Walhi Desak Adili Perum Perhutani
JASINGA - Langgar UU No 41 Tahun 1999 Tentang Kehutanan, Perum Perhutani dituding biang keladi kerusakan ekosistem hutan dan lakukan alih fungsi kawasan hutan.
Dalam kajian Wahana Lingkungan Hidup Indonesia (Walhi) Jawa Barat terungkap Kerjasama Operasional (KSO) antara Perum Perhutani dengan sedikitnya 11 Perusahaan yang dilegitimasi oleh surat perjanjian reklamasi dan rehablitasi hutan yang terjadi di KPH Bogor dipertanyakan.
Hal ini diungkapkan Direktur Eksekutif Wahana Lingkungan Hidup Indonesia (Walhi) Jawa Barat, Dadan Ramdan kepada Berita Bogor, Selasa (22/1/2013) malam.
Adanya perusahaan–perusahaan melakukan praktik penambangan galena secara terbuka yang dilakukan di kawasan hutan lindung di KPH Bogor Kabupaten Bogor Jawa Barat. Bahkan KSO marak dijalankan sejak tahun 2007 hingga sekarang di kawasan hutan di 14 Kabupaten atau 15 KPH di Jawa Barat yang bermasalah.
Atas
pelanggaran ini, WALHI Jabar melaporkan kasus ini kepada Kapolda Jawa
Barat melalui surat bernomor 001/ED Jawa Barat/I/2013, tertanggal 21
Januari 2013, perihal laporan Dugaan Tindak Pidana yang dilakukan Perum
Perhutani dan 12 Perusahaan dan Koperasi di KPH Bogor Jawa Barat dengan
10 (sepuluh) berkas lampiran sebagai bukti. Tak tanggung - tanggung, Laporan pengaduan yang diajukan akan ditembuskan kepada Mabes POLRI, Propam Mabes POLRI, Kepala Kejaksaan RI, Pengawas Kejaksaan RI dan Kejaksaan Tinggi Jawa Barat. Pelaporan pengaduan Walhi Jawa Barat diterima dan dicatat oleh pihak Sentra Pelayanan Kepolisian Terpadu (SPKT) POLD Jabar den30 gan LAPORAN POLISI N0.Pol:LPB/61/I/2013/JABAR tertanggal 21 Januari 2013 pada pukul 15.WIB.
"WALHI Jawa Barat mendesak KAPOLDA Jawa Barat menidaklanjuti laporan dan menyeret pelaku ke pengadilan. Selain itu WALHI Jawa Barat akan melakukan tindakan untuk meminta pertanggungjawaban atas kerusakan lingkungan hidup yang terjadi," desaknya.
Menurut penuturan Dadan Ramdan, belasan perusahaan telah melakukan penambangan galena atas dasar KSO dengan Perum Perhutani yang beroperasi di kawasan sekitar Gunung Bolang di RPH Cirangsad dan Cigudeg di Kecamatan Jasinga dan Cigudeg KPH Bogor.
"Perusahaan itu meliputi, PT. Lumbung Mineral Sentosa, PT.Indoloma Tunggal Perkasa, PT.Shekinah Glory, PT.Bayu Respani, PT.Makmur Sejahtera Mandiri, PT.Tunas Jaya Tamamas, PT.Bintang Delapan Mineral, PT.Marga Wisesa, PT.BOSGCO, CV.Tambang Jaya Indah, CV.Palm Mineral Indonesia dan Koperasi Taman Caringin II," paparnya kepada Berita Bogor.
Dia menambahkan, penambangan galena ini merusak sekitar 99 Ha kawasan hutan dan ekosistem di dalamnya.
Atas dasar kajian hukum, lanjutnya, bukti-bukti dan investigasi lapangan, kasus kerjasama operasional (KSO) pertambangan galena di KPH Bogor adalah praktik pertambangan yang menyalahi aturan kehutanan sebagaimana yang termuat dalam Undang-Undang No 41 Tahun 1999 tentang Kehutanan. Bahkan, ketika kita meminta penjelasan pihak Perum Perhutani, pihak Perum Perhutani berdalih perusahaan tersebut sudah dihentikan namun praktiknya tetap berjalan.
"KSO yang dijalankan tidak sesuai dengan mandat UU No 41 tahun 1999 tentang kehutanan, illegal dan merusak lingkungan hidup di kawasan hutan lindung," kata dia.
Indikasi perbuatan yang merugikan negara dimana penggunaan kawasan hutan untuk kegiatan di luar kehutanan seharusnya melalui prosedur pinjam pakai kawasan yang akan menimbulkan kewajiban kepada si pemegang izin untuk memenuhi kewajiban administrasi berupa PSDH dan PNBP yang harusnya masuk ke Kas negara.
Menurutnya dalam surat perjanjian KSO semua kewajiban administrasi pihak ketiga seperti biaya kontribusi, dana reklamasi dan rehabilitasi, uang garansi, biaya reklamasi dan rehabilitasi yang dibayar dimuka dll. Semua diatur dan ditentukan oleh kepala KPH.
Tentu saja hal ini membuat WALHI Jawa Barat tidak tinggal diam dengan mengeluarkan pernyataan sikap tegasnya, bahwa PERUM PERHUTANI dan Perusahaan telah melanggar pasal 50 ayat (3) butir (g) dan pasal 38 ayat (4) Jo Pasal 78 ayat (6) UU No.41 tahun 1999 tentang kehutanan.
Pernyataan itu didasari dengan adanya kegiatan diluar kegiatan kehutanan (penambangan), eksplorasi dan eksploitasi bahan tambang di dalam kawasan hutan tanpa ijin Menteri Kehutanan. (als)
Pernyataan Sikap:
1.Mendesak Kementrian Lingkungan Hidup RI untuk melakukan audit lingkungan hidup di lokasi Pertambangan galena di KPH Bogor Jawa Barat
2.Meminta pihak Perhutani dan Perusahaan melakukan reklamasi dan rehabilitasi atas kerusakan lingkungan hidup akibat pertambangan galena yang dilakukan
3.Melaporkan Perum Perhutani kepada KPK untuk penyelidikan dan penyidikan atas dugaan tindakan korupsi yang merugikan negara yang dilakukan.
4. Mengajukan Judicial Review PP 72 Tahun 2010 yang melegalisasi Perum Perhutani melakukan alih fungsi kawasan hutan.
UU No 41 Tahun 1999 Tentang Kehutanan
Pasal 40 Rehabilitasi hutan dan lahan dimaksudkan untuk memulihkan, mempertahankan, dan meningkatkan fungsi hutan dan lahan sehingga daya dukung, produktivitas, dan peranannya dalam mendukung sistem penyangga kehidupan tetap terjaga.
Pasal 44 (1) Reklamasi hutan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 21 huruf c, meliputi usaha untuk memperbaiki atau memulihkan kembali lahan dan vegetasi hutan yang rusak agar dapat berfungsi secara optimal sesuai dengan peruntukannya. (2) Kegiatan reklamasi sebagaimana dimaksud pada ayat (1) meliputi inventarisasi lokasi, penetapan lokasi, perencanaan, dan pelaksanaan reklamasi. (3) Ketentuan lebih lanjut sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dan ayat (2) diatur dengan Peraturan Pemerintah.
Pasal 38 ayat (3) UU 41 thn 1999 yang menyebutkan “penggunaan kawasan hutan untuk kepentingan pertambangan dilakukan melalui pemberian izin pinjam pakai oleh menteri dengan mempertimbangkan batas luas dan jangka waktu tertentu serta kelestarian lingkungan.
Pasal 50 ayat (3) butir (g) menyatakan bahwa setiap orang dilarang melakukan kegiatan penyelidikan umum atau eksplorasi atau eksploitasi bahan tambang di dalam kawasan hutan tanpa izin menteri kehutanan. Barang siapa dengan sengaja melanggar ketentuan sebagaimana dimaksud Diancam dengan pidana penjara paling lama 10 ( sepuluh ) tahun dan denda paling banyak Rp. 5.000.000.000,- ( lima milyar rupiah ). Melakukan manipulasi surat kerjasama KSO dalam rangka rehabilitasi dan reklamasi yang ternyata digunakan untuk melakukan pengusahaan pertambangan. 3)Melakukan penambangan terbuka didalam kawasan hutan Negara yang berfungsi lindung.
Editor: Alsabili
Email: beritabogor2002@ gmail.com

Tidak ada komentar