Aturan Petugas Penjara Dipersenjatai Harus Dikaji Ulang
Menteri Hukum dan Hak Asasi Manusia Patrialis Akbar mengatakan, kewenangan petugas rumah tahanan dalam membawa senjata harus dikaji lagi. Hal itu dia ungkapkan menyusul kaburnya empat narapidana narkoba dari Lembaga Permasyarakatan Lhokseumawe, Aceh, kemarin. "Memang ada masalah persenjataan," ujarnya dalam Workshop Jurnalistik di Bogor, Kamis (11/11).
Sebelumnya, Kamis sore, empat narapidana kasus narkoba kabur dari Lembaga Permasyarakatan Lhokseumawe. Keempatnya lolos karena dibantu seseorang yang menodongkan senjata lars panjang ke penjaga. Petugas jaga tersebut, hanya bisa pasrah karena tak bersenjata.
Patrialis mengungkapkan, pembekalan senjata untuk para penjaga tahanan masih menjadi perdebatan. Salah satu penyebabnya adalah kejadian di Palembang beberapa waktu lalu. Saat itu, kata Patrialis, seorang residivis melarikan diri dan dipergoki oleh petugas. Tahanan berusaha ditembak, namun tahanan malah balik menyerang. Petugas pun diproses menjadi tersangka.
"Akhirnya nggak ada yang berani memegang senjata dan nggak ada yang berani melarang napi lari. Karena berpikiran, mereka menembak dalam melaksanakan tugas, tapi malah jadi tersangka," ujar Patrialis.
Ia pun menyoal kewenangan tembak petugas rumah tahanan dengan Kabareskrim Komisaris Jenderal Ito Sumardi, dan Kapolri saat itu, Jenderal Bambang Hendarso Danuri. "Akhirnya dia (penjaga rutan) nggak jadi terdakwa."
Ke depannya, Patrialis berharap ada aturan baru yang bisa menjawab persoalan ini. "Ini memang ada persoalan memegang senjata. Nggak mudah juga. Satu senjata itu izinnya untuk satu orang. Di LP, itu nggak mungkin. Karena di LP, satu senjata bisa untuk sepuluh orang. Ini harus diselesaikan," katanya. (tempo/bbc)
Sebelumnya, Kamis sore, empat narapidana kasus narkoba kabur dari Lembaga Permasyarakatan Lhokseumawe. Keempatnya lolos karena dibantu seseorang yang menodongkan senjata lars panjang ke penjaga. Petugas jaga tersebut, hanya bisa pasrah karena tak bersenjata.
Patrialis mengungkapkan, pembekalan senjata untuk para penjaga tahanan masih menjadi perdebatan. Salah satu penyebabnya adalah kejadian di Palembang beberapa waktu lalu. Saat itu, kata Patrialis, seorang residivis melarikan diri dan dipergoki oleh petugas. Tahanan berusaha ditembak, namun tahanan malah balik menyerang. Petugas pun diproses menjadi tersangka.
"Akhirnya nggak ada yang berani memegang senjata dan nggak ada yang berani melarang napi lari. Karena berpikiran, mereka menembak dalam melaksanakan tugas, tapi malah jadi tersangka," ujar Patrialis.
Ia pun menyoal kewenangan tembak petugas rumah tahanan dengan Kabareskrim Komisaris Jenderal Ito Sumardi, dan Kapolri saat itu, Jenderal Bambang Hendarso Danuri. "Akhirnya dia (penjaga rutan) nggak jadi terdakwa."
Ke depannya, Patrialis berharap ada aturan baru yang bisa menjawab persoalan ini. "Ini memang ada persoalan memegang senjata. Nggak mudah juga. Satu senjata itu izinnya untuk satu orang. Di LP, itu nggak mungkin. Karena di LP, satu senjata bisa untuk sepuluh orang. Ini harus diselesaikan," katanya. (tempo/bbc)
Sumber : Tempo
Tidak ada komentar