header_ads

Puluhan Ahli Vulkanologi Kumpul Di Puncak

MEGAMENDUNG - Puluhan ahli vulkanologi berbagi pengalaman tentang memperkecil dampak letusan gunung api bagi keselamatan dunia penerbangan.

Indonesia yang memiliki gunung api terbanyak di dunia mengumpulkan 40 ahli vulkanologi dari 17 negara di Puncak, Bogor, Jawa Barat guna mengantisipasi dampak letusan gunung berapi  di Tanah Air bagi dunia penerbangan.

“Di Indonesia ada 127 gunung berapi. Dalam rentang waktu 1979 hingga 2011, beberapa gunung api mengalami peningkatan aktivitas. Debu vulkaniknya bisa membahayakan penduduk sekitar maupun dunia penerbangan,” kata Kepala Badan Meteorologi, Klimatologi dan Geofisika (BMKG) Sri Woro B. Harijono di sela pertemuan internasional gunung api di Citeko, Bogor, Selasa.

Menurut Sri Woro, ke-40 ahli vulkanologi itu akan berbagi pengalaman dan informasi tentang bagaimana memperkecil dampak letusan gunung api bagi keselamatan dunia penerbangan. Baik bagi  jalur penerbangan, aktifitas mesin pesawat,  maupun peningkatan suhu awan yang cukup tinggi dan bekurangnya jarak pandang.

BMKG juga berharap Indonesia dapat menjadi pemimpin dunia pada  lembaga pengawas gunung merapi (Volcanic Ash Advisory Centre/VAAC). “Khususnya di wilayah Asia Tenggara, Australia, dan Pasifik,” katanya.

Kepala Pusat Vulkanologi dan Mitigasi Bencana Surono  menambahkan, pertemuan vlkanologi internasional itu  diharapkan  menghasilkan rekomendasi terkait pencegahan maupun antisipasi bahaya debu vulkanik terhadap penerbangan di Indonesia.

Dia menyebutkan, Indonesia merupakan negara yang memiliki gunung berapi aktif terbanyak di dunia. Di Indonesia ada 127 gunung berapi. Namun hanya 69 yang terpantau. “Selain mengancam dunia penerbangan, 3,5 juta penduduk yang tinggal di sekitar lereng gunung berapi nyawanya terancam,” urai Surono yang pernah dicalonkan sebagai pengganti Mbah Marijan menjadi kuncen Gunung Merapi.

Surono menyatakan, debu vulkanik sangat mengganggu penerbangan. Contohnya letusan Gunung Merapi, Jawa Tengah, pada 2010 sejauh 6 hingga 11 kilometer secara vertikal dapat menciptakan aliran debu vulkanik yang mengandung serpihan batu cadas, silika, dan kandungan sulfur tersembunyi di balik awan. “Bahkan bisa menjangkau hingga 32 ribu kaki atau ketinggian jelajah pesawat terbang,” katanya.

Selain itu, pada 1992, letusan Gunung Spurr di Alaska, Amerika Serikat (AS), membawa debu vulkanik sejauh 3.100 mil sampai ke Kanada dan Great Lakes di AS. Pada 15 Juni 1991, Gunung Pinatubo Filipina meletus dan debunya terbawa angin sejauh 5.000 mil ke arah pantai timur Afrika dalam jangka waktu 3 hari.


Ratusan pesawat terganggu


“Dari tahun 1973 hingga 2000, terdapat 100 peristiwa pesawat terbang terkena debu vulkanik. Beberapa kejadian menunjukkan bahwa pesawat terbang yang terekspos oleh debu vulkanik mengalami berbagai jenis kerusakan,” ungkapnya.

Bahaya debu gunung api dapat terjadi tanpa diketahui, karena radar pesawat terbang tidak dapat menjejaki partikel gunung api dan membedakannya dari awan yang biasa bergerak.

Serpihan debu gunung api yang tersembunyi dalam awan dapat membawa partikel cadas berukuran 2 milimeter berbentuk tajam, seperti pisau kecil yang mengalir dan tersembunyi dalam aliran angin.

“Jika rombongan jutaan partikel ini bertemu dengan pesawat terbang berkecepatan 750 km per jam, maka akan menyebabkan kerusakan pada kaca depan yang menyebabkan pilot kehilangan jarak pandang,” katanya.

Para ahli vulkanologi dari Swiss, Jerman, Australia, Norwegia, Kanada, Eslandia, Selandia Baru, Jepang, Amerika Serikat, Inggris, Perancis, Italia, Singapura, Argentina, Korea, Senegal, dan Indonesia, ini membahas dampak letusan gunung berapi hingga 15 Maret 2013. (aby)





Editor: Alsabili
Email: beritabogor2002@gmail.com

Tidak ada komentar

Diberdayakan oleh Blogger.