Anggaran BPBD Sangat Minim
Bencana tak akan ada yan mampu memperediksi kehadirannya.
Hak ini diungkapkan Ledia Hanifa Amaliah, anggota komisi VIII DPR RI usai mengikuti rapat kerja dengan Kepala Badan Penanggulangan Bencana Nasional, Senin (3/6/2013) kemarin.
Dengan adanya otonomi daerah, setiap provinsi maupun kota kabupaten
memiliki kewenangan sendiri dalam mengatur anggaran penanggulangan
bencananya.
Mirisnya, sebagian besar Pemprov maupun Pemkot/kab hanya menganggarkan kurang dari 1% saja untuk anggaran Badan Penanggulangan Bencana Daerah (BPBD).
Mirisnya, sebagian besar Pemprov maupun Pemkot/kab hanya menganggarkan kurang dari 1% saja untuk anggaran Badan Penanggulangan Bencana Daerah (BPBD).
Hak ini diungkapkan Ledia Hanifa Amaliah, anggota komisi VIII DPR RI usai mengikuti rapat kerja dengan Kepala Badan Penanggulangan Bencana Nasional, Senin (3/6/2013) kemarin.
Ledia memberi contoh, DKI Jakarta yang memiliki APBD 26 Triliun Rupiah
ternyata menurut data Badan Nasional Penanggulangan Bencana (BNPB)
hanya menganggarkan 8 M atau tak lebih dari 0,03 persen untuk anggaran
penanggulangan bencana, meskipun banjir sudah hampir dapat dikatakan
menjadi bencana rutin bagi DKI Jakarta.
Ledia lantas mengingatkan kembali betapa Indonesia memiliki potensi
bencana yang cukup tinggi. Posisi geografis pada pertemuan empat lempeng
tektonik dan dilalui garis sabuk vulkanik misalnya meningkatkan potensi
bencana letusan gunung merapi, gempa bumi, tanah longsor dan tsunami.
Belum lagi bencana-bencana seperti banjir, kebakaran hutan yang
seringkali sangat erat terkait perilaku manusia yang serampangan
mengelola alam dan lingkungan.
Selain anggaran yang kurang memadai, kesiapan relawan siaga bencana
juga harus ditingkatkan. Tak hanya butuh pelatihan yang rutin, intens
dan terencana, koordinasi antar kelembagaan juga harus dikuatkan.
“Relawan siaga bencana di daerah semestinya menjadi ujung tombak
pertama dalam setiap kejadian bencana. Sehingga mereka sangat perlu
dilatih untuk memiliki ketrampilan penanggulangan bencana yang tinggi.
Dan mengingat BNPB memiliki relawan siaga bencana, Kemensos memiliki
relawan Tagana dan juga Kementrian PU serta beberapa lembaga lain punya
relawan bencananya sendiri-sendiri, semua sumberdaya ini tentu harus
disinergiskan agar menjadi kuat dalam bekerja sama dan bukannya saling
tunggu atau jalan sendiri-sendiri.”
Ledia lantas mencontohkan bencana alam di Garut dimana tim siaga
bencana BNPB justru tiba lebih dahulu dan bergerak memberi bantuan. Karena itu lanjut Ledia setiap daerah semestinyalah memiliki peta
bencana, memiliki realawan siaga bencana yang disiapkan khusus dan
mengalokasi secara memadai anggaran penanggulangan bencana.
“Tentu saja berbagi tugas dengan pusat adalah keniscayaan misalnya
untuk hal-hal yang besar seperti penyiapan relawan bencana secara masiv
berbasis peta daerah bencananya.
Tetapi intinya jangan hanya mengandalkan APBN. Sebab, tanggungjawab
pertama saat terjadi bencana sesungguhnya berada di tangan pemerintah
daerahnya,” tegas Ledia. (roy)
Tidak ada komentar