Evakuasi Hari Terakhir Korban Sukhoi: Relawan SMS Nyasar Di Situs Eyang Reksa
TAMAN SARI - Dapat didaki dari beberapa jalur.
Jalur yang paling ramai digunakan adalah melalui Curug Nangka, Tamansari, Bogor
yang letaknya di sebelah utara gunung. Melalui jalur ini, orang akan sampai
pada puncak Salak II.
Puncak Salak I biasanya didaki dari arah timur, yakni Cimelati dekat Cicurug, Sukabumi. Salak I juga bisa dicapai dari Salak II dari Sukamantri, Ciapus, Tamansari, Bogor. Jalur lain adalah ‘jalan belakang’ lewat Cidahu, Sukabumi, atau dari Kawah Ratu dekat Gunung Bunder.
Gunung Salak meskipun tergolong sebagai gunung yang rendah, akan tetapi memiliki keunikan tersendiri baik karakteristik hutannya maupun medannya. Asal usul sejarah penamaan Gunung Salak masih simpang siur karena catatan yang ditemukan pada sejumlah prasasti dan tulisan dalam bahasa Sunda kuno tidak dengan jelas menyebutkan sejak kapan Gunung tersebut mulai ada.
Ungkapan itu terlontar saat rombongan Relawan SMS asal
Jakarta dalam misi kemanusiaan yang hendak melintasi jejak evakuasi ke lokasi
kecelakaan pesawat Sukhoi SuperJet 100 melalui posko 1 yang jaraknya sekitar 3
km dari permukiman Rt04/08 Kampung Cilobak, Desa Tamansari.
Dalam sejarahnya, Gunung Salak pernah meletus dua kali. Pada tahun 1669 dan kedua tahun 1824. Letusan pertama sempat meratakan
desa atau wilayah yang berada di bawahnya.
Terungkapnya kerajaan Salakanagara bermula dari penemuan tulisan Raja Cirebon
yang berkuasa tahun 1617 Wangsakerta, yang ditemukan pada abad ke-19 Masehi.
Dari sinilah kemudian diketahui, jika kerajaan Hindu pertama di Jabar bukan
Tarumanagara, tapi Salakanagara.
Ada kurang lebih 20 kitab yang tersebar dan dikumpulkan oleh peneliti asal Belanda dan Indonesia. Tulisan Wangsakerta sempat menyinggung tentang Salakanagara yang dipimpin oleh Raja Dewawarman dari India Selatan.
Konon, Raja Dewawarman memiliki banyak sekali keturunan. Di antaranya pernah menjadi raja besar di Tanah Jawa seperti Purnawarman yang memerintah Tarumanagara dan Mulawarman raja dari Kutai Kartanagara. “Tapi, meletusnya Gunung Salak pada tahun 1669 diduga ikut mengubur barang peninggalan bersejarah dari kerajaan Salakanagara,” jelas Eman. (als)
Puncak Salak I biasanya didaki dari arah timur, yakni Cimelati dekat Cicurug, Sukabumi. Salak I juga bisa dicapai dari Salak II dari Sukamantri, Ciapus, Tamansari, Bogor. Jalur lain adalah ‘jalan belakang’ lewat Cidahu, Sukabumi, atau dari Kawah Ratu dekat Gunung Bunder.
Gunung Salak meskipun tergolong sebagai gunung yang rendah, akan tetapi memiliki keunikan tersendiri baik karakteristik hutannya maupun medannya. Asal usul sejarah penamaan Gunung Salak masih simpang siur karena catatan yang ditemukan pada sejumlah prasasti dan tulisan dalam bahasa Sunda kuno tidak dengan jelas menyebutkan sejak kapan Gunung tersebut mulai ada.
“Tidak boleh merusak bumi, dimana sumber makanan berasal
dari bumi serta kita hidup dan mati di bumi. Jadi, amanat dari kakek saya yang wajib
saya sampaikan kepada semua orang,” ungkap Abah Izam (78), Juru Kunci Petilasan
Eyang Reksa Mangkubumi, Jum’at
(18/5/2012).
Mereka dipersilahkan bila ingin melintas di petilasan Eyang
Reksa Mangkubumi dengan syarat tidak merusak lingkungan atau apapun yang ada
dikawasan Gunung Salak yang memiliki ketinggian 2.211 meter diatas
permukaan laut (dpl) tersebut.
Abah Izam menambahkan, Situs petilasan ini merupakan
tanda dimana leluhur-leluhur besar bangsa ini pernah menginjakkan kaki dan
mendapat makna atau pengetahuan luhur di wilayah tersebut. "Kita tidak boleh meninggalkan sejarah dan
budaya luhur bangsa agar dapat memetik
makna kehidupan," pesan.
Rombongan diminta
untuk sejenak membakar kemenyan di Batu Petilasan Pertama yang berukuran
Panjang tertutup kain putih.
“Kami ikuti yang dianjurkan Kuncen itu, lalu kami
memanjatkan do’a kepada Allah SWT,” kata Sofnal Bearland, warga Matraman Jakarta yang
memimpin rombongan saat itu. Dirinya mengaku salah memasuki jalur lantaran baru kali pertama melintasi
kawasan tersebut dan menjadi tahu akan adanya beberapa petilasan para raja-raja
Sunda dilokasi tersebut.
"Semula kami masuk dari kampung Cilobak dengan jalur setapak dan berbatu dan semakin keatas jalur itu menyempit dan tertutup ilalang. Kami dibantu oleh 6 warga setempat dengan peralatan seadanya membuka jalur baru dan tiba dilokasi situs petilasan itu. Beruntung kami bertemu dua ibu-ibu yang memberikan petunjuk kepada kuncen setempat," ungkapnya kepada beritabogor, Jum'at (18/5/2012).
Di kaki Gunung Salak
pernah berdiri kerajaan Hindu pertama di Jawa Barat dengan nama Salakanagara
pada abad ke-4 dan 5 Masehi.
Budayawan dan Sejarawan Bogor, Eman Sulaeman membeberkan,
orang zaman dahulu lebih mengenal Gunung Salak dengan sebutan Gunung Buled
(bulat, red) karena bentuk puncaknya menyerupai lingkaran.
Konon, penamaan
Salak berasal dari penemuan buah salak besar. Salakanagara dipimpin oleh seorang raja
dengan gelar Raja Dewawarman I-VIII. Tidak jelas nama asal usul dan nama asli
para raja yang menguasai semenanjung Sunda tersebut, namun terungkap jika
mereka berasal dari India Selatan.
Ada kurang lebih 20 kitab yang tersebar dan dikumpulkan oleh peneliti asal Belanda dan Indonesia. Tulisan Wangsakerta sempat menyinggung tentang Salakanagara yang dipimpin oleh Raja Dewawarman dari India Selatan.
Konon, Raja Dewawarman memiliki banyak sekali keturunan. Di antaranya pernah menjadi raja besar di Tanah Jawa seperti Purnawarman yang memerintah Tarumanagara dan Mulawarman raja dari Kutai Kartanagara. “Tapi, meletusnya Gunung Salak pada tahun 1669 diduga ikut mengubur barang peninggalan bersejarah dari kerajaan Salakanagara,” jelas Eman. (als)
Tidak ada komentar