header_ads

Surga dan Neraka Peternakan Sapi Di Cisarua

Surga Dan Neraka, Peternakan Sapi Di Cisarua
Sabtu, 03 Desember 2011, 11.00 wib

Sebuah perjalanan menyusuri sungai yang membelah desa Citeko. Berbagai permasalahan dihadapi dan dibuat oleh warga. satu sisi warga membuang limbah rumah tangga dan sampah kesungai, satu sisi yang lain sungai di jadikan tempat pembuangan limbah kotoran sapi oleh warga desa Cibeureum/Joglo.

Sungai itu hanya satu-satunya yang melintas di |Desa Citeko. Masyarakat menggunakannya sebagai tempat pemandian Umum, pencucian (baju, Alat rumah Tangga dll ) dan juga sebagai irigasi. Dan hal terakhir yang juga tragis, masyarakat/warga juga menggunakannya untuk membuang limbah rumah tangga ( kamar mandi,Air bekas Cucian, bahkan WC), dan membuang sampah.

Beban Sungai sangat berat. Dari desa tetangga di cemari oleh limbah sapi, sampai desa citeko menjadi ajang pembuangan sampah dan limbah Rumah tangga pula.

Industri Susu Sapi sudah menjadi kebanggaan dan prestasi tersendiri bagi Kecamatan Cisarua Khususnya Desa Cibeureum. Banyak warga beternak sapi hingga terbentuk sebuah Koperasi Besar yang mensuplai kebutuhan Susu Rumah Makan Cimori di Puncak. Penghargan demi penghargaan terus diterima para petani dan paejabat desa setempat.

Namun, sisi lain sebuah petaka mereka ciptakan dengan limbahnya.

Tanpa penanganan yang professional, limbah dibuang mengalir di sepanjang desa citeko dan desa cibeureum menuju batu layang. Sungai menjadi berwarna hijau. Keruh, berbusa dan bau. Setiap pagi dan sore tersaji rutin untuk warga yang terlewati sungai itu.

Tidak ada yang bisa dilakukan seperti khas warga kita, tidak mau repot. Ada beberapa warga yang memprotes baik secara kelompok langsung ke lokasi, maupun lewat aparat desa dan kecamatan. Namun semua berlalu begitu saja. Tidak ada tindak lanjut yang berarti. Limbah masih terus dibuang ke sungai dan sungai tetap berwarna hijau, berbusa dan bau sepanjang hari.

Hal ini sudah berlangsung lebih dari 5 tahun sampai hari ini masih bisa kita saksikan semua itu terjadi. Petani sapi menikmati pundi dari susu sapinya, aparat/birokrasi setempat menikmati penghargaan dan pujian, desa dibawahnya menikmati kotoranya.

Hari ini dengan mata kepala sendiri saya menyaksikan bagaimana limbah itu mengalir ke sungai dan mengalir menyusuri sungai ditengah desa Citeko. Belum tahu solusi yang paling manjur untuk menghentikan semua itu.

Kesabaran warga mulai terkuras, dari suara ingin menghancurkan selokan tempat aliran limbah masuk sungai sampai mendatangi lokasi peternakan. Semua terbentur pada hukum yang berlaku. Hanya gerakan massa yang mereka bias lakukan, Karena lapor ke desa dan kecamatan sudah dilakukan namun juga belum ada solusi. Pembiaran cenderung dilakukan oleh pemerintah setempat dan dinas terkait. Perhitungan ekonomi lebih menjadi pertimbangan utama daripada solusi pembuangan limbah. Tapi usaha masih terus dilakukan oleh warga terdampak limbah untuk mengakhiri mimpi buruk itu.

Secara umum warga mendukung dan tidak mempermasalahkan adanya peternakan itu. Namun warga hanya menolak untuk menjadi korban dari limbah yang dihasilkan para petani. Selain mencemari lingkungan, resapan sumur, pemandian / pencucian umum, mushola juga lahan –lahan pertanian di sekitar aliran sungai.

Semoga dengan usaha bersama yang dilakukan dengan mengedepankan musyawarah dan pencarian solusi bersama bisa membuahkan hasil yang bermanfaat secara positif bagi para peternak sapi dan juga warga desa yang selama ini terkena dampak limbah.

Ketegasan aparat dan dinas terkait ( Dinas Lingkungan Hidup, Dinas pertanian/Peternakan dll ) dalam hal ini sangat diperlukan. Keseimbangan harus tetap terjaga untuk menghindari disharmoni antar masyarakat di Puncak. Semoga.

Artikel: Sunyoto Cj, Sekretaris Bale Seni Budaya Puncak, 3/12/2011

Tidak ada komentar

Diberdayakan oleh Blogger.