Pedagang Keluhkan Harga Melonjak Naik
PARUNG - Harga ikan meroket sejak dua pekan terakhir.
Penjual ikan di Pasar Ikan Parung mengaku pendapatannya turun lantaran sepinya pembeli menyusul tingginya harga ikan.
Kabupaten Bogor belum optimal mengolah dan memproduksi pakan ikan dituding sebagai salah satu faktor mahalnya ikan.
Padahal, Kecamatan Parung, Kemang, Ciseeng, dan Rancabungur sejak dua tahun lalu ditetapkan sebagai kawasan Minapolitan.
Melonjaknya harga ikan menyebabkan permintaan konsumen terus merosot. Padahal, ikan menjadi alternatif lauk-pauk saat harga daging mahal. Seorang pedagang ikan Hasanah menyebutkan, sejak dua pecan ini pendapatannya terus menurun. ”Jika dibiarkan seperti ini, kami bangkrut karena tak ada yang mau beli,” keluhnya.
Sebelum Lebaran, kata dia, harga ikan mas, misalnya dari distributor Rp17 ribu kemudian dijual Rp20 ribu per Kg. “Tiga hari setelah Lebaran, harga ikan mas menjadi Rp26 ribu dan dijual Rp28 ribu per Kg. Kini sudah melonjak Rp30 ribu dan dijual Rp32.500 per Kg,” jelasnya.
Sejumlah petani ikan Desa Jabon Kecamatan Parung, Maman mengatakan, pakan ikan sebagai penyebab mahalnya harga ikan. tepung ikan yang diimpor dari Thailand, Chili dan Peru.
“Saat ini harganya 1.608 dolar Amerika (sekitar Rp 17,7 juta) per kwintal dan akan terus meroket mengingat lehanya rupiah terhadap dolar Amerika,” ujarnya.
Kasi Ekonomi Kecamatan Parung, Wawan Kurniawan mengakui, pemkab belum mampu mengundang investor di bidang pakan ikan. Sehingga keuntungan petani masih dipengaruhi perusahaan luar negeri. “Seharusnya pemkab membuat BUMD pakan ikan mengingat Kecamatan Parung, Kemang, Ciseeng, dan Rancabungur sudah ditetapkan sebagai kawasan minapolitan,” katanya.
Kadis Peternakan dan Perikanan Kabupaten Bogor Sutrisno berencana membuat rumah pakan ikan, sehingga akan memutus mata rantai ketergantugan petani terhadap pakan impor. “Rencana itu kita ajukan ke DPRD agar disetujui sebab menggunakan APBD,” tandasnya.
Sedangkan faktor memengaruhi menyusutnya produksi ikan lantaran melemahnya nilai tukar rupiah, kenaikan BBM dan ketergantungan petani pada pakan impor. “Meksi empat kecamatan itu ditetapkan kawasan produsen ikan, tapi kita belum mampu memenuhi kebutuhan ikan,” akunya. (als)
Editor: Annisa Ramadhan
Email: redaksiberitabogor@gmail.com
Penjual ikan di Pasar Ikan Parung mengaku pendapatannya turun lantaran sepinya pembeli menyusul tingginya harga ikan.
Kabupaten Bogor belum optimal mengolah dan memproduksi pakan ikan dituding sebagai salah satu faktor mahalnya ikan.
Padahal, Kecamatan Parung, Kemang, Ciseeng, dan Rancabungur sejak dua tahun lalu ditetapkan sebagai kawasan Minapolitan.
Melonjaknya harga ikan menyebabkan permintaan konsumen terus merosot. Padahal, ikan menjadi alternatif lauk-pauk saat harga daging mahal. Seorang pedagang ikan Hasanah menyebutkan, sejak dua pecan ini pendapatannya terus menurun. ”Jika dibiarkan seperti ini, kami bangkrut karena tak ada yang mau beli,” keluhnya.
Sebelum Lebaran, kata dia, harga ikan mas, misalnya dari distributor Rp17 ribu kemudian dijual Rp20 ribu per Kg. “Tiga hari setelah Lebaran, harga ikan mas menjadi Rp26 ribu dan dijual Rp28 ribu per Kg. Kini sudah melonjak Rp30 ribu dan dijual Rp32.500 per Kg,” jelasnya.Sejumlah petani ikan Desa Jabon Kecamatan Parung, Maman mengatakan, pakan ikan sebagai penyebab mahalnya harga ikan. tepung ikan yang diimpor dari Thailand, Chili dan Peru.
“Saat ini harganya 1.608 dolar Amerika (sekitar Rp 17,7 juta) per kwintal dan akan terus meroket mengingat lehanya rupiah terhadap dolar Amerika,” ujarnya.
Kasi Ekonomi Kecamatan Parung, Wawan Kurniawan mengakui, pemkab belum mampu mengundang investor di bidang pakan ikan. Sehingga keuntungan petani masih dipengaruhi perusahaan luar negeri. “Seharusnya pemkab membuat BUMD pakan ikan mengingat Kecamatan Parung, Kemang, Ciseeng, dan Rancabungur sudah ditetapkan sebagai kawasan minapolitan,” katanya.
Kadis Peternakan dan Perikanan Kabupaten Bogor Sutrisno berencana membuat rumah pakan ikan, sehingga akan memutus mata rantai ketergantugan petani terhadap pakan impor. “Rencana itu kita ajukan ke DPRD agar disetujui sebab menggunakan APBD,” tandasnya.
Sedangkan faktor memengaruhi menyusutnya produksi ikan lantaran melemahnya nilai tukar rupiah, kenaikan BBM dan ketergantungan petani pada pakan impor. “Meksi empat kecamatan itu ditetapkan kawasan produsen ikan, tapi kita belum mampu memenuhi kebutuhan ikan,” akunya. (als)
Editor: Annisa Ramadhan
Email: redaksiberitabogor@gmail.com

Tidak ada komentar