Sumbangan Sukarela Dipatok Rp500 Ribu
MEGAMENDUNG - Dugaan pungli oknum sekolah kembali mencuat.
Modus yang kali ini terungkap adanya pemberlakuan sumbangan sukarela tetapi siswa dipatok Rp500 Ribu dan wajib dibayarkan segera.
Padahal, hakikat sumbangan itu tentunya bersifat sukarela dan tidak memaksa wali murid yang tidak mampu.
Lain hal yang terjadi di SMPN 1 Megamendung, nekat memberlakukan biaya pembangunan sekolah kepada siswa siswi, dikeluhkan orang tua / wali murid. Sebab, hal ini bertentangan dengan program wajib belajar 9 tahun gratis yang digembar - gemborkan pemerintah.
Pihak sekolah yang terletak dikawasan wisata Puncak Bogor ini tak sungkan menyebarkan surat edaran sumbangan sukarela itu kepada para siswa Padahal, baru dua bulan masuk sekolah malah diwajibkan menanggung biaya pembangunan sekolah dan belanja sejumlah perangkat komputer.
Hal ini terkuak saat sejumlah orang tua / wali murid menerima undangan silahturahmi dan membicarakan program sekolah yang digelar di aula sekolah, Sabtu, 31/8/2013) lalu. Namun, ternyata membicarakan rencana pembangunan tangga penghubung antar gedung dan biaya pengganti sejumlah 30 unit komputer yang hilang saat libur lebaran lalu.
Alhasil, yang dijadikan target dan sasaran sekolah adalah sekira 300 siswa yang duduk di kelas VII. Salah satu wali murid, RB (42), warga Cisarua, mengaku dirinya keberatan atas pemberlakuan itu, namun ia juga merasa tidak bisa berbuat apa - apa saat mengikuti rapat.
“Semula diusulkan biaya per siswa dipatok Rp700 Ribu, namun setelah banyak protes dari wali murid yang datang akhirnya turun jadi Rp500 Ribu. Anehnya, komputer yang hilang juga dibebankan pada siswa,” katanya pasrah.
Dirinya mengaku tidak berani protes, karena khawatir dianggap sebagai orang tua murid yang rewel dan khawatir nanti anaknya akan dikucilkan pihak sekolah..Anehnya, wali murid kemudian wajib mengisi formulir yang berisikan pernyataan bersedia dan tidak keberatan membayar sumbangan sukarela sebesaar Rp500 Ribu.
Terpisah, permasalahan pungutan atau dengan dalih sumbangan ini dikomentari pedas oleh seorang Advokat, Edison. “Biasanya sekolah akan berlindung pada kesepakatan komite, jadi seolah - olah ini keputusan komite sekolah,” ungkap Edison saat dihubungi Berita Bogor, Kamis (5/9/2013) malam.
Padahal, jelas Edison, tidak ada dasar hukum atau Perda yang menyebutkan sekolah boleh menarik biaya kepada siswa atau orang tua murid. “Kan negara menjamin wajib belajar 9 tahun bagi rakyat Indonesia, ini sekolah negeri. Biaya gedung sekolah sudah menjadi tanggung jawab negara,” terang edison.
Mengenai kehilangan sejumlah unit komputer yang hilang, lalu penggantiannya kemudian dibebankan kepada siswa, Edison mengaku sangat mempertanyakan kebijakan itu. “Ada bukti laporan polisi atau tidak kalau hilang?. Ini kan asset negara, mestinya kepala Sekolah bertanggung jawab atas hilangnya komputer itu, bukan kemudian di bebankan kepada wali murid,” tandasnya.
Saat dimintai tanggapan, Kepala Bidang Pendidikan Dasar (Dikdas) Dinas Pendidikan Kabupaten Bogor, Aman Muslihat Noor juga berbalik meminta wartawan untuk melakukan konfirmasi kepada pihak sekolah maupun komite. "Biar lebih jelas konfirmasi saja ke komite dan kepseknya.
Lebih lanjut dirinya mengatakan ada aturan yang mengatur sumbangan sekolah, yaitu Permendiknas Nomor 44 Tahun 2012. "Di internet ada koq, lengkap disitu," katanya singkat. (cj)
DASAR HUKUM
Pada tanggal 28 Juni 2012, Mendikbud M. Nuh telah menetapkan Peraturan Menteri Pendidikan dan Kebudayaan Nomor 44 Tahun 2012, tentang Pungutan dan Sumbangan Biaya Pendidikan Pada Satuan Pendidikan Dasar.
Pungutan oleh Sekolah Negeri
Pada dasarnya satuan pendidikan dasar yang diselenggarakan oleh pemerintah atau pemerintah daerah, dalam hal ini SD Negeri dan SMP Negeri dilarang melakukan pungutan. Hal ini ditegaskan dalam Pasal 9 ayat (1) yang menyatakan bahwa “Satuan pendidikan dasar yang diselenggarakan oleh Pemerintah, dan/atau pemerintah daerah dilarang memungut biaya satuan pendidikan“.
Namun, ternyata ketentuan yang berbeda terdapat dalam Pasal 10 ayat (1) yang menegaskan bahwa “Satuan pendidikan dasar yang diselenggarakan oleh Pemerintah atau pemerintah daerah yang dikembangkan/dirintis menjadi bertaraf internasional dapat memungut biaya satuan pendidikan dan digunakan hanya untuk memenuhi kekurangan biaya investasi dan biaya operasi yang diperoleh dari Pemerintah dan/atau pemerintah daerah“.
Pasal 10 ayat (1) dapat dipahami bertentangan dengan Pasal 5. Karena dalam pasal 5 diatur bahwa pungutan bukanlah sumber biaya pendidikan pada sekolah negeri. Lebih lanjut ketentuan Pasal 5 mengatur bahwa “Sumber biaya pendidikan pada satuan pendidikan dasar yang diselenggarakan oleh Pemerintah dan/atau pemerintah daerah:
a. anggaran pendapatan dan belanja negara;
b. anggaran pendapatan dan belanja daerah;
c. sumbangan dari peserta didik atau orang tua/walinya;
d. sumbangan dari pemangku kepentingan pendidikan dasar di luar peserta
didik atau orang tua/walinya;
e. bantuan lembaga lainnya yang tidak mengikat;
f. bantuan pihak asing yang tidak mengikat; dan/atau
g. sumber lain yang sah.
Terlepas dari pertentangan hal di atas, satu hal yang pasti adalah SD dan SMP Negeri yang tidak dirintis bertaraf internasional tidak boleh melakukan pungutan dalam bentuk apapun. Memang satuan pendidikan dasar termasuk SD dan SMP Negeri dapat menerima sumbangan. Namun, sumbangan tentu bersifat sukarela dan tidak memaksa wali murid yang tidak mampu.
Pungutan di Sekolah Swasta
Berbeda dengan sekolah negeri, sekolah yang diselenggarakan oleh masyarakat, dalam hal ini SD dan SMP Swasta memang dilegalkan untuk melakukan pungutan. Hal ini tercantum dalam Pasal 6 huruf b yang berisi “Sumber biaya pendidikan pada satuan pendidikan dasar yang diselenggarakan oleh masyarakat: b. pungutan, dan/atau sumbangan dari peserta didik atau orang tua/walinya“.
SD dan SMP Swasta yang tidak dikembangkan menjadi bertaraf internasional juga dapat menerima bantuan biaya operasional dari Pemerintah dan/atau pemerintah daerah. Sedangkan yang menolak untuk menerima bantuan tersebut dilarang melakukan pungutan dari peserta didik atau orang tua/walinya. Ketentuan ini terdapat dalam Pasal 7.
Lebih lanjut syarat-syarat pungutan bagi sekolah swasta diatur dalam Pasal 8 ayat (1) yaitu “Pungutan yang dilakukan oleh satuan pendidikan dasar yang diselenggarakan oleh masyarakat wajib memenuhi ketentuan sebagai berikut:
a. didasarkan pada perencanaan investasi dan/atau operasi yang jelas dan dituangkan dalam rencana strategis, rencana kerja tahunan, serta anggaran tahunan yang mengacu pada Standar Nasional Pendidikan;
b. perencanaan investasi dan/atau operasi sebagaimana dimaksud pada huruf a diumumkan secara transparan kepada pemangku kepentingan satuan pendidikan terutama orang tua/wali peserta didik, komite sekolah, dan penyelenggara satuan pendidikan dasar;
c. dimusyawarahkan melalui rapat komite sekolah; dan
d. dana yang diperoleh dibukukan secara khusus oleh satuan pendidikan dasar terpisah dari dana yang diterima dari penyelenggara satuan pendidikan dasar dan disimpan dalam rekening atas nama satuan pendidikan dasar“.
Syarat-Syarat Pungutan
Selanjutnya Pasal 11 mengatur bahwa “Pungutan tidak boleh:
a. dilakukan kepada peserta didik atau orang tua/walinya yang tidak mampu secara ekonomis;
b. dikaitkan dengan persyaratan akademik untuk penerimaan peserta didik, penilaian hasil belajar peserta didik, dan/atau kelulusan peserta didik dari satuan pendidikan; dan/atau
c. digunakan untuk kesejahteraan anggota komite sekolah atau lembaga representasi pemangku kepentingan satuan pendidikan baik langsung maupun tidak langsung.”
Pasal 16 juga menentukan bahwa Bagi satuan pendidikan dasar yang telah melakukan pungutan yang bertentangan dengan Peraturan Menteri ini harus mengembalikan sepenuhnya kepada perserta didik/orang tua/wali peserta didik. Dan Pelanggaran terhadap ketentuan dalam Peraturan Menteri ini dikenakan sanksi sesuai dengan peraturan perundang-undangan.
(berbagai sumber)
Editor: Alsabili
Email: redaksiberitabogor@gmail.com
Modus yang kali ini terungkap adanya pemberlakuan sumbangan sukarela tetapi siswa dipatok Rp500 Ribu dan wajib dibayarkan segera.
Padahal, hakikat sumbangan itu tentunya bersifat sukarela dan tidak memaksa wali murid yang tidak mampu.
Lain hal yang terjadi di SMPN 1 Megamendung, nekat memberlakukan biaya pembangunan sekolah kepada siswa siswi, dikeluhkan orang tua / wali murid. Sebab, hal ini bertentangan dengan program wajib belajar 9 tahun gratis yang digembar - gemborkan pemerintah.
Pihak sekolah yang terletak dikawasan wisata Puncak Bogor ini tak sungkan menyebarkan surat edaran sumbangan sukarela itu kepada para siswa Padahal, baru dua bulan masuk sekolah malah diwajibkan menanggung biaya pembangunan sekolah dan belanja sejumlah perangkat komputer.
Hal ini terkuak saat sejumlah orang tua / wali murid menerima undangan silahturahmi dan membicarakan program sekolah yang digelar di aula sekolah, Sabtu, 31/8/2013) lalu. Namun, ternyata membicarakan rencana pembangunan tangga penghubung antar gedung dan biaya pengganti sejumlah 30 unit komputer yang hilang saat libur lebaran lalu.
Alhasil, yang dijadikan target dan sasaran sekolah adalah sekira 300 siswa yang duduk di kelas VII. Salah satu wali murid, RB (42), warga Cisarua, mengaku dirinya keberatan atas pemberlakuan itu, namun ia juga merasa tidak bisa berbuat apa - apa saat mengikuti rapat.
“Semula diusulkan biaya per siswa dipatok Rp700 Ribu, namun setelah banyak protes dari wali murid yang datang akhirnya turun jadi Rp500 Ribu. Anehnya, komputer yang hilang juga dibebankan pada siswa,” katanya pasrah.
Dirinya mengaku tidak berani protes, karena khawatir dianggap sebagai orang tua murid yang rewel dan khawatir nanti anaknya akan dikucilkan pihak sekolah..Anehnya, wali murid kemudian wajib mengisi formulir yang berisikan pernyataan bersedia dan tidak keberatan membayar sumbangan sukarela sebesaar Rp500 Ribu.
Terpisah, permasalahan pungutan atau dengan dalih sumbangan ini dikomentari pedas oleh seorang Advokat, Edison. “Biasanya sekolah akan berlindung pada kesepakatan komite, jadi seolah - olah ini keputusan komite sekolah,” ungkap Edison saat dihubungi Berita Bogor, Kamis (5/9/2013) malam.
Padahal, jelas Edison, tidak ada dasar hukum atau Perda yang menyebutkan sekolah boleh menarik biaya kepada siswa atau orang tua murid. “Kan negara menjamin wajib belajar 9 tahun bagi rakyat Indonesia, ini sekolah negeri. Biaya gedung sekolah sudah menjadi tanggung jawab negara,” terang edison.
Mengenai kehilangan sejumlah unit komputer yang hilang, lalu penggantiannya kemudian dibebankan kepada siswa, Edison mengaku sangat mempertanyakan kebijakan itu. “Ada bukti laporan polisi atau tidak kalau hilang?. Ini kan asset negara, mestinya kepala Sekolah bertanggung jawab atas hilangnya komputer itu, bukan kemudian di bebankan kepada wali murid,” tandasnya.
Saat dimintai tanggapan, Kepala Bidang Pendidikan Dasar (Dikdas) Dinas Pendidikan Kabupaten Bogor, Aman Muslihat Noor juga berbalik meminta wartawan untuk melakukan konfirmasi kepada pihak sekolah maupun komite. "Biar lebih jelas konfirmasi saja ke komite dan kepseknya.
Lebih lanjut dirinya mengatakan ada aturan yang mengatur sumbangan sekolah, yaitu Permendiknas Nomor 44 Tahun 2012. "Di internet ada koq, lengkap disitu," katanya singkat. (cj)
DASAR HUKUM
Pada tanggal 28 Juni 2012, Mendikbud M. Nuh telah menetapkan Peraturan Menteri Pendidikan dan Kebudayaan Nomor 44 Tahun 2012, tentang Pungutan dan Sumbangan Biaya Pendidikan Pada Satuan Pendidikan Dasar.
Pungutan oleh Sekolah Negeri
Pada dasarnya satuan pendidikan dasar yang diselenggarakan oleh pemerintah atau pemerintah daerah, dalam hal ini SD Negeri dan SMP Negeri dilarang melakukan pungutan. Hal ini ditegaskan dalam Pasal 9 ayat (1) yang menyatakan bahwa “Satuan pendidikan dasar yang diselenggarakan oleh Pemerintah, dan/atau pemerintah daerah dilarang memungut biaya satuan pendidikan“.
Namun, ternyata ketentuan yang berbeda terdapat dalam Pasal 10 ayat (1) yang menegaskan bahwa “Satuan pendidikan dasar yang diselenggarakan oleh Pemerintah atau pemerintah daerah yang dikembangkan/dirintis menjadi bertaraf internasional dapat memungut biaya satuan pendidikan dan digunakan hanya untuk memenuhi kekurangan biaya investasi dan biaya operasi yang diperoleh dari Pemerintah dan/atau pemerintah daerah“.
Pasal 10 ayat (1) dapat dipahami bertentangan dengan Pasal 5. Karena dalam pasal 5 diatur bahwa pungutan bukanlah sumber biaya pendidikan pada sekolah negeri. Lebih lanjut ketentuan Pasal 5 mengatur bahwa “Sumber biaya pendidikan pada satuan pendidikan dasar yang diselenggarakan oleh Pemerintah dan/atau pemerintah daerah:
a. anggaran pendapatan dan belanja negara;
b. anggaran pendapatan dan belanja daerah;
c. sumbangan dari peserta didik atau orang tua/walinya;
d. sumbangan dari pemangku kepentingan pendidikan dasar di luar peserta
didik atau orang tua/walinya;
e. bantuan lembaga lainnya yang tidak mengikat;
f. bantuan pihak asing yang tidak mengikat; dan/atau
g. sumber lain yang sah.
Terlepas dari pertentangan hal di atas, satu hal yang pasti adalah SD dan SMP Negeri yang tidak dirintis bertaraf internasional tidak boleh melakukan pungutan dalam bentuk apapun. Memang satuan pendidikan dasar termasuk SD dan SMP Negeri dapat menerima sumbangan. Namun, sumbangan tentu bersifat sukarela dan tidak memaksa wali murid yang tidak mampu.
Pungutan di Sekolah Swasta
Berbeda dengan sekolah negeri, sekolah yang diselenggarakan oleh masyarakat, dalam hal ini SD dan SMP Swasta memang dilegalkan untuk melakukan pungutan. Hal ini tercantum dalam Pasal 6 huruf b yang berisi “Sumber biaya pendidikan pada satuan pendidikan dasar yang diselenggarakan oleh masyarakat: b. pungutan, dan/atau sumbangan dari peserta didik atau orang tua/walinya“.
SD dan SMP Swasta yang tidak dikembangkan menjadi bertaraf internasional juga dapat menerima bantuan biaya operasional dari Pemerintah dan/atau pemerintah daerah. Sedangkan yang menolak untuk menerima bantuan tersebut dilarang melakukan pungutan dari peserta didik atau orang tua/walinya. Ketentuan ini terdapat dalam Pasal 7.
Lebih lanjut syarat-syarat pungutan bagi sekolah swasta diatur dalam Pasal 8 ayat (1) yaitu “Pungutan yang dilakukan oleh satuan pendidikan dasar yang diselenggarakan oleh masyarakat wajib memenuhi ketentuan sebagai berikut:
a. didasarkan pada perencanaan investasi dan/atau operasi yang jelas dan dituangkan dalam rencana strategis, rencana kerja tahunan, serta anggaran tahunan yang mengacu pada Standar Nasional Pendidikan;
b. perencanaan investasi dan/atau operasi sebagaimana dimaksud pada huruf a diumumkan secara transparan kepada pemangku kepentingan satuan pendidikan terutama orang tua/wali peserta didik, komite sekolah, dan penyelenggara satuan pendidikan dasar;
c. dimusyawarahkan melalui rapat komite sekolah; dan
d. dana yang diperoleh dibukukan secara khusus oleh satuan pendidikan dasar terpisah dari dana yang diterima dari penyelenggara satuan pendidikan dasar dan disimpan dalam rekening atas nama satuan pendidikan dasar“.
Syarat-Syarat Pungutan
Selanjutnya Pasal 11 mengatur bahwa “Pungutan tidak boleh:
a. dilakukan kepada peserta didik atau orang tua/walinya yang tidak mampu secara ekonomis;
b. dikaitkan dengan persyaratan akademik untuk penerimaan peserta didik, penilaian hasil belajar peserta didik, dan/atau kelulusan peserta didik dari satuan pendidikan; dan/atau
c. digunakan untuk kesejahteraan anggota komite sekolah atau lembaga representasi pemangku kepentingan satuan pendidikan baik langsung maupun tidak langsung.”
Pasal 16 juga menentukan bahwa Bagi satuan pendidikan dasar yang telah melakukan pungutan yang bertentangan dengan Peraturan Menteri ini harus mengembalikan sepenuhnya kepada perserta didik/orang tua/wali peserta didik. Dan Pelanggaran terhadap ketentuan dalam Peraturan Menteri ini dikenakan sanksi sesuai dengan peraturan perundang-undangan.
(berbagai sumber)
Editor: Alsabili
Email: redaksiberitabogor@gmail.com
Tidak ada komentar