan, di kantor USAID  saat itu, pencapaian keberhasilan itu terlihat dalam guyonan, siapa yang akan mematikan lampu kantor pada akhirnya, sebagai tanda bahwa tugas mereka mengawasi program di Indonesia telah usai.

Visi KB yang ditetapkan para founding fathers saat itu seolah  telah tercapai, meski demikian, di tengah gempitanya kesuksesan KB, bayang-bayang keterpurukan program di masa sesudah itu mulai mengintai. Ada yang menganggap kisah sukses itu membuat terlena, seperti halnya banyak pihak yang mengira bahwa kekuasaan orde baru tak pernah lekang.



Perubahan besar itu datang pada  tahun 1998. Kekuasaan yang mengakar selama 32 tahun berakhir. Era Reformasi adalah lonceng kematian yang menandainya. Seperti terompet yang ditiupkan Israfil, 'kiamat' program seakan datang  seiring genoside besar-besaran terhadap segala sesuatu yang berbau orde baru. Orde reformasi kemudian memilih sendiri anak emasnya. Atas nama demokrasi, politik menjadi panglima. Atas nama demokrasi pula otonomi daerah jadi primadona. Program KB bagaikan mewarisi dosa orde baru, sehingga para pemangku kebijakan tak lagi berpaling padanya.

Inilah masa yang disebutkan Soeroso Dasar, penulis dan  pemerhati kependudukan dan KB, sebagai cacat sejarah program KB Indonesia. Anggaran program  dipangkas besar-besaran, peran lembaga tingkat nasional dikerdilkan, dan pegiat KB di Kabupaten dan Kota tak terperhatikan. Hingga semua tersadarkan, bahwa lagu Rhoma Irama, "120 juta  jiwa penduduk Indonesia",  kini tak bisa dinyanyikan, karena jumlahnya membengkak hampir dua kali lipatnya.

Sensus penduduk mengagetkan semua, meskipun sisi baiknya adalah bahwa itu momentum mengembalikan kembali visi KB pada tempat yang sesungguhnya: 'Penduduk Tumbuh Seimbang'. Ukurannya pun ditakar: tahun 2015, waktu yang bersamaan dengan target pencapaian tujuan milenium (Millenium Development Goals).

Saat ini upaya mengejar visi 2015 itu terus diupayakan. Tantangannya lebih berat karena para pegiat KB menghadapi situasi yang jauh berbeda. Lihat saja jargon 'Dua Anak Cukup' yang bergema di masa lalu, saat ini bertransformasi menjadi 'Dua Anak Lebih Baik', sebuah tranformasi yang kompromistis dengan tuntutan Hak Asasi Manusia yang melarang pembatasan Hak Reproduksi.

KB saat ini juga menghadapi kondisi yang tak mudah berkaitan dengan meningkatnya daya kritis masyarakat yang bisa menggugat banyak hal dengan mudahnya, tak terkecuali  sosialisasi program Keluarga Berencana. Era ketika para pria divasektomi dengan pendekatan koersif sudah lewat. Pendekatan ini dinilai tidak memberikan pilihan dan terjauh dari HAM yang didengung-dengungkan selama orde reformasi berjalan. Kisah sukses KB di masa lalu  boleh jadi menyisakan nostalgia meskipun tidak membuat upaya yang dilakukan pegiatnya saat ini sia-sia adanya.

Di tengah ancaman ledakan penduduk jilid dua (setelah era 1970 an) itulah para pegiat program di seluruh Indonesia kembali menyingsingkan lengan baju. Sebagaimana ditegaskan Kepala BKKBN, Sugiri Syarief, perlu ada revitalisasi program KB. 


Berbagai inovasi terus dibuat, sejumlah pendekatan baru coba dilakukan. Sebagai bagian dari implementasi Rencana Pembangunan Jangka Menengah Nasional, penggiatan program KB mutlak harus didukung oleh desain induk (grand design) kependudukan yang saat ini tengah digodok. Kelak, desain inilah yang akan memetakan daya dukung sumber daya terhadap jumlah penduduk yang ada. Seberapa besar sebuah daerah dengan jumlah penduduk tertentu bisa bertahan dengan sumber daya yang ada.

Pemetaan ini menjadi penting karena urusan kependudukan adalah masalah hulu yang jika tak ditangani serius, ancamannya ke masalah hilir semacam pengangguran, konsumsi energi, kebutuhan pangan berdampak sangat serius.

Penguatan visi penduduk tumbuh seimbang juga merupakan bagian dari upaya revitalisasi itu. Anggaran kembali ditingkatkan dan dukungan dari berbagai pihak mulai digalang seiring jalinan komitmen bahwa kesuksesan program kependudukan dan KB adalah tugas bersama dan ancaman ledakan penduduk adalah masalah bersama.

Saat ini adalah masa menabung upaya. Jika kelak pun capaian KB di tahun 2015 tercapai, maka para pegiat KB jangan kembali terlena dan jatuh pada lubang yang sama. Untuk itu, perluasan visi KB sebaiknya ditarik pada empat puluh tahun ke depan setelah tahun 2015. Visi KB yang semestinya dipahami adalah KB 2055, dengan ukuran Zero Population Growth alias Penduduk Tanpa Pertumbuhan.

Tujuan ini bukan hanya isapan jempol belaka. Tahun 2000 ukuran Total Fertility Rate (TFR), atau rata-rata kelahiran per seribu wanita usia subur adalah 2,51. Tahun 2015, TFR diharapkan bisa mencapai 2 sampai 2,1. 


Selanjutnya, demi mencapai kondisi penduduk tanpa pertumbuhan, TFR yang harus dicapai adalah 2,0 dan itu pun harus terus bertahan hingga dua generasi sampai tahun 2055. Dengan visi demikian, pola kelahiran 'Dua Anak Lebih Baik' harus terus digelorakan. Pasangan usia subur diupayakan untuk melakukan pendewasaan usia perkawinan dan pelayanan serta penyediaan kontrasepsi sebagai upaya intervensi kesuburan tetap dilakukan.

Upaya penggerakkan program difokuskan pada menciptakan kebutuhan akan ber-KB bagi keluarga Indonesia. Lembaga yang menangani program di berbagai tingkatan diharapkan terus bergerak di dua domain besar, memberikan pelayanan KB (supply side) dan menciptakan permintaan (demmand creation).

Pergeseran perspektif KB dari kewajiban warga negara menjadi kebutuhan individu jelas tak semudah membalik telapak tangan, namun bukan berarti mustahil dilakukan. Peran pemerintah secara struktural juga akan lebih mempercepat upaya tersebut. Berbagai kebijakan yang diluncurkan diharapkan sinergis dengan upaya pengendalian penduduk. Misalkan saja Jaminan Persalinan (Jampersal ). Kebijakan ini akan berpihak pada upaya pengendalian pendudukan, ketika ada syarat bahwa yang dijamin hanya sampai anak kedua. Di bidang pendidikan juga begitu, misalkan ada kebijakan biaya sekolah gratis, maka itu hanya berlaku bagi anak pertama dan kedua saja.

Pemerintah sangat mungkin dan wajar jika memberlakukan kebijakan semacam ini. Penerapan syarat bagi program-program tadi dilakukan untuk memperlihatkan ancaman ledakan penduduk jika tak dikendalikan. Bagaimanapun, jumlah penduduk akan berbanding lurus dengan beban yang ditanggung pemerintah. Penduduk besar yang tidak berkualitas, akan menjadi beban pembangunan, alih-alih sebagai aset pembangunan.

Visi KB 2055 inilah yang bakal jadi investasi berharga bagi para pegiat KB di masa mendatang. Setidaknya, dengan mewariskan mimpi jangka panjang program, para pewaris program di masa mendatang memiliki acuan yang sama dengan apa yang saat ini kita rumuskan juga sejalan dengan apa yang telah dikukuhkan sebagai fondasi oleh para founding fathers program KB di masa lalu.
 

Visi Keluarga Berencana hingga 2015, "Penduduk Tumbuh Seimbang 2015". Visi itu kemudian diturunkan dalam Misi Mewujudkan Pembangunan Berwawasan Kependudukan, dan Mewujudkan Keluarga Bahagia Sejahtera".







Editor: Alsabili
Email: beritabogor2002@ gmail.com





Tidak ada komentar

Diberdayakan oleh Blogger.