Kualitas Lingkungan Hidup Mengkhawatirkan
MEGAMENDUNG - Menteri Negara Lingkungan Hidup (Meneg LH), Balthasar Kambuaya, menegaskan, saat ini kualitas dan kerusakan lingkungan hidup (LH) sudah sangat mengkuatirkan.
Balthasar Kambuaya mengungkapkan kondisi lingkungan hidup kian mengkhawatirkan.
Hal ini disebabkan banyak faktor, salah satunya akibat penegakan hukum bidang LH yang belum efektif.
Menurutnya ketersediaan sumber daya manusia (SDM) penegak hukum yang minim, seperti polisi, jaksa, dan hakim, dan Penyidik Pengawai Negeri Sipil (PPNS), yang menguasai soal LH, sebagaimana diatur dalam Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2009 tentang Perlindungan dan Pengelolaan Lingkungan Hidup, berdampak pada menumpuknya proses hukum perkara bidang LH di lembaga peradilan umum maupun di peradilan tata usaha negara.
Saat ini penegak hukum bidang LH baru sekitar 600an, sementara kebutuhannya sekitar 1.000 lebih.
“Penyelesaian perkaranya menjadi lama. Berdasarkan laporan tahun ini, dari sekitar 240 perkara lingkungan hidup, baru sekitar 70an yang bisa diselesaikan pengadilan, jadi masih banyak yang menggantung,” ungkap Baltahasar, di Gedung Badan Litbang Diklat Kumdil Mahkamah Agung RI, di Megamendung, Kabupaten Bogor.
Penguatan kompetensi penegak hukum, lanjut dia, yang menguasai materi perkara bidang LH secara terpadu dan profesional, dipandang perlu dan darurat (crass program). Di antaranya dengan melaksanakan Program Sertifikasi Hakim Lingkungan Hidup. “Ini sifatnya darurat, crass program.
Program itu didasarkan pada nota kesepahaman antara KLH dengan MA pada 18 Juni 2009 tentang Penguatan Kapasitas Hakim Lingkungan dan Keputusan Ketua MA No: 134/KMA/SK/IX/2011 tanggal 5 September 2011 tentang Sertifikasi Hakim Lingkungan Hidup.
Untuk tahap pertama, program sertifikasi ini diikuti kepada 36 hakim tingkat pertama dan tingkat banding hasil seleksi dari seluruh Indonesia. Pelaksanaan program ini dibuka oleh Ketua MA RI Muhammad Hatta Ali, dan dihadiri Menteri KLH di Gedung Badan Litbang Diklat Kumdil Mahkamah Agung RI, di Megamendung, pada 26 Nopember 2012 lalu.
“Ini baru pertama. Kami juga telah ada MoU dengan Polri dan Kejagung, kami minta juga ada polisi dan jaksa yang menguasai lingkungan hidup. Tahun depan akan kita percepat, diusahakan ada dua kali sertifikasi. Diprioritaskan bagi daerah-daerah yang banyak kasus lingkungan hidup, seperti di Jawa, Sumatera dan Kalimantan. Hakim yang telah bersertifikat akan ikut menjadi pengajar atau TOT (training of trainers),” terang Balthasar.
Di tempat yang sama, Ketua MA RI, Muhammad Hatta Ali, menegaskan, pelaksanaan program diklat sertifikasi hakim LH ini merupakan tonggak sejarah dalam sistim penegakan hukum di bidang LH.
“Ini baru pertama kali dilaksanakan dengan konsep komprehensif. Saat ini makin banyak negara yang memasukkan bidang lingkungan hidup ke dalam konstitusinya. Maka Mahkamah Agung perlu merealisasikan Peradilan Hijau,” tegasnya.
Ketua MA berharap terwujudnya hakim-hakim yang berani, progresif dan mandiri, di bidang penegakan hukum LH karena permasalahan LH sangat kompleks serta sarat dengan kepentingan pengusaha dan penguasa. (als/ugi)
Editor: Alsabili
Email: beritabogor2002@ gmail.com
Balthasar Kambuaya mengungkapkan kondisi lingkungan hidup kian mengkhawatirkan.
Hal ini disebabkan banyak faktor, salah satunya akibat penegakan hukum bidang LH yang belum efektif.
Menurutnya ketersediaan sumber daya manusia (SDM) penegak hukum yang minim, seperti polisi, jaksa, dan hakim, dan Penyidik Pengawai Negeri Sipil (PPNS), yang menguasai soal LH, sebagaimana diatur dalam Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2009 tentang Perlindungan dan Pengelolaan Lingkungan Hidup, berdampak pada menumpuknya proses hukum perkara bidang LH di lembaga peradilan umum maupun di peradilan tata usaha negara.
Saat ini penegak hukum bidang LH baru sekitar 600an, sementara kebutuhannya sekitar 1.000 lebih.

Penguatan kompetensi penegak hukum, lanjut dia, yang menguasai materi perkara bidang LH secara terpadu dan profesional, dipandang perlu dan darurat (crass program). Di antaranya dengan melaksanakan Program Sertifikasi Hakim Lingkungan Hidup. “Ini sifatnya darurat, crass program.
Program itu didasarkan pada nota kesepahaman antara KLH dengan MA pada 18 Juni 2009 tentang Penguatan Kapasitas Hakim Lingkungan dan Keputusan Ketua MA No: 134/KMA/SK/IX/2011 tanggal 5 September 2011 tentang Sertifikasi Hakim Lingkungan Hidup.

“Ini baru pertama. Kami juga telah ada MoU dengan Polri dan Kejagung, kami minta juga ada polisi dan jaksa yang menguasai lingkungan hidup. Tahun depan akan kita percepat, diusahakan ada dua kali sertifikasi. Diprioritaskan bagi daerah-daerah yang banyak kasus lingkungan hidup, seperti di Jawa, Sumatera dan Kalimantan. Hakim yang telah bersertifikat akan ikut menjadi pengajar atau TOT (training of trainers),” terang Balthasar.
Di tempat yang sama, Ketua MA RI, Muhammad Hatta Ali, menegaskan, pelaksanaan program diklat sertifikasi hakim LH ini merupakan tonggak sejarah dalam sistim penegakan hukum di bidang LH.

Ketua MA berharap terwujudnya hakim-hakim yang berani, progresif dan mandiri, di bidang penegakan hukum LH karena permasalahan LH sangat kompleks serta sarat dengan kepentingan pengusaha dan penguasa. (als/ugi)
Editor: Alsabili
Email: beritabogor2002@ gmail.com
Tidak ada komentar