header_ads

Evakuasi Hari Terakhir Korban Sukhoi: Relawan SMS Nyasar Di Situs Eyang Reksa

TAMAN SARI - Dapat didaki dari beberapa jalur. Jalur yang paling ramai digunakan adalah melalui Curug Nangka, Tamansari, Bogor yang letaknya di sebelah utara gunung. Melalui jalur ini, orang akan sampai pada puncak Salak II.

Puncak Salak I biasanya didaki dari arah timur, yakni Cimelati dekat Cicurug, Sukabumi. Salak I juga bisa dicapai dari Salak II dari Sukamantri, Ciapus, Tamansari, Bogor. Jalur lain adalah ‘jalan belakang’ lewat Cidahu, Sukabumi, atau dari Kawah Ratu dekat Gunung Bunder.

Gunung Salak meskipun tergolong sebagai gunung yang rendah, akan tetapi memiliki keunikan tersendiri baik karakteristik hutannya maupun medannya.  Asal usul sejarah penamaan Gunung Salak masih simpang siur karena catatan yang ditemukan pada sejumlah prasasti dan tulisan dalam bahasa Sunda kuno tidak dengan jelas menyebutkan sejak kapan Gunung tersebut mulai ada.

“Tidak boleh merusak bumi, dimana sumber makanan berasal dari bumi serta kita hidup dan mati di bumi. Jadi, amanat dari kakek saya yang wajib saya sampaikan kepada semua orang,” ungkap Abah Izam (78), Juru Kunci Petilasan Eyang Reksa Mangkubumi,  Jum’at (18/5/2012).

Mereka dipersilahkan bila ingin melintas di petilasan Eyang Reksa Mangkubumi dengan syarat tidak merusak lingkungan atau apapun yang ada dikawasan Gunung Salak yang memiliki ketinggian  2.211 meter diatas permukaan laut (dpl) tersebut.

Abah Izam menambahkan, Situs petilasan ini merupakan tanda dimana leluhur-leluhur besar bangsa ini pernah menginjakkan kaki dan mendapat makna atau pengetahuan luhur di wilayah tersebut. "Kita tidak boleh meninggalkan sejarah dan budaya luhur bangsa agar dapat memetik makna kehidupan," pesan.

Ungkapan itu terlontar saat rombongan Relawan SMS asal Jakarta dalam misi kemanusiaan yang hendak melintasi jejak evakuasi ke lokasi kecelakaan pesawat Sukhoi SuperJet 100 melalui posko 1 yang jaraknya sekitar 3 km dari permukiman Rt04/08 Kampung Cilobak, Desa Tamansari. 

Rombongan diminta untuk sejenak membakar kemenyan di Batu Petilasan Pertama yang berukuran Panjang tertutup kain putih.

“Kami ikuti yang dianjurkan Kuncen itu, lalu kami memanjatkan do’a kepada Allah SWT,” kata Sofnal Bearland, warga Matraman Jakarta yang memimpin rombongan saat itu. Dirinya mengaku salah memasuki jalur lantaran baru kali pertama melintasi kawasan tersebut dan menjadi tahu akan adanya beberapa petilasan para raja-raja Sunda dilokasi tersebut.

"Semula kami masuk dari kampung Cilobak dengan jalur setapak dan berbatu dan semakin keatas jalur itu menyempit dan tertutup ilalang. Kami dibantu oleh 6 warga setempat dengan peralatan seadanya membuka jalur baru dan tiba dilokasi situs petilasan itu. Beruntung kami bertemu dua ibu-ibu yang memberikan petunjuk kepada kuncen setempat," ungkapnya kepada beritabogor, Jum'at (18/5/2012).

Dalam sejarahnya, Gunung Salak pernah meletus dua kali. Pada tahun 1669 dan kedua tahun 1824. Letusan pertama sempat meratakan desa atau wilayah yang berada di bawahnya. 

Di kaki Gunung Salak pernah berdiri kerajaan Hindu pertama di Jawa Barat dengan nama Salakanagara pada abad ke-4 dan 5 Masehi.

Budayawan dan Sejarawan Bogor, Eman Sulaeman membeberkan, orang zaman dahulu lebih mengenal Gunung Salak dengan sebutan Gunung Buled (bulat, red) karena bentuk puncaknya menyerupai lingkaran. 

Konon, penamaan Salak berasal dari penemuan buah salak besar. Salakanagara dipimpin oleh seorang raja dengan gelar Raja Dewawarman I-VIII. Tidak jelas nama asal usul dan nama asli para raja yang menguasai semenanjung Sunda tersebut, namun terungkap jika mereka berasal dari India Selatan.

Terungkapnya kerajaan Salakanagara bermula dari penemuan tulisan Raja Cirebon yang berkuasa tahun 1617 Wangsakerta, yang ditemukan pada abad ke-19 Masehi. Dari sinilah kemudian diketahui, jika kerajaan Hindu pertama di Jabar bukan Tarumanagara, tapi Salakanagara.
  
Ada kurang lebih 20 kitab yang tersebar dan dikumpulkan oleh peneliti asal Belanda dan Indonesia. Tulisan Wangsakerta sempat menyinggung tentang Salakanagara yang dipimpin oleh Raja Dewawarman dari India Selatan.

Konon, Raja Dewawarman memiliki banyak sekali keturunan. Di antaranya pernah menjadi raja besar di Tanah Jawa seperti Purnawarman yang memerintah Tarumanagara dan Mulawarman raja dari Kutai Kartanagara. “Tapi, meletusnya Gunung Salak pada tahun 1669 diduga ikut mengubur barang peninggalan bersejarah dari kerajaan Salakanagara,” jelas Eman. (als)









Tidak ada komentar

Diberdayakan oleh Blogger.